Berita Klungkung

Kejari Telusuri Aset Kepsek SMKN 1 Klungkung, Dugaan Penyelewengan Beasiswa PIP dan Dana Komite 

Pada Rabu (30/4), IWS kembali dipanggil ke Kantor Kejari Klungkung untuk dilakukan pemeriksaan atas statusnya sebagai tersangka

ISTIMEWA
TERSANGKA - Kejari Klungkung saat mengumumkan penetapan tersangka Kepsek SMK N 1 Klungkung, IWS sebagai tersangka korupsi pengelolaan dana komite tahun 2020 sampai 2024, Rabu (30/4). 

TRIBUN-BALI.COM - Kejaksaan Negeri Klungkung menetapkan Kepala Sekolah (Kepsek) SMK N 1 Klungkung, IWS sebagai tersangka dalam kasus dugaan penyimpangan pengelolaan dana komite tahun 2020-2024. 

IWS juga diduga melakukan penyimpangan dalam pengelolaan beasiswa Program Indonesia Pintar (PIP) yang diperuntukan untuk siswa miskin. Berdasarkan audit BPKP, perbuatan tersangka menyebabkan kerugian negara sekitar Rp 1,1 miliar. 

Setelah ditetapkan sebagai tersangka, IWS kembali diperiksa tim penyidik dari pukul 09.00 Wita. Saat itu IWS langsung didampingi penasehat hukum negara dan telah menggenakan rompi berwarna merah muda. IWS sebenarnya akan pensiun tahun depan. Namun perbuatannya membuatnya mendekam di ruang tahanan. 

Kajari Klungkung Lapatawe B Hamka mengatakan, IWS ditetapkan sebagai tersangka Senin (28/4), setelah dilakukan gelar perkara atau ekspose hingga malam hari.

Baca juga: BATASI Kunjungan Jam Tertentu, Pintu Masuk Desa Cemagi Badung Dipasang Portal dan Dijaga Linmas

Baca juga: 100 Penari Tampilkan Jaya Wira Wibawa, 85 Perusahaan Gelar Peringatan May Day di Denpasar 

Pada Rabu (30/4), IWS kembali dipanggil ke Kantor Kejari Klungkung untuk dilakukan pemeriksaan atas statusnya sebagai tersangka. Termasuk dilakukan pemeriksaan kesehatan, untuk memastikan kondisinya sebelum ditahan.

Penyidik Kejaksaan Negeri Klungkung akan menelusuri aset dari Kepala Sekolah SMK N 1 Klungkung, IWS pasca ditetapkan sebagai tersangka dugaaan kasus dugaan penyimpangan pengelolaan dana komite tahun 2020 sampai 2022.

Pihak kejaksaan fokus pada pengembalian kerugian negara dalam kasus ini, selain tetap menuntut tersangka secara hukum.

Kepala Kejaksaan Negeri Klungkung, Lapatawe B Hamka mengatakan, saat ini pihaknya telah mengamankan uang tunai yamg diduga hasil penyimpangan anggaran di SMK N 1 Klungkung sejumlah Rp 182.558.145. Dari total kerugian negara yang muncul dari kasus tersebut yang mencapai Rp 1,1 miliar. 

“Uang ini adalah dana siswa yang tersimpan oleh tersangka. Dari total kerugian negara hasil audit BPKP yang mencapai Rp 1,1 miliar,” ungkap Lapatawe, Kamis (1/5).

Terkait dengan pengembalian kerugian negara, pihak Kejaksaan Negeri Klungkung akan mengupayakan hal tersebut. Sembari pihak Kejari juga akan menelusuri aset-aset tersangka.

Untuk mengetahui apakah ada aset yang dimiliki tersangka berasal dari hasil korupsi atau tidak. “Pengembalian (kerugian negara) kita lihat saja nanti, setelah ini akan kami telusuri aset tersangka. Mudah-mudahan tersangka ini kooperatif mengembalikan kerugian negara,” ungkap Lapatawe.

Dari hasil penyidikan kejaksaan, IWS diketahui melakukan penyelewengan terhadap dana komite sekolah dan beasiswa PIP (program indonesia pintar).

IWS  menyusun anggota komite sendiri, dengan menunjuk pegawai kontrak di SMK N 1 Klungkung sebagai anggota, sekretaris, dan bendahara.

Kemudian dalam penentuan jumlah SPP (sumbangan pembinaan pendidikan) yang harus dibayar oleh siswa, dengan mendasar pada pungutan tahun ajaran sebelumnya. Sehingga kegiatan yang akan disusun belakangan, menyesuaikan jumlah komite yanh diterima.

“Rencana kegiatan sekolah (RKAS) yang bersumber dari dana komite, disusun oleh tersangka tanpa melalui rapaf komite,” ujar Lapatawe B Hamka didampingi Kasi Pidsus Kejari Klungkung, Putu Kekeran.

