Sponsored Content

JANGER Tradisi Remaja Badung, Napak Tetamian di PKB 2025

Kesenian Janger sebagai tari pergaulan muda mudi Bali, kembali dihadirkan di panggung Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-47 tahun 2025.

ISTIMEWA
Janger tradisi remaja dari sanggar Wredaya Muni, Desa Adat Tanjung Benoa saat tampil di PKB 2025 pada Senin 14 Juli 2025 malam. 

TRIBUN-BALI.COM, MANGUPURA - Kesenian Janger sebagai tari pergaulan muda mudi Bali, kembali dihadirkan di panggung Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-47 tahun 2025.

Kali ini, duta Kabupaten Badung menerjunkan Sanggar Seni Wredaya Muni, Desa Adat Tanjung Benoa, Kecamatan Kuta Selatan tampil dalam Utsawa (Parade) Janger Tradisi Remaja di Kalangan Ayodya, Taman Budaya Provinsi Bali, Senin 14 Juli 2024 malam. 

Terinspirasi dari kehidupan sehari-hari, Sanggar Seni Wredaya Muni membawakan tema mengenai heterogenitas tiga suku dan juga keyakinan yang hidup saling berdampingan di Tanjung Benoa. 

Gerak senada seirama dari muda-mudi yang tampil mengundang decak kagum. Malam itu, janger Tanjung Benoa mengangkat tema “Napak Tetamian”.

Baca juga: MINIM Penerangan Jalan, Jalur Shortcut Singaraja-Mengwitani Ternyata Sering Dipakai Balap Liar!

Baca juga: BERAS Oplosan Beredar di Bali? 212 Merek Beras Terindikasi Kuat Lakukan Pengoplosan, Sulit Dibedakan

Tema ini menggambarkan keberadaan daerah, munculnya tari janger di Desa Adat Tanjung Benoa yang masyarakatnya hidup rukun berdampingan antar tiga perbedaan suku dan keyakinan, yakni Hindu Bali, Islam Bugis, dan Cina Konghucu.

Kata “Tetamian” merujuk pada warisan atau peninggalan. Di Desa Adat Tanjung Benoa, terdapat sebuah tapakan berupa Rangda yang merupakan warisan, atau peninggalan dari sekelompok masyarakat Hindu hingga saat ini.

Ketika masolah, tapakan rangda ini diiringi dengan lagu-lagu janger, menari bersama penari janger saat upacara Piodalan berlangsung.

Keberlangsungan kegiatan upacara, yang dilakukan saat itu juga tidak terlepas dari campur tangan masyarakat Islam Bugis dan China Konghucu yang menggambarkan Jagat Kerthi, Loka Hita Samudaya.

“Kami mengusung tema akulturasi budaya, keberagamaan di Desa Adat Tanjung Benoa. Karena heterogenitas ini sepengetahuan saya, sejak saya lahir sudah ada. Tentunya dengan kolaborasi antar suku Hindu-Bali, Islam-Bugis, dan Cina-Konghucu, kami mencoba untuk membuat kreativitas baru,” ujar Ketua Sanggar Seni Wredaya Muni sekaligus koordinator pementasan, I Ketut Aditya Putra.

Aditya melanjutkan, dalam penampilan janger ini Sanggar Seni Wredaya Muni mencoba mengkolaborasikan tiga budaya ke dalam satu kesatuan pementasan. Pementasan dibawakan oleh 29 penari dan 22 orang penabuh. 

“Proses kreatif kami berjalan selama hampir 3 bulan, karena gending-gending itu juga merupakan tetamian yang ada di Tanjung Benoa. Kemudian kolaborasi kesenian dari tiga suku ini, kami berusaha agar menjadi satu kesatuan,” ucapnya.

Mengenai keberadaan janger di Desa Adat Tanjung Benoa, Aditya menuturkan bahwa berdasarkan penelusuran dulunya janger sempat tercipta di desa adat tersebut pada tahun 1998.

Kehadiran janger itu atas prakarsa tokoh-tokoh yang ada di Banjar Tengah, di Desa Adat Tanjung Benoa yang meminta diajarkan janger ke Banjar Bengkel, Sumerta Kelod, Denpasar. 

Selain karena pergaulan antar tokoh pada masa itu, keduanya juga memiliki keterkaitan secara niskala, yang mana sesuhunan di Tanjung Benoa juga ada kaitannya yang ada di Bengkel.

Tidak ada informasi yang pasti mengenai kapan janger Tanjung Benoa mulai vakum. Namun berkat tampil di PKB ke-47 tahun 2025, janger Tanjung Benoa dibangkitkan kembali.

Halaman
12
Sumber: Tribun Bali
Tags
PKB
Badung
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA
KOMENTAR

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved