Kebutuhan Penyelenggaraan Kepariwisataan yang mengedepankan Keamanan (safety) dan Kenyamanan (comfortable) akan diutamakan dan disegerakan.
Termasuk hal-hal yang paling sederhana seperti penyediaan Toilet yang bersih, tempat cuci tangan di DTW, Desa Wisata, dan sebagainya.
Sebagai antisipasi dari Tatanan Pelaksanaan Kepariwisataan yang Baru (The New Normal for Tourism) yang terfokus pada Kepariwisataan Digital (Digital Tourism) atau Kepariwisataan Virtual (Virtual Tourism) yang telah banyak berkembang di Marketplace, telah dibuatkan Bab tersendiri, yakni Bab Penyelenggaraan Kepariwisataan Digital Budaya Bali, yang salah satunya meliputi Portal Satu Pintu Pariwisata Bali.
“Ini hal yang baru untuk dibahas, karena penting sekali kita menata kedepan adanya portal satu pintu pariwisata ini, agar kedepan nanti dengan pola digital yang ada kita tidak dieskploitasi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, sehingga penting untuk diatur dalam satu pintu,” papar Ardhana.
Ketahanan Kepariwisataan Bali juga dianggap penting untuk mulai direncanakan dilihat dari daya tahan kepariwisataan Bali yang telah berulang-ulang menghadapi guncangan dahsyat dari keadaan tak terduga (force majure), mitigasi kebencanaan, wabah, ketanggapdaruratan dll.
Terakhir, Adhi Ardhana menjelaskan, mengingat ringkihnya (fragile) Industri Kepariwisataan, yang termasuk Kebutuhan Tersier ini, terhadap isu-isu lokal, nasional maupun global dari pengaruh aspek politik, ekonomi, sosial, budaya, keamanan, kebencanaan dan kesehatan, maka dipandang perlu melakukan diversifikasi dan ekstensifikasi sebagai hasil dari Penelitian dan Pengembangan.
Gubernur Provinsi Bali, Wayan Koster, dalam sambutannya mengatakan, penyelenggaraan pariwisata Bali harus ditata secara fundamental dan komprehensif sesuai dengan visi pembangunan daerah Nangun Sat Kerthi Loka Bali melalui Pola Pembangunan Semesta Berencana menuju Bali Era Baru.
“Dalam konteks pelaksanaan visi itulah diperlukan peraturan daerah untuk menata kepariwisataan Bali dalam Era Baru, yang harus dijiwai dengan nilai-nilai adat, tradisi, dan budaya yang bersumber dari nilai-nilai kearifan lokal Sad Kerthi,” terang Koster.
Selain itu pula, Koster menyebutkan, hal itu juga harus diisi dengan dimensi kepariwisataan yang baru yaitu pengembangan pariwisata digital.
“Sejalan dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi serta menerapkan protokol kepariwisataan yang baru guna meningkatkan saya saing pariwisata Bali dalam menghadapi dinamika lokal, nasional, dan global,” tandasnya.(*)