Sementara Kasi Pidsus Wayan Genip menjelaskan, Dispar Buleleng sebelumnya menerima daha hibah pariwisata dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif untuk pemulihan ekonomi pariwisata dampak Pandemi Covid sebesar Rp 13 Miliar.
Dana tersebut kemudian dibagi dengan skema 70:30.
Dimana Rp 70 persennya diberikan kepada para pengelola hotel dan restoran.
Berdasarkan hasil penyelidikan, dana 70 persen itu sudah terserap, dan tidak ditemukan adanya indikasi pemotongan.
Sementara 30 persennya digunakan oleh Dispar Buleleng untuk Bimtek Prokes, Explore Buleleng, hibah, dan bantuan perbaikan sarana dan prasarana.
Berdasarkan hasil penyelidikan dan penyidikan, pihak Kejaksaan menduga kasus mark-up ini terjadi pada program Explore Buleleng dan Bimtek Prokes.
"Para tersangka diduga mendapatkan keuntungan dari dua kegiatan itu, kemudian digunakan untuk kepentingan pribadinya" jelasnya.
Kendati para tersangka sudah berupaya mengembalikan dana dari hasil dugaan mark-up tersebut, hal itu akan menjadi pertimbangan hakim, apakah akan meringankan hukuman para tersangka atau tidak.
Demikian dengan ancaman hukuman mati karena melakukan tindak pidana korupsi di masa pandemi, juga diserahkan kepada hakim.
"Kami di kejaksaan tetap berusaha menyelamatkan keuangan negara sebanyak mungkin, untuk dijadikan sebagai barang bukti. Karena uang tersebut tidak seharusnya dimiliki oleh mereka," jelasnya.
Seperti diketahui, program Explore Buleleng merupakan kegiatan yang dilaksanakan oleh Dinas Pariwisata Buleleng untuk mempromosikan wisata di tengah pandemi Covid.
Program yang dilaksanakan sebanyak empat kali dalam rentang November-Desember 2020 ini mengajak masyarakat melakukan perjalanan wisata selama tiga hari secara gratis.
Masyarakat yang mengikuti program Explore Buleleng sebanyak 360 orang.
Mereka diajak berwisata gratis, menjelajahi pelosok Buleleng yang mempunyai spot-spot destinasi wisata.
Selama melaksanakan perjalanan wisata, masyarakat diberi fasilitas menginap di hotel.(*)