Selain dana komite yang berumber dari orangtua siswa (dana masyarakat melalui pembayaran SPP), terdapat sumber dana lainnya dari beasiswa Program Indonesia Pintar (PIP).

Seharusnya PIP ini diterima langsung siswa kurang mampu yang memegang KIP (kartu indonesia pintar). Namun dana itu dicairkan oleh tersangka (IWS), dengan cara meminta siswa dan siswi menandatangani surat kuasa secara kolektif.

“Anak di bawah 17 tahun tidak memiliki kemampuan penuh untuk menandatangani surat pernyataan yang mengikat secara hukum. Setelah dana PIP itu dicairkan oleh tersangka, digunakan untuk pembayaran SPP siswa tanpa melalui rapat komite dengan dibuatkan rekening penampung yang dikelola sendiri oleh tersangka. 

Serta penggunaan dama dari PIP itu tidak dapat dipertanggungjawabkan. Padahal beasiswa PIP ini juga sangat diperlukan oleh siswa kurang mampu, seperti untuk membeli seragam sekolah atau buku. Namun justru dicairkan kepala sekolah,” ungkapnya.

Tersangka juga tidak pernah mengadakan rapat komite untuk membahas pertanggungjawaban penggunaan dana komite yang dikelolanya sendiri sejak tahun 2020-2022. 

Tersangka juga menyusun sendiri Rancangan Anggaran Belanja (RAB) beberapa kegiatan fisik dari tahun 2020-2022 yang berumber dari dana komite.

Tersangka langsung menjuk sendiri pihak penyedia, dan dalam pekerjaan fisik tersebut dianggap tidak bisa dipertanggujgjwabakan. 

“Ada juga renovasi ruangan kepsek dan ruang praktik siswa, serta pos jaga di luar lingkungan sekolah dibangun dengan dana siswa bantuan pusat yang tidak dapat dipertanggungjawabkan,” jelas Lapatawe.

Lapatawe B Hamka menambahkan, atas arahan Pemprov Bali, diarahkan seluruh rekening menjadi 1 rekening giro. Lalu dilakukanlah penutupan rekening sisa beasiswa PIP sebesar Rp 116.170.000 pada rekening penampung PIP. Lalu ditransfer ke rekening dana komite, sehingga dana komite menjadi Rp 130.965.000.

“Pada bulan Juli 2021, tersangka meminta dana tersebut kepada bendahara komite dengan alasan pembayaran gaji honor guru dan tenaga kependidikan. Namun faktaranya gaji/honor tersebut, telah dibayarkan melalui dana BOS (biaya operasional sekolah), sebagaimana buku KAS umum bulan Juli 2021,” ungkapnya.

Sehingga sampai saat ini dana komite sebesar Rp 130.965.000 yang dikuasai tersangka, tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Penyelewengan lainnya, pada akhir tahun 2021-2022 terdapat sisa dana komite sebesar Rp 349.797.616 di rekening giro SMK N 1 Klungkung.

Tersangka lalu memerintahkan pembantu bendahara komite membuat rekening atas nama pribadi untuk menampung uang tersebut. Alasannya untuk mempermudah pengelolaan dana komite

Dalam pengelolaan sisa dana komite itu, realisasinya untuk penataan areal sekolah. Namun semua dikerjakan oleh tukang dari tersangka, tanpa melibatkan pihak sekolah atau komite.

Khususnya terkait penganggaran dan pertanggungjawaban. Pembayaran dan pekerjaan dikirim langsung ke rekening tukang, tanpa didukung Surat Pertanggungjawaban (SPj).

Atas sisa uang tersebut sekitar Rp 51.000.000 dikembalikan ke rekening giro tanpa melalui rapat komite sekolah.

Tersangka meminta bendahara mentransfer dana dari rekening giro ke rekening pribadi pembantu bendahara.

Lalu dicairkan tersangka untuk pembayaran kegiatan yang dikelola oleh tersangka dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.

“Hal lain temuan kami dari kasus ini, tersangka menahan ijazah siswa sebanyak 293 siswa yang tidak bayar uang komite. Ini sangat bertentangan dengan peraturan Permendikbud No.75 tahun 2016,” tegasnya.

Dari serangkaian perbuatan yang dilakukan tersangka, menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 1.174.149.923,81. Jumlah ini berdasarkan audit kerugian negara yanh dilakukan BPKP Provinsi Bali. “Tersangka resmi ditahan selama 20 hari, mulai Rabu, 30 April hingga 19 Mei 2025,” ungkap Lapatawe.

Tersangka dijerat dengan pasal berlapis, yakni Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18, atau Pasal 3 jo Pasal 18, atau Pasal 12 huruf e jo Pasal 18 Undang-Undang RI No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU RI No. 20 Tahun 2001, juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. “Ancaman hukuman paling ringan 4 tahun dan maksimal 20 tahun penjara,” ujar Lapatawe B Hamka. (mit)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved