Berita Gianyar

Sulinggih di Gianyar Jadi Tersangka Kasus Dugaan Pencabulan, Begini Reaksi PHDI Bali

Penulis: I Wayan Sui Suadnyana
Editor: Komang Agus Ruspawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

ilustrasi korban pencabulan yang dilakukan oleh seorang oknum sulinggih di Gianyar.

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Masyarakat Bali digegerkan kasus seorang sulinggih (orang yang disucikan) berinisial IBRASM dengan nama walaka (nama asli), I Wayan M (38).

I Wayan M diduga telah melakukan pencabulan atau kekerasan seksual terhadap seorang perempuan bersuami saat melakukan ritual malukat (penyucian diri).

Dan, oknum sulinggih ini telah ditetapkan menjadi tersangka oleh Polda Bali.

Di sisi lain, status tersangka sebagai seorang sulinggih ternyata masih menjadi kontroversi.

Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kabupaten Gianyar pun saat ini masih mengecek status oknum sulinggih ini.

Pengecekan dilakukan guna memastikan yang bersangkutan memang termasuk sulinggih atau bukan.

Baca Juga: Ada Pancoran Dedari, Begini Sensasi Wisata Spiritual di Taman Sari Waterfall Natural Pool Gianyar 

Ketua PHDI Bali, Prof I Gusti Ngurah Sudiana mengatakan, pihaknya telah melakukan rapat dengan PHDI se-Bali untuk membahas kasus ini, Selasa 16 Februari 2021.

Dalam rapat tersebut pihaknya menerima laporan dari PHDI Gianyar karena mewilayahi kejadian tersebut.

"Laporan PHDI Gianyar bahwa oknum dimaksud tidak terdaftar di PHDI Gianyar sehingga PHDI Gianyar akan melakukan pengecekan langsung apakah punya nabe (guru spiritual) apa tidak," terang Sudiana saat dihubungi Tribun Bali dari Denpasar, Rabu 17 Februari 2021.

Menurut Sudiana, biasanya setiap calon sulinggih itu mengajukan surat diksa pariksa ke PHDI.

Setelah ada surat itu maka PHDI melaksanakan ritual diksa pariksa kepada calon sulinggih tersebut.

Setelah melalui proses upacara mati raga, PHDI memberikan surat keputusan (SK) sulinggih terhadap pemohon.

Di SK itu salah satunya berisi hak dan kewajiban, tanggungjawab serta nama walaka yang berubah menjadi nama sulinggih.

"Kalau calon bersangkutan tidak mengajukan surat diksa pariksa ke parisada, parisada tidak tahu. Parisada tidak melaksanakan diksa pariksa, otomatis sulinggi nika tidak tercatat di Parisada," kata Sudiana.

Dikarenakan tidak tercatat di PHDI, hingga saat ini pihaknya masih melakukan pengecekan apakah yang bersangkutan termasuk sulinggih atau tidak.

Jika ia tak mempunyai nabe itu berarti bukan sulinggih. Sementara jika mempunyai nabe, PHDI akan menyampaikan hal ini kepada nabenya.

Baca Juga: Bendesa Tegalalang Tak Tahu Kapan Oknum Sulinggih Cabul Didwijati 

Baca Juga: Polda Bali Penuhi Berkas Perkara Dugaan Oknum Sulinggih Cabul, Korban Alami Depresi 

Meski tak terdaftar di PHDI, Sudiana menegaskan bahwa pihaknya tak berani gegabah mengambil kesimpulan apakah dia termasuk sulinggih atau bukan.

Hal itu dilakukan agar PHDI nantinya tidak salah dalam bertindak.

"Kita tidak boleh gegabah mengambil kesimpulan sebelum ada pengecekan langsung. Tidak boleh (gegabah), karena itu menyangkut nama orang, kan kredibilitas orang kan kita harus lihat dumun yang sebenar-benarnya sampai ada bukti, lalu kita mengambil kesimpulan. Parisada tidak berani gegabah mengambil kesimbulan sehingga Parisada tidak salah langkah," terangnya.

Sudiana menuturkan, jika hasil pengecekan di lapangan nantinya membuktikan bahwa yang bersangkutan bukan sulinggih, maka PHDI akan menyatakan hal tersebut.

Nantinya setelah penyelidikan selesai, PHDI Gianyar bakal memberikan klarifikasi apakah yang bersangkutan masuk dalam sulinggih atau tidak.

"Sementara masalah sanksinya, jika ada pelanggaran pidana, maka dipertanggungjawabkan kepada aparat negara," terang Sudiana yang juga Rektor Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar itu.

Polisi Belum Tahan

Sementara itu, Kepolisian Daerah Bali masih memenuhi berkas perkara penyidikan P.19 terhadap I Wayan M (38) oknum Sulinggih di Bali yang menjadi tersangka atas kasus dugaan pencabulan terhadap seorang perempuan bersuami.

