Ia berharap pemerintah segera menormalkan harga minyak goreng.
Apalagi sejak harga minyak goreng tinggi, penjualannya menurun drastis.
Kemarin, Bupati Klungkung I Nyoman Suwirta bersama Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) memantau harga minyak goreng ke Pasar Galiran, termasuk ke swalayan dan toko berjejaring di Klungkung.
Hal ini untuk memastikan para pedagang sudan melakukan penyesuaian harga, pasca adanya kebijakan subsidi terhadap komoditi minyak goreng di pasaran.
Fakta di lapangan, Kamis, belum semua toko grosir atau swalayan yang menyesuaikan harga.
Pedagang pengecer minyak curah di Pasar Galiran Klungkung, rata-rata masih menjual dengan harga Rp 19 ribu sampai Rp 20 ribu per liter.
Lalu pemantauan dilakukan ke beberapa toko di grosir di Pasar Galiran, yang juga masih menjual minyak goreng dengan harga tinggi.
"Setelah saya tanya, mereka mengaku belum ada koordinasi dengan distributor," ujarnya.
Nyoman Suwirta yang kebetulan mengenal salah seorang distributor utama dari satu produk, langsung menghubungi distributor tersebut.
Ia ingin meminta pihak distributor bisa menginformasikan penyesuaian harga ke toko grosir atau ke swalayan yang menjadi lokasi pemasaran produknya.
Di Badung, beberapa pedagang di pasar tradisional di sana masih menjual minyak goreng dengan harga lama.
Hasil pendataan Dinas Koperasi, UKM, dan Perdagangan Kabupaten Badung, Kamis, pedagang di beberapa pasar masih menjual minyak goreng Rp 22 ribu sampai Rp 24 ribu per liter.
"Tadi pagi saya memantau langsung harga minyak ke pasar tradisional, seperti Pasar Blahkiuh, Sempidi dan Mengwi. Dari hasil pemantauan harga minyak masih dijual dengan harga lama yakni sampai Rp 24 ribu bergantung merk," ujar Kadis Koperasi, UKM, dan Perdagangan Badung, I Made Widiana.
Dia mengakui, sebagian besar pedagang tidak mau menurunkan harga, mengingat pedagang membeli minyak dengan harga yang cukup tinggi.
Kendati demikian beberapa pedagang tidak banyak stok minyak.
Sementara itu, Wakil Ketua Bidang Ekosistem Usaha Ritel GAPPARI yang juga Pendiri Manajemen Ritel Bli Wayan, I Wayan Dana Ardika menjelaskan, ada potensi kerugian dari selisih harga beli di tingkat pemilik warung, kios dan peritel sebelum kebijakan dan setelah kebijakan diterapkan.
"Ada total 29.000 pemilik warung, kios, toko lokal di Bali yang berpotensi mengalami kerugian, jika tidak ada upaya mediasi oleh Pemerintah Provinsi Bali dalam hal ini melalui Gubernur Bali untuk mempertemukan pengelola dan pemilik ritel unit mikro dengan Distributor minyak goreng," kata Ardika dalam rilis yang diterima Tribun Bali, Kamis.
Dijelaskan Dana, Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) memang meanggarkan lebih dari Rp 7,6 Trilun untuk menanggulangi potensi kerugian dengan metode rafaksi dari distributor ke peritel atau pemilik unit ritel mikro.
Namun yang terjadi hingga saat ini, belum ada kejelasan bagaimana metode ini dilaksanakan.
"Sekaligus dalam kesempatan ini, kami ingatkan kepada seluruh pemilik warung, kios dan toko ritel, jadi metodenya adalah rafaksi, selisih kerugian yang diderita dipotong atau dikembalikan, bukan retur barang," katanya.
Hal ini berkebalikan dengan kondisi di lapangan dimana Jaringan Peritel Nasional bahkan Minimarket Jaringan Nasional sudah langsung bisa menerapkan, sehingga terjadi aksi panic buying, dengan pembelian jumlah besar yang dilakukan oleh masyarakat di beberapa Minimarket Jaringan Nasional.
"Inilah bentuk dikotomi yang kami alami, proses untuk kami di peritel lokal seperti pemilik toko kecil, minimarket lokal, warung, kios sangat lambat. Ini berpotensi akan menjadi masalah saat dilakukan sidak, karena tentu saja kebijakan satu harga Minyak Goreng tersebut belum bisa diterapkan seketika seperti halnya Minimarket Jaringan Nasional," katanya. (mer/ang/mit/gus/sup)
Kumpulan Artikel Bali