Berita Bali

Kebutuhan Listrik Meningkat, Terminal LNG Sidakarya Jadi Tonggak Program Energi Bersih di Bali

Kebutuhan Listrik Meningkat, Terminal LNG Sidakarya Jadi Tonggak Program Energi Bersih di Bali

Penulis: Adrian Amurwonegoro | Editor: Putu Kartika Viktriani
Istimewa/Tribun Bali
FORUM - Gubernur Bali Wayan Koster dan berbagai pemangku kepentingan dalam forum strategis yang digelar pada Senin 27 Mei 2025 yang dihadiri oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Hanif Faisol Nurofiq. Kebutuhan Listrik Meningkat, Terminal LNG Sidakarya Jadi Tonggak Program Energi Bersih di Bali 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Proyek pembangunan terminal LNG (Liquefied Natural Gas) di Pantai Sidakarya, Denpasar, Bali digadang-gadang menjadi tonggak penting dalam upaya mewujudkan kemandirian energi yang bersih dan berkelanjutan di Pulau Bali, apalagi pasca kejadian Blackout beberapa waktu lalu. 

Proyek ini dibahas dalam sebuah forum strategis yang digelar pada Senin 27 Mei 2025 yang dihadiri oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Hanif Faisol Nurofiq, Gubernur Bali Dr. Wayan Koster, Wali Kota Denpasar, IGN Jaya Negara serta perwakilan Desa Adat Sidakarya.

Direktur Bisnis Development PT Titis Sampurna sekaligus Komisaris PT Padma Energi Indonesia, Dicky Ahmad Gustyana, menyampaikan pembangunan terminal LNG ini merupakan solusi strategis untuk memenuhi kebutuhan listrik Bali.

Kebutuhan listrik meningkat tajam bahkan mencapai pertumbuhan sekitar 11 persen per tahun, tertinggi secara nasional.

“Bali membutuhkan pasokan energi yang stabil dan ramah lingkungan untuk mendukung visinya sebagai pulau energi bersih,” kata Dicky. 

Baca juga: VIDEO PLN Buka Suara soal Beredar Informasi Pemadaman Listrik di Bali

Dijelaskannya, untuk saat ini, Bali mengandalkan sekitar 500 ribu ton bahan bakar minyak (BBM) setiap tahun untuk kebutuhan pembangkit listrik. 

Sebagian besar BBM tersebut diimpor dan berpotensi berdampak negatif terhadap lingkungan. 

“Solar memiliki kandungan karbon tinggi (C-16), yang menghasilkan emisi CO₂ besar. Sebaliknya, LNG hanya memiliki satu atom karbon (C-1), sehingga jauh lebih ramah lingkungan," jelas dia. 

Pihaknya memaparkan, bahwa LNG yang digunakan dalam proyek ini diangkut dari kilang di Papua menggunakan kapal berkapasitas 145.000 meter kubik.

Kapasitas tersebut dinilai cukup untuk menyuplai energi listrik Bali selama 42 hari atau setara 890.000 MWh. 

Untuk diketahui, Terminal LNG dibangun 500 meter dari garis pantai Sidakarya, berjarak sekitar 4,5 kilometer dari PLTG Indonesia Power di Tanjung Benoa.

Pemilihan lokasi tersebut didasarkan pada studi teknis dan kelayakan pasar.

Jalur pelayaran selebar 145 meter dan kedalaman laut yang mendukung akan dilengkapi pengerukan (dredging) untuk memastikan keselamatan dan efisiensi.

“Kami telah menyelesaikan simulasi keamanan yang mencakup potensi tabrakan, kebocoran, dan ledakan," ungkap Dicky.

"Semua hasilnya menunjukkan risiko sangat rendah dan masih dalam ambang batas standar internasional,” sambungnya.

Tak hanya aspek teknis, proyek ini juga dirancang untuk membawa manfaat sosial-ekonomi. 

Material hasil pengerukan bisa digunakan untuk memperbaiki garis pantai dan mencegah abrasi.

Serta dikembangkan menjadi kawasan wisata mangrove dan dermaga wisata.

“Ini bisa mendukung pariwisata bahari ke Nusa Penida yang selama ini hanya terfokus di Sanur,” beber Dicky.

Sebagai solusi terhadap kepadatan penyeberangan Sanur yang mencapai 7.000 penumpang per hari, bakal dibangun terminal baru di Serangan dan Mertasari (Muntig Siokan), bekerja sama dengan Pemerintah Kota Denpasar.

Terkait legalitas, Dicky memastikan bahwa seluruh dokumen perizinan, termasuk Amdal, telah memasuki tahap finalisasi.

“Kami telah menjalani studi menyeluruh, konsultasi publik, dan menandatangani pra-kerja sama dengan desa-desa terdampak seperti Serangan, Sidakarya, Sesetan, dan Sanur (Intaran), melalui forum Sekar Tanur," ucap dia.

"Proyek ini melibatkan masyarakat secara aktif serta belum pernah ada proyek energi lain yang melibatkan sebanyak ini pemangku kepentingan,” tegasnya.

BUMD provinsi dan kota juga dilibatkan sebagai bagian dari model pengelolaan yang terintegrasi dari desain hingga operasional. 

Ditekankan dia, bahwa proyek ini sejalan dengan prinsip pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs).

“Bali akan menjadi provinsi pertama di Indonesia yang mencapai Net Zero Emission pada 2040. Dunia akan melihat Bali bukan hanya sebagai destinasi wisata, tapi juga sebagai ikon kepedulian terhadap lingkungan," kata Dicky.

Dampaknya akan langsung dirasakan oleh masyarakat, baik dari sisi ekonomi, kesehatan, maupun kualitas hidup,” pungkasnya.

(*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved