Sampah di Bali
Buang Sampah Organik ke Mana? DLHK Denpasar: Tidak Mesti dengan Teba
Setelah Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup (DLHK) Provinsi Bali mengumumkan bahwa tidak boleh lagi membuang sampah
Penulis: Ni Luh Putu Wahyuni Sari | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR — Setelah Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup (DLHK) Provinsi Bali mengumumkan bahwa tidak boleh lagi membuang sampah organik di TPA Suwung pertanggal 1 Agustus 2025, masyarakat khususnya di Kota Denpasar kebingungan membuang sampah organiknya.
Sebab tak semua masyarakat Kota Denpasar memiliki lahan untuk teba.
Lantas apa solusinya? Ketika diwawancarai, Ida Bagus Kade Wira Negara, Kabid Pengolahan Sampah, Limbah B3, Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Hidup, DKLH Bali mengatakan perlunya agar TPS3R aktif.
Baca juga: Pengendara Puluhan Motor Pengangkut Sampah Gelar Aksi di Kantor Gubernur Bali: Kami Minta Solusi
“Kalau aktif TPS3R, aktif TPST, volume-nya tinggal kita menghitung volume saja. Volume per hari seperti apa."
"Kalau itu aktif akan memberi spare waktu kita untuk menyiapkan. Lebih bagus lagi, tidak mesti harus dengan teba gitu."
"Teba itu kan bagi masyarakat yang memang mempunyai lahan,” jelasnya pada, Selasa 5 Agustus 2025.
Lebih lanjut ia mengatakan, terdapat banyak cara untuk mengelola sampah organik yang hanya dengan teba.
Baca juga: Sampah di Sejumlah Destinasi Wisata di Badung Bali Berjubel, Puspa Negara Minta Edukasi Pilah Sampah
Ada juga masyarakat yang menggunakan tong komposter, keranjang takakura, dan juga dengan maggot atau cara lain yang ramah lingkungan.
Sudah terpetakan bahwa 60-70 sampah Bali merupakan sampah organik.
“Kalau itu selesai berbasis sumber, maka akan mengurangi volume sampah yang masuk ke TPA. Kalau itu tidak dikurangi, mohon-maaf. Sanksi tidak bisa dijalankan, administrasinya siap-siap pidana,” imbuhnya.
Di sisi lain, bagaimana dengan masyarakat yang rutin setiap bulan membayar uang sampah ke swakelola Desa dengan nominal Rp45 ribu sampai Rp50 ribu namun sampahnya tak semua diangkut?
Gus Wira pun mengatakan hal tersebut merupakan tanggung jawab dari masyarakat sendiri.
“Nah, berarti kan sampahmu tanggung jawabmu. Masyarakat kan memang sudah membayar. Entah dia membayarnya ke desa, entah dia membayarnya ke swakelola."
"Nah sekarang memang karena wajib memilah, apalagi orang sudah membayar. Coba misalnya kita tingkatkan lagi edukasinya. Kenapa tidak kalau swakelola yang memilah?"
"Kalau memang masyarakatnya tidak sadar memilah,” paparnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.