TRIBUN-BALI.COM, MANGUPURA - Di tengah musim hujan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) biasanya menjadi momok bagi masyarakat.
Kendati demikian untuk di Kabupaten Badung pada tahun 2021 jumlah kasus penyakit akibat gigitan nyamuk Aedes aegepti ternyata jauh menurun dibandingkan dengan tahun 2020.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan, jumlah kasus DBD selama tahun 2020 sebanyak 2.676 kasus.
Sedangkan kasus DBD selama tahun 2021 sebanyak 340 kasus.
Kendati demikian Dinas Kesehatan Badung berharap tren penurunan kasus juga terjadi di tahun 2022 dibarengi dengan upaya jumantik dan kesadaran masyarakat ikut memberantas perkembangbiakan nyamuk.
Baca juga: Tingkat Hunian Hotel Kini di Angka 30%, PHRI Harap Event-Event di Bali Dongkrak Kunjungan Wisatawan
Baca juga: Pastikan Tak Akan Ada Kelonggaran di Pintu Masuk, Pemprov Gelar Rakor Penguatan Screening Covid-19
Baca juga: Akibat Korsleting Listrik Kabel Mesin Cuci, 1 Rumah Terbakar, Suami Istri Hampir Terjebak Kebakaran
Kepala Dinas Kesehatan Badung, dr I Nyoman Gunarta tak menampik hal tersebut.
Pihaknya mengaku jumlah kasus DBD tahun 2021 capai 340 kasus.
Bahkan yang parah yakni tahun 2020 mencapai 2.679
"Tahun 2021 menurun drastis. Bahkan selama musim hujan September-Desember 2021, tidak ada penambahan secara signifikan kasusnya. Mudah-mudahan bisa mempertahankan tren tahun lalu (2021) yang sudah bagus," ujarnya Jumat, 14 Januari 2022.
Dokter asal Desa Sibang Gede, Abiansemal Badung itu mengakui, kategori usia yang paling tinggi terserang DBD masih kategori remaja dan usia produktif.
Tahun 2020, terdapat 456 kasus DBD menyerang usia 5-14 tahun, kemudian 688 kasus DBD menyerang usia 15-24 tahun, 920 kasus usia 25-44 tahun, dan 535 kasus DBD usia di atas 45 tahun.
Sementara usia bayi di bawah 1 tahun sebanyak 7 kasus dan usia 1-4 tahun sejumlah 70 kasus.
Sedangkan tahun 2021 semua kategori usia mengalami penurunan kasus.
Terdapat 73 kasus DBD menyerang usia 5-14 tahun, kemudian 70 kasus DBD menyerang usia 15-24 tahun, 109 kasus usia 25-44 tahun, dan 72 kasus DBD usia di atas 45 tahun.
Sementara usia bayi di bawah 1 tahun sebanyak 3 kasus dan usia 1-4 tahun sejumlah 13 kasus.
"Jadi yang rawan memang usia 25 sampai 44 tahun. Namun kedepan mudah-mudahan kasus terus menurun," harapnya.
Untuk melakukan pencegahan, pihaknya berupaya untuk memaksimalkan jumantik (Juru pemantau jentik) untuk melakukan pemeriksaan, pemantauan hingga pemberantasan jentik nyamuk.
"Nanti setelah keluar SK, kami akan kumpulkan jumatik untuk memantau jentik. Karena jentik ini yang menjadi pokoknya. Kalau ini sudah kita basmi, tidak akan ada nyamuk lagi," ucapnya
Mantan Dirut RSD Mangusada itu juga mengakui fogging efektif dilakukan.
Pasalnya fongging di alam terbuka membuat nyamuk resisten (kebal) terhadap bahan kimia dari fogging.
Apalagi dosis serta waktu penyemprotannya tidak tepat.
Baca juga: Akibat Korsleting Listrik Kabel Mesin Cuci, 1 Rumah Terbakar, Suami Istri Hampir Terjebak Kebakaran
Baca juga: Pemkab Badung Melalui Dinsos Serahkan Bantuan Kemensos, 5803 Keluarga Menjadi Penerima
Baca juga: Tingkat Hunian Hotel Kini di Angka 30%, PHRI Harap Event-Event di Bali Dongkrak Kunjungan Wisatawan
"Semestinya, fogging harus selesai sebelum pukul 06.00 Wita. Kalau kita fogging nyamuk misalnya mati, tapi jentiknya tidak bisa mati, sehingga efektif ada jumantik," jelasnya sembari mengatakan peranan di tingkat keluarga sesungguhnya sangat diperlukan dalam upaya memberantas perkembangan jentik menjadi nyamuk.
(*)