Jumlah Trader Naik 340 Persen, Transaksi Derivatif Kripto Indonesia Capai Rp33,54 Triliun
Data dari Bursa Kripto CFX menunjukkan, sepanjang semester I 2025, transaksi derivatif kripto di Indonesia mencapai $2,06 miliar
Penulis: Ni Luh Putu Wahyuni Sari | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR — Data dari Bursa Kripto CFX menunjukkan, sepanjang semester I 2025, transaksi derivatif kripto di Indonesia mencapai $2,06 miliar atau sekitar Rp33,54 triliun.
Tren ini sejalan dengan peningkatan secara global, di mana volume perdagangan derivatif kripto per 20 Agustus 2025 tercatat mencapai $730 miliar atau sekitar Rp11,9 kuadriliun, menurut Coingecko.
Pertumbuhan juga terlihat dari meningkatnya jumlah trader baru di tanah air.
Baca juga: SERGAP Sesama WNA di Bali, Terkait Aset Kripto Ratusan Ribu Dolar, Ada Ukraina, Rusia & Uzbekistan
Di salah satu platform perdagangan derivatif, jumlah pengguna tercatat naik hingga 340 persen secara kuartalan pada tahun ini.
Head of Product Marketing PT Pintu Kemana Saja (PINTU), Iskandar Mohammad, menjelaskan lonjakan tersebut menggambarkan antusiasme masyarakat yang kian tinggi terhadap aset digital.
“Potensi ruang tumbuh bagi industri crypto di Indonesia masih besar, baik dari sisi jumlah investor maupun nilai transaksi. Dengan regulasi yang semakin ramah serta keterlibatan investor institusi secara global, kami optimistis industri ini akan terus bergerak positif,” katanya pada, Kamis 21 Agustus 2025.
Baca juga: Sukseskan Coinfest Asia 2023, Tokocrypto Komitmen Tingkatkan Adopsi Kripto
Hal ini sekaligus menunjukan perdagangan aset kripto di Indonesia terus menunjukkan tren positif.
Seiring dengan meningkatnya minat masyarakat, berbagai terobosan juga dilakukan oleh pelaku industri untuk menghadirkan sistem yang lebih aman dan transparan.
Salah satu langkah terbaru adalah penyediaan fitur perlindungan tambahan bagi trader dalam perdagangan derivatif crypto.
Salah satu inovasi yang dihadirkan berupa fitur Price Protection, yang memungkinkan pengguna menentukan batas maksimum slippage (0,2%, 1%, atau 2,5%) saat mengeksekusi market order. Mekanisme ini dinilai mampu mengurangi risiko eksekusi di luar harga wajar ketika terjadi lonjakan pergerakan harga secara mendadak.
“Fitur ini membantu trader terhindar dari kerugian akibat ‘price spike’ atau ‘price crash’ sesaat, sekaligus memberikan rasa aman ketika bertransaksi di tengah volatilitas pasar,” imbuhnya.
Selain itu, hadir pula Stop Order yang memudahkan pengguna masuk posisi secara otomatis ketika harga menyentuh level tertentu.
Fitur ini terbagi menjadi dua jenis, yaitu Stop Market order langsung dieksekusi di harga pasar setelah trigger price tercapai dan Stop Limit, yang mengeksekusi order di harga limit atau lebih baik setelah trigger price tersentuh.
Dengan mekanisme tersebut, trader tidak perlu terus-menerus memantau pergerakan harga, sekaligus tetap bisa memanfaatkan momentum pasar.
Upaya menghadirkan fitur pengamanan tambahan bagi trader diharapkan menjadi bagian penting dalam mendukung pertumbuhan ekosistem kripto di Indonesia, sekaligus memberi jaminan lebih bagi investor yang semakin aktif masuk ke aset digital. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.