Berita Denpasar
Masih Hidup Namun Tercatat Telah Meninggal, Bawaslu Ungkap Polemik Data Pemilih di Bali
Salah satu temuan mencolok adalah banyaknya warga yang masih hidup namun secara administratif tercatat sebagai telah meninggal dunia.
Penulis: Putu Supartika | Editor: Anak Agung Seri Kusniarti
TRIBUN-BALI.COM - Dalam kegiatan monitoring yang dilakukan Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik Indonesia (Bawaslu RI) terhadap pelaksanaan pengawasan Daftar Pemilih Berkelanjutan (PDPB) di Provinsi Bali, terungkap persoalan serius terkait polemik data pemilih.
Salah satu temuan mencolok adalah banyaknya warga yang masih hidup namun secara administratif tercatat sebagai telah meninggal dunia. Temuan ini diperoleh setelah Bawaslu Bali melakukan uji petik secara langsung di lapangan.
"Cukup banyak masyarakat mendaftar atau didaftarkan oleh keluarganya telah meninggal namun secara fakta masih sehat, ini juga dipengaruhi bantuan sosial kepada masyarakat yang meninggal," kata Koordinator Divisi Pencegahan, Parmas, dan Humaa Bawaslu Bali, Ketut Ariyani dalam rilisnya pada Kamis, (10/7).
Baca juga: KOSTER Tegas ASN Selingkuh Dipecat, Bagaimana Nasib Sejoli Terlarang di Pemkab Buleleng?
Baca juga: Gede Wirba Alami Luka Bakar, Lansia 60 Tahun Meninggal Tersetrum Listrik Saat Perbaiki Rumah
Konsekuensi dari kekeliruan ini sangat fatal, warga kehilangan hak pilihnya tanpa disadari. Situasi ini menimbulkan kekhawatiran akan hilangnya suara sah yang semestinya dijamin dalam pemilu.
Kepala Biro Fasilitasi Pengawasan Bawaslu RI, Eliazar Barus yang mengkomandoi tim monitoring Bawaslu RI juga menjelaskan bahwa hari ini ada pergeseran tren di masyarakat yang turut menyumbang kerumitan data pemilih.
Ia mencermati munculnya tren baru dalam penyimpangan data. Sejumlah individu diduga secara sadar mendaftarkan dirinya sebagai meninggal untuk menghindari tagihan pinjaman daring atau untuk keperluan asuransi jiwa.
“Kalau dulu, orang meninggal seringkali tetap muncul dalam daftar pemilih untuk kepentingan elektoral, sekarang justru sebaliknya, orang yang masih hidup didaftarkan meninggal karena motif ekonomi. Ini fenomena yang sangat mengganggu integritas demokrasi kita,” ujar Eliazar.
Menanggapi fenomena itu, Ariyani menekankan pentingnya verifikasi faktual terhadap data pemilih. Menurutnya, akurasi data bukan semata urusan administratif, tetapi menyangkut pemenuhan hak konstitusional warga negara.
“Kita harus memastikan bahwa data sebelum ditetapkan menjadi Daftar Pemilih Tetap (DPT) benar-benar valid. Ini tidak cukup hanya dilakukan secara administrasi dan koordinasi saja, harus ada kerja faktual yang konkret dan menyentuh fakta di masa non tahapan ini,” tegasnya.
Fenomena ini mempertegas bahwa pengawasan terhadap data pemilih tidak bisa dianggap remeh.
Perlu ada sinergi kuat antara lembaga penyelenggara, dan instansi terkait lainnya untuk memastikan tak satu pun hak warga yang terampas akibat kekeliruan administrasi. (sup)
Terkait SE Penyesuaian Penetapan Pajak dan Retribusi Daerah dari Mendagri, Ini Kata Bapenda Denpasar |
![]() |
---|
Kembangkan Kampung Kuliner Serangan Bali, Dispar Denpasar Tengah Jajaki CSR |
![]() |
---|
Perizinan Nuanu di Pantai Nyanyi Tabanan Disebut Belum Lengkap, Ini Hasil Sidak DPRD Bali |
![]() |
---|
Dilaporkan Warga karena Bising, Pengunjung malah Viralkan Polisi Saat Datangi Kafe di Denpasar |
![]() |
---|
Ringankan Beban Umat, PHDI Denpasar Bali Akan Gelar Upacara Menek Kelih hingga Metatah Massal |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.