Berita Bali
Tak Pakai Skripsi, 2 Mahasiswa UPMI Bali Lulus Dengan Tugas Akhir Sastra Jurnalistik
Tak Pakai Skripsi, 2 Mahasiswa UPMI Bali Lulus Dengan Tugas Akhir Sastra Jurnalistik
Penulis: Ni Luh Putu Wahyuni Sari | Editor: Aloisius H Manggol
Meskipun tidak menyusun skripsi, mahasiswa tetap wajib membuat laporan tugas akhir yang mendeskripsikan proses kreatif, tantangan yang dihadapi, hingga rencana berkarya ke depan. Mereka juga diwajibkan menyusun proposal dan menyeminarkannya. “Proposal atau laporannya tetap mengikuti format karya ilmiah, tetapi lebih sederhana jika dibandingkan skripsi,” tambah Sujaya.
Ketua Prodi PBID FBS UPMI Bali, Gede Sidi Artajaya, mengatakan bahwa proyek inovatif ini selaras dengan bidang keilmuan serta kompetensi lulusan yang dirancang oleh prodi. Mahasiswa PBID dibekali tidak hanya dengan pengetahuan pendidikan bahasa dan sastra, tetapi juga kejurnalistikan, penyiaran, dan penulisan kreatif.
“Profil utama lulusan Prodi PBID memang menjadi guru. Tapi, tidak hanya menjadi guru, mereka juga bisa menjadi jurnalis, sastrawan, konten kreator, maupun wirausahawan di bidang pendidikan, bahasa, dan sastra. Bahkan, lulusan kami banyak yang multitalenta, semacam guru plus penulis/pengarang, guru plus pewara, guru plus wirausahawan,” ujar Sidi.
Sidi menilai Windari dan Dede sebagai contoh mahasiswa multitalenta. Windari, misalnya, aktif sebagai penulis cerpen dan mengajar di lembaga bimbingan belajar. Ia menjadi juara lomba cerpen Peksimida 2024 dan mewakili Bali di tingkat nasional hingga masuk enam besar. Sementara Dede menyabet juara III lomba menulis puisi tingkat provinsi dan aktif menulis artikel ilmiah serta menjadi pemakalah dalam seminar nasional.
Sastrawan sekaligus wartawan senior, Gde Aryantha Soethama, memberikan apresiasi atas inovasi UPMI Bali, khususnya Prodi PBID yang membuka jalan baru melalui proyek tugas akhir berbentuk karya kreatif.
“Ini program bagus. Ini program menciptakan pengarang atau penulis. Kita kan mengeluh, sulit lahir pengarang atau penulis. Dengan program ini, kita punya harapan. Entah dia nanti menjadi guru, tapi juga mengarang atau menulis,” ujar Aryantha.
Menurut Aryantha, proses pendampingan yang menyertai pembuatan buku ini sangat penting karena mahasiswa tidak sekadar menulis, tetapi melalui tahapan presentasi dan diskusi akademik, sehingga kualitas karya lebih terjaga.
“Ini sebetulnya hal lama, tapi di sini menjadi sesuatu yang istimewa karena baru dilakukan. Di bidang eksakta memang sudah begini. Di Kedokteran sudah lebih dulu. Di literasi mestinya juga begitu. Dia tak hanya tahu teori menulis, tapi juga bisa menulis dengan baik,” tegas Aryantha yang pernah meraih penghargaan Khatulistiwa Literary Award 2006 lewat buku Mandi Api.
UPAYA PHDI Denpasar Ringankan Beban Umat, Gelar Upacara Menek Kelih Hingga Metatah Massal |
![]() |
---|
Gelar Aksi Damai ke Kantor Gubernur, Partai Buruh Exco Bali Tuntut Stop PHK dan Hapus Outsourcing |
![]() |
---|
Kejati Bali Dorong Penanganan Tindak Pidana Korupsi Lewat Mekanisme DPA, Lazim di Luar Negeri |
![]() |
---|
Pemprov Bali Nantikan Pusat Untuk Penentuan Lokasi Tersus LNG |
![]() |
---|
Cuaca Buruk, Pelabuhan Gilimanuk Bali Ditutup Hampir Dua Jam, Antrean Kendaraan Mengular |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.