HIV dan AIDS di Bali

Di Bali Masih Banyak Stigma HIV/AIDS, Siswa ODHA Tak Boleh Sekolah

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

ILUSTRASI- Di Bali Masih Banyak Stigma HIV/AIDS, Siswa ODHA Tak Boleh Sekolah

Menurutnya, faktor peningkatan kasus adalah karena orang yang terjangkit kurang disiplin minum obat.

Pihaknya pun, sudah memberikan pelayanan dan imbauan maksimal.

Kasus AIDS meningkat karena kasus HIV berubah stadiumnya menjadi AIDS.

Di Klungkung, Kepala Dinas Kesehatan setempat, dr Ni Made Adi Swapatni mengatakan, sepanjang 2022, terdata 39 kasus baru HIV/AIDS.

Bahkan 6 kasus diantaranya, diderita oleh remaja dengan rentang usia 20-24 tahun, 28 orang berusia 25-49 tahun, dan 5 orang berusia lebih dari 50 tahun.

Secara keseluruhan, ODHA di Klungkung tahun 2018-2022 ada 224 orang.

Sekretaris KPA Klungkung I Wayan Sumanaya menjelaskan, kasus baru HIV/AIDS biasanya ditemukan saat adanya warga yang datang konseling di Puskesmas.

Menurutnya, ODHA biasanya baru menunjukkan gejala setelah 5 tahun terinfeksi.

Itu pun masih ada ODHA yang sengaja menutup diri, sehingga belum terdata.

"Tidak menutup kemungkinan, angka ODHA di Klungkung lebih dari yang terdata saat ini," katanya.

Di Bangli, Kepala Dinas Kesehatan setempat, I Nyoman Arsana, mengatakan, ibu hamil wajib menjalani serangkaian pemeriksaan, salah satunya pemeriksaan HIV/AIDS.

Dari pemeriksaan yang dilakukan sejak awal 2022, tercatat dua orang dari 2.311 ibu hamil reaktif HIV.

Pihaknya menjelaskan, ibu hamil memiliki risiko melahirkan anak dengan beberapa penyakit bawaan.

Oleh sebab itu ada program nasional untuk pemeriksaan beberapa penyakit, di antaranya sipilis, HIV/AIDS, hingga hepatitis.

Terkait pemeriksaan HIV/AIDS pada ibu hamil, lanjut Arsana, tujuannya untuk mencegah munculnya orang dengan HIV/AIDS (ODHA) baru.

Kadis menambahkan, kasus HIV/AIDS ini bagaikan fenomena gunung es.

Pihaknya mensinyalir ada lebih dari 18 pasien yang aktif memeriksakan diri ke RSU Bangli.

Maka dari itu pihaknya menyarankan pada masyarakat yang merasa berisiko, agar datang ke pelayanan kesehatan. (mpa/ian/ang/mit/mer)

Perlu Dukungan Finansial

INDONESIA AIDS Coalition (IAC) mendorong Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) di Bali untuk mengambil ancang-ancang melakukan pendekatan kemitraan dengan pemerintah agar bisa mengakses dana Swakelola Tipe 3 yang menjadi peluang bagus dari sisi anggaran melalui keikutsertaan Musrenbang 2023.

IAC menyediakan dukungan finansial dan menempatkan 1 orang tenaga teknis atau technical officer (TO) di 6 kota prioritas di Indonesia, termasuk di Denpasar yang tupoksinya mempercepat terwujudnya kemitraan OMS dengan Pemerintah Kota (Pemkot) Denpasar dalam berbagai program pembangunan.

Satu tahun yang lalu pemerintah mengubah Peraturan Presiden (Perpres) No 16/2018 menjadi Perpres No 12/2021 tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah (PBJ).

Perpres tersebut kemudian dibuat turunannya oleh lembaga pengadaan barang dan jasa pemerintah (LKPP) dengan peraturan LKPP No 3/2021 yang memberikan ruang bagi OMS terlibat dalam proses pembangunan dengan memperbolehkan menggunakan dana pemerintah melalui skema Swakelola Tipe 3.

Selama kurun waktu, sejumlah OMS di Denpasar, Bali beroperasi dari funding atau pendaan pihak asing, seperti beberapa OMS/Yayasan/Lembaga yang bergerak dalam program penanggulangan AIDS.

Di tingkat akar rumput banyak organisasi masyarakat sipil bekerja dengan mengandalkan bantuan donasi dana asing.

Pendanaan domesitik dari APBD belum begitu signifikan jika dibandingkan dengan besaran masalah yang timbul.

Hal inilah yang menjadi pokok pembahasan dalam media gathering yang diselenggarakan oleh IAC dengan menghadirkan narasumber berkompeten dari Bappeda, Dinas Kesehatan, KPA Kota Denpasar, Lembaga peserta seperti YGD, YSP, FPA Bali, IAC dan sejumlah jurnalis melalui diskusi di Artotel Sanur Denpasar, Kamis 1 Desember 2022.

“Alasan yang sering dikemukan adalah kemampuan keuangan daerah untuk program HIV/AIDS sangat terbatas karena terserap oleh program prioritas