Seputar Bali
Polemik Soal Legalisasi Tajen, Wakil Ketua II DPRD Bali Harap Negara Berikan Regulasi dan Kajian
Wakil Ketua II DPRD Bali, IGK. Kresna Budi mengharapkan adanya andil negara soal legalisasi tajen yang selama ini menjadi polemik di Bali.
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Wakil Ketua II DPRD Bali, IGK. Kresna Budi mengharapkan adanya andil negara soal legalisasi tajen yang selama ini menjadi polemik di Bali.
IGK. Kresna Budi mengharapkan negara untuk memberikan regulasi dan kajian yang lebih mendalam agar sesuai dengan Undang-Undang.
“Dalam UUD 1945, negara mempunyai tugas mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara,” ucap, Kresna pada, Selasa 26 Agustus 2025.
Terlebih, Bali dengan kearifan lokalnya telah mengadopsi nilai-nilai yang terkandung dalam UUD 1945 serta diakuinya selama ini telah berjalan dengan baik.
Baca juga: KLB Campak di Karangasem, Berikut Gejala dan Komplikasi Mematikan
Khusus mengenai legalisasi tajen, pihaknya mengaku sedang menginventaris hal-hal yang mampu membantu dalam penguatan naskah akademik dan telah bekerja sama dengan para akademisi.
Politisi Partai Golkar ini berharap mendapat masukan-masukan dari para akademisi agar produk hukum yang nantinya dihasilkan bisa komprehensif dan akomodatif.
Tajen Bali adalah bentuk simbolis dalam upacara adat Bali atau yang terkenal sebagai Tabuh Rah.
Selain untuk acara keagamaan, Tajen Bali merupakan salah satu kegiatan hiburan bagi masyarakat Bali.
Sebenarnya Tajen Bali sangat berbeda dengan Sabung Ayam, karena Sabung Ayam memiliki maksud hanya untuk hiburan semata saja sedangkan Tajen Bali merupakan salah satu acara keagamaan yang bernama Tabuh Rah.
Budayawan Prof. Nengah Bawa Atmadja mengungkapkan hasil riset yang dilakukannya bahwa tajen adalah ekspresi budaya masyarakat Bali yang sulit dihapus, tetapi diperlukan kesadaran individu untuk menghindari dampak judi.
Ekspresi budaya lokal ini perlu diformulasikan dengan baik agar tidak bertentangan dengan hukum negara dan berdampak terhadap kesejahteraan masyarakat setempat.
Baca juga: Alasan 6 Orang Keroyok Petugas Avsec Bandara Ngurah Rai Bali, Masalah Klasik Soal Transport Tamu?
Disisi lain, ia mengingatkan bahwa tajen adalah simbol pengorbanan dalam ritual, namun praktik judi bertentangan dengan ajaran agama Hindu.
“Upaya pelestarian harus memisahkan aspek suci dan unsur perjudian," imbuhnya.
Hal senada dipaparkan oleh akademisi Gede Yoga Satrya Wibawa, S.H.,M.H., menegaskan bahwa yang dilarang adalah praktik perjudiannya.
Regulasi memungkinkan dilakukan melalui otonomi khusus atau Perpu. Alternatif lainnya misalnya dalam bentuk festival budaya tajen tanpa judi.
Baca juga: Proyek Kabel Bawah Tanah Denpasar Akan Dimulai di Sanur, Pengerjaan Dimulai September 2025
Sementara itu, Adv. Gede Dimas Bayu Hardi Raharja, S.H.,M.H., menegaskan pihaknya menolak keras legalisasi judi dalam tajen karena bertentangan dengan hukum nasional.
Menurutnya, legalisasi hanya bisa dibahas di tingkat pusat, bukan sekadar melalui Perda.
Pihaknya juga menyoroti dampak sosial tajen seperti kekerasan dalam rumah tangga, hubungan dengan Tri Hita Karana, serta kontroversi upaya legalisasi praktik perjudian dalam tajen.
Baginya, tajen adalah ekspresi budaya masyarakat Bali yang tidak bisa dihapuskan. Namun, praktik perjudian di dalamnya menjadi masalah.
Diperlukan kesadaran individu untuk keluar dari jeratan judi tanpa mengabaikan nilai budaya.
Sebab, tajen memiliki dimensi sakral dan kekayaan budaya, tetapi praktik judi jelas bertentangan dengan ajaran agama Hindu.
Pelestarian tajen harus memisahkan unsur ritual dari unsur perjudian. Regulasi, jika dibuat, sebaiknya mengatur agar praktik tajen tidak merugikan masyarakat miskin dan menjaga kesakralan nilai budaya.
Apalagi, praktik judi dalam tajen dilarang oleh hukum, termasuk UU KUHP dan UU Perlindungan Hewan.
Legalisasi hanya mungkin melalui mekanisme hukum yang lebih tinggi seperti Perpu atau otonomi khusus, bukan sekadar Perda.
Selain itu, Ketua Komisi II DPRD Bali, Agung Bagus Pratiksa Linggih atau yang akrab disapa Ajus Linggih buka suara soal melegalkan tradisi tajen di Bali.
“Saya setuju mempertahankan pariwisata budaya, mungkin tajen bisa dilegalkan kalo begitu,”
“Mengingat KUHP yang baru mengakui living law dan Perda Bale Kerta Adhyaksa yang kemarin disahkan pun berlandas living law yang berlaku di Bali,” jelas Ajus Linggih pada, Jumat 15 Agustus 2025.
Disinggung Polda Bali tak ingin melegalkan tajen, Ajus mengatakan Polda Bali lebih melakukan penegakan aturan, bukan pengesahan.
Ia juga menyarankan agar tajen ini dapat dijadikan kas daerah daripada untuk oknum-oknum nakal.
“Sebenernya simple, kalau tidak bisa diberantas, lebih baik ditata,”
“Saya dukung 1000 persen pemberantasan,”
“Tapi kalau tidak bisa, ya harus berpikir bagaimana menata."
"Jangan dibiarkan abu-abu dan dimanfaatkan oknum,” tutupnya. (*)

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.