"Masih sidik pemenuhan P19," kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Bali, Kombes Pol. Djuhandhani Rahardjo Puro, S.H saat dikonfirmasi Tribun-Bali.com, Rabu 17 Februari 2021.

Berkas perkara itu dilengkapi penyidik Polda Bali untuk selanjutnya masuk ke tahap persidangan jika sudah dinyatakan memenuhi seluruh syarat formil dan materiil oleh Kejaksaan Tinggi Bali lengkap atau P21.

Sebelumnya Kejaksaan Tinggi Bali telah menerima berkas perkara yang dilimpahkan Polda Bali. 

Meski berstatus tersangka, saat ini Polda Bali tidak melakukan penahanan terhadap I Wayan M. 

"Yang bersangkutan tidak kami lakukan penahanan," ujarnya. 

Sementara itu, Kuasa hukum korban YD (33), Ni Luh Nengah Budawati, SH, MH, bahwa, oknum sulinggih I Wayan M itu dilaporkan ke Polda Bali pada 9 Juli 2020 atas kasus dugaan pelecehan seksual terhadap kliennya saat malukat atau melakukan upacara spiritual pembersihan diri di Pura Campuhan Pakerisan, Tampaksiring, Gianyar, Bali, pada 4 Juli 2020.

Padahal tujuan pasangan suami istri itu hanya untuk tangkil atau persembahyangan ke pura.

Hingga kini penanganan kasus dugaan pelecehan seksual yang terjadi di Gianyar, Bali ini masih berproses di Polda Bali. 

Budawati yang juga aktif di Woman Crisis Centre (WCC) juga berupaya memulihkan trauma akibat pengalaman buruk yang dialami korban yang sudah hampir setahun berjalan itu.

"Kami curiga korban mengalami trauma, depresi, apalagi menjelang masa persidangan, berkas sudah akan lengkap kan tinggal menunggu jadwal sidang kalau lancar, korban kondisinya menjadi sulit konsentrasi, saya sarankan konsultasi ke psikolog agar lebih tenang," ujar Budawati.

Berprofesi sebagai Dukun

Sulinggih yang bergelar Ida Bhagawan diketahui berasal dari Desa Tegalalang, Kecamatan Tegalalang, Gianyar, Bali. 

Tribun-Bali.com pun mencoba mencari penjelasan terkait tudingan pencabulan tersebut.

Namun saat disambangi ke kediamannya, yang bersangkutan tidak ada.

Orang di dalam kediamannya mengatakan, yang bersangkutan sedang di luar.

"Ten wenten, Ida lunga (tidak ada, beliau sedang keluar)," ujarnya.

Informasi dihimpun di lapangan, diketahui sebelum bergelar sulinggih, yang bersangkutan menjalankan profesi sebagai balian atau dukun.

Dalam dunia perdukunan, Wayan M disebutkan relatif sukses. Sebab banyak yang berhasil disembuhkan. Namun terkait kesulinggihannya ini banyak meragukan.

Bendesa Adat Tegallalang I Made Kumara Jaya saat ditanya apakah yang bersangkutan menyandang gelar dwijati dengan mekanisme yang berlaku, ia mengaku tidak mengetahui. Dia beralasan baru menjabat sebagai bendesa sekitar sepekan lalu. 

"Saya baru ngayah sebagai Bendesa seminggu lalu. Jadi terkait kapan terjadi pediksan, tyang tidak tahu menahu. Juga bukan kewenangan saya,” ujarnya. 

Menurut Kumara, proses dwijati semestinya melibatkan Tri upasaksi. Di antaranya prajuru, guru nabe, dan memenuhi syarat yang ditentukan.

"Setahu kami, memang harus ada Tri upasaksi. Itu yang tyang tidak tahu juga. Karena saat itu tyang tidak ada kewenangan menanyakan," jelasnya.

Sementara itu, I Made Kumara Jaya, mantan Bendesa Tegalalang saat ditanyai proses dwijati oknum sulinggih ini, ia pun berusaha mengingat-ingat.

Dalam beberapa menit, ia pun akhirnya mengingat bahwa pernah diundang oleh yang bersangkutan ketika akan melakukan dwijati. 

Namun dikarenakan undangan tersebut hanya bersifat lisan, karena itu ia selaku prajuru tidak hadir.

Terlebih lagi, prosesi dwijati tidak dilakukan di kediaman yang bersangkutan. Tetapi dilakukan di luar Kabupaten Gianyar. 

"Kami sewaktu menjabat memang pernah diundang secara lisan. Tapi kami selaku prajuru tidak hadir. Sebab surat undangannya gak ada. Jadi kami tidak berani hadir. Kami memang tidak hadir dan tidak tahu,” katanya.

‘Yang jelas, prosesi medwijati itu dilakukan di Karangasem, tepatnya saya ndak tahu karena ndak hadir," imbuhnya. 

Dia pun membenarkan, oknum sulinggih tersebut memang sukses dalam perdukunan. "Banyak yang berobat ke sana. Beberapa teman saya juga ke sana," ungkapnya. (*)

Berita Terkini