Berita Nasional

Menhub Respon Tuntutan Ojol, Menurunkan Potongan Aplikasi Dari 20 Jadi 10 Persen, Demi Pengemudi

Usulan penurunan potongan komisi ojek online (ojol), dari 20 persen menjadi 10 persen kembali mengemuka, sebagai upaya memperbaiki kesejahteraan mitra

ISTIMEWA/PIXABAY
ILUSTRASI - Usulan penurunan potongan komisi ojek online (ojol), dari 20 persen menjadi 10 persen kembali mengemuka, sebagai upaya memperbaiki kesejahteraan mitra pengemudi. Namun, Menteri Perhubungan, Dudy Purwagandhi, memberikan pandangan yang lebih berhati-hati dan mempertimbangkan keberlanjutan ekosistem secara menyeluruh. 

Aplikator layanan transportasi online, mulai PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk. (GOTO), Grab Indonesia, Maxim Indonesia hingga InDrive mengaku tidak menerapkan komisi lebih dari 20 persen kepada mitra pengemudi (driver ojol).

Disampiakan Chief of Public Affairs Grab Indonesia Tirza R. Munusamy, Grab Indonesia selalu mengenakan komisi sesuai dengan regulasi yaitu 20 persen. Komisi ini berlaku untuk tarif dasar perjalanan bukan tarif total keseluruhan.

“Kami ingin menegaskan, Grab selalu mengenakan komisi sesuai dengan regulasi yaitu 20 persen. Komisi 20 persen hanya berlaku tarif dasar perjalanan, yang diatur adalah biaya dasar bukan keseluruhan,” kata Tirza, Senin (19/5/2025).

Tirza mengatakan saat ini sumber pendapatan Grab ada dua, yaitu komisi yang dikenakan ke pengemudi karena menggunakan aplikasi untuk mencari pelanggan serta biaya aplikasi yang dikenakan ke pengguna.

Senada, Presiden Gojek Catherine Hindra Sutjahyo mengatakan saat ini pemotongan komisi
yang dilakukan Gojek sesuai dengan aturan Kemenhub yaitu 15 persen +5 persen. “Digunakan buat apa? Kami di GOTO. Itu besar 20 persen untuk promo pelanggan adalah komposisi paling besar [komisi itu] adalah diskon untuk pelanggan,” jelasnya.

Catherine juga mengatakan jika tuntutan menurunkan komisi menjadi 10 persen akan berdampak pada pendapatan mitra. Hal tersebut merupakan efek dari kenaikan harga bagi penumpang sehingga jumlah penumpang akan lebih sedikit.

“Terkait potongan 20 persen ke 10%, pendapatan transaksi ke mitra naik tapi pengalinya berkurang. Yang kami takutkan pengali lebih anjlok dibandingkan dengan ketika potongan 20%,” jelasnya. Dalam diskusi bersama Menhub 19 Mei 2025, Catherine menambahkan, kalau pihaknya turunkan potongan biaya aplikasi ke 10 persen, otomatis harga yang dibayar konsumen menjadi lebih mahal karena subsidi pengiriman dan subsidi untuk naik kendaraan tidak bisa jalan.

Ketika harga naik, permintaan otomatis turun, sehingga pengemudi juga akan terdampak karena jumlah orderan berkurang. "Jadi ini harus kita pikirkan secara menyeluruh agar tidak merugikan semua pihak,” katanya. 

Keuangan platform digital seperti GoTo sendiri, mencatat margin keuntungan operasional yang masih sangat tipis, sekitar 3-5 persen saja, akibat tingginya biaya investasi teknologi dan subsidi untuk menjaga daya saing. Hal ini menegaskan pentingnya komisi sekitar 20 persen, agar platform dapat bertahan dan terus mengembangkan ekosistem layanan yang kompleks ini. Jika komisi turun drastis, keberlangsungan platform bisa terancam, bahkan aplikasi bisa berhenti beroperasi.

Pendapat Para Ahli Ekonomi

Nailul Huda, Direktur Ekonomi Digital CELIOS dalam wawancara pada 25 April 2025, menyatakan bahwa potongan komisi seharusnya tidak diatur oleh pemerintah, melainkan menjadi bagian dari mekanisme pasar.

Ia menekankan bahwa perusahaan aplikator harus bersaing memberikan komisi paling rendah untuk menarik mitra pengemudi. Selain itu, ia menambahkan bahwa aplikator bukan lembaga non-profit dan wajar jika mereka mengejar keuntungan seperti perusahaan pada umumnya. 

Potongan komisi, menurutnya, harus mempertimbangkan kebutuhan tiga pemangku kepentingan: aplikator, mitra, dan konsumen.

Ekonom Bright Institute dalam diskusi pada 7 Mei 2025, Awalil Rizky,  menekankan pentingnya menemukan titik keseimbangan dan keadilan antara mitra dan pihak aplikator terkait potongan komisi. Ia menyatakan bahwa potongan komisi adalah praktik wajar dalam industri digital berbasis two-sided market.

Menurutnya, potongan tersebut sebaiknya tidak dilihat sebagai pemotongan sepihak, tetapi sebagai bentuk biaya sewa lapak atas infrastruktur digital yang disediakan aplikator. Ia juga menyoroti bahwa platform memiliki biaya teknologi, operasional, customer service, server, dan pengembangan sistem, sementara driver
memiliki beban bahan bakar, cicilan kendaraan, dan risiko kerja. Oleh karena itu, titik imbang harus diatur melalui regulasi. (*)

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved