TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Sejak ditayangkan di Facebook Tribun Bali, lima jam lalu, terkait terpuruknya kerajaan bisnis Hardys, hingga saat ini berita tersebut sudah dibagikan 163 kali.
Baca: Ternyata Cik Telah Melihat Tanda Hardys Akan Kolaps, Begini Pengakuannya
Baca: Tak Hanya PT Hardys Retailindo yang Alami Pailit, Gede Hardi: Pribadi pun Kena Tembak
Pemilik PT Hardys Retailindo, I Gede Agus Hardiawan, mengakui dirinya salah strategi akibat terlalu ekspansif.
Baca: Kerajaan Bisnis Ritel Gede Hardi Pailit, Tak Pernah Menyangka 6 Hal Ini Sebab dan Akibatnya
Baca: Arta Sedana Masih Pakai Nama Hardys
Pria yang kerap disapa Gede Hardi ini tak pernah menyangka sikap ekspansifnya akan mengakhiri kerajaan bisnis ritelnya pada kepailitan.
“Karakter saya memang sangat ekspansif, sebab saya mengusung aliran Robert Kyosaki dan terus berusaha. Namun memang resikonya kalau tidak terbang ya tiarap,” kata Gede Hardi saat dihubungi Tribun Bali, kemarin.
Gede Hardi berhasil membangun kerajaan bisnis di bawah bendera PT Grup Hardys berawal sejak 11 Juli 1997 silam, yang dirintis setelah tamat dari Institut Teknologi Bandung (ITB).
Sebelumnya ia sempat bekerja setahun di Toyota Motor.
Ia membuka toko pertama di Kota Negara, Kabupaten Jembrana, dengan ukuran 430 meter ukuran tanah x 1.400 meter ukuran bangunan.
Awal modal yang dibutuhkan Hardi untuk membangun Hardys hanya Rp 250 juta, yang ia dapatkan dari menjadi broker properti.
Berkembangnya Hardys sebagai ritel raksasa di Bali tak lepas dari sikap ekspansif Hardi dalam mengembangkan bisnisnya.
Karenanya setelah sukses di bisnis ritel, ia pun mengembangkan bisnisnya ke sektor properti.
Setidaknya ada 12 titik, seperti di Ubud, Dalung, Batubulan, By Pass Ida Bagus Mantra, dan lainnya untuk ekspansi Hardys ke sektor properti bernama Hardys Land.