Laporan Wartawan Tribun Bali, Zaenal Nur Arifin
TRIBUN BALI.COM, BADUNG - Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bali bersama dengan Polsek Kuta, TCEC Serangan dan wisatawan, melepasliarkan 10 ekor penyu hijau (Chelonia mydas) di Pantai Kuta hasil sitaan beberapa waktu.
Penyu-penyu tersebut berasal dari temuan pada tanggal 30 September 2019 oleh Polsek Kuta.
Temuan berawal dari sebuah mobil pikap yang mengalami kecelakaan di seputar Jalan Sunset Road Kuta.
Setelah diperiksa ternyata pikap tersebut mengangkut satwa dilindungi jenis penyu hijau (Chelania mydas) sebanyak 18 ekor, namun di lokasi kecelakaan pengemudi tidak ditemukan.
• Dampak Penurunan Wisatawan Akibat Corona, Vila di Pejeng Kaja Potong Hari Kerja Karyawan
• Badan POM Dorong Daya Saing UMKM di Bali, Saatnya Produk Lokal Go Internasional
• Terancam Dinonaktifkan, DPRD Karangasem Akan Carikan Solusi Terkait BPJS Kesehatan
Selanjutnya, Polsek Kuta menitiprawatkan satwa tersebut ke Balai KSDA Bali yang selanjutnya dirawat di fasilitas Pusat Pendidikan dan Konservasi Penyu/ Turtle and Education Center (TCEC) di Serangan.
Penyu hijau sebanyak 18 ekor tersebut 7 ekor di antaranya telah dilepasliarkan oleh Paiketan Krama Bali.
Selanjutnya penyu yang tersisa sebanyak 11 ekor, 10 ekor dilepasliarkan hari ini, satu ekor lagi masih harus tetap dirawat karena kondisinya masih sakit.
“Penyu-penyu tersebut telah melalui tahapan perawatan dan rehabilitasi di fasilitas yang dimiliki oleh TCEC Serangan,” imbuh Kepala Balai KSDA Bali Dr. R. Agus Budi Santosa, Kamis (5/3/2020).
• Tonjolkan Sisi Feminisme, Tiga Perupa Perempuan Bali Gelar Pameran di Santrian Art Gallery
• Terkait Corona, Petugas Pelabuhan Padang Bai Perkuat Pemantauan dan Pengawasan Wisman
• Kecanduan Gadget dan Game Online Masuk Kategori Gangguan Mental, Dewan Bali Usulkan Ada Faskes ODGJ
Ia menambahkan diperkirakan penyu-penyu telah melalui jalan panjang mulai dari penangkapan di laut, perjalanan darat sampai pada akhirnya ditemukan di tempat kejadian.
Perawatan yang dilakukan selama ini meliputi pengobatan terhadap luka flipper bekas ikatan dan pemulihan kondisi dari stress perjalanan jauh, sampai pada akhirnya tim medis menyatakan satwa telah layak untuk dilepasliarkan.
Sebelum dilepasliarkan, terhadap penyu-penyu tersebut telah dilakukan penandaan berupa pemasangan tag berbahan logam anti karat yang dipasang pada salah satu bagian flipper depan.
• Jalan Raya Puputan Masih Ditutup Pasca Pohon Tumbang
• Bantuan Program Sembako di Buleleng Naik Rp 200 Ribu
Penandaan dilakukan sebagai penanda jika penyu-penyu tersebut karena susuatu hal terdampar, tertangkap atau ditemukan lagi oleh masyarakat, dapat melaporkannya kepada Balai KSDA Bali.
“Pada salah satu sisi tag telah dibubuhi narahubung berupa alamat email sebagai pelaporan,” imbuhnya.
Semua jenis penyu berdasarkan Undang.undang No.5 tahun 1990 jo. PP Nomor 7 tahun 1999 dan berdasarkan Lampiran Permen LHK Nomor: P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/62018 sebagaimana telah diubah dengan Permen LHK Nomor: P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/ 122018 merupakan satwa liar dilindungi, segala macam pemanfaatan dilarang kecuali untuk kepentingan penelitian, pengembangan ilmu pengetahuan dan atau penyelamatan jenis.
Selain karena populasinya yang semakin menurun, penyu hijau memiliki peran penting dalam ekosistem.
Peran penting penyu yaitu menjaga kesehatan laut antara lain pengontrol dan mendistribusi lamun, mengontrol distribusi spons, memangsa ubur-ubur, mendistribusikan nutrisi dan mendukung kehidupan biota/mahluk lainnya.
IUCN telah menyatakan Penyu Lau masuk dalam Red List of Threatened Species (Daftar Merah Species yang Terancam) dengan kategori Endangered.
Penyu sebenarnya memiliki fekunditas yang tinggi, dalam sekali musim bertelur penyu menghasilkan antara 200 — 250 telur, namun angka kematian (mortality) sangat tinggi juga.
Pendapat ahli mengatakan bahkan dari 1000 tukik yang menetas diperkirakan hanya 1 ekor yang dapat survive hingga dewasa.
Sebagai spesies yang daur hidupnya secara alamiah sudah rentan, kelangsungan populasi Penyu Laut makin terancam dengan meningkalnya aktivitas manusia.
Aktivitas-aktivitas tersebut mencakup hilangnya habitat bersarang, tangkapan tidak sengaja, tangkapan sampingan, pencurian telur, perdagangan ilegal produk penyu, dan berbagai eksploitasi lainnya.
Hilangnya habitat bertelur penyu di antaranya yaitu akibat abrasi dan pembangunan fisik di daerah pesisir.
Agus Budi mewakili Direktorat Jenderal KSDAE, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyampaikan terima kasih kepada Polsek Kuta atas upaya penegakan hukum terhadap peredaran satwa liar dilindungi.
Upaya pelestarian harus terus dilakukan, salah satunya melalui sosialisasi terhadap aktivitas perburuan satwa dilindungi di daerah-daerah pesisir Bali.(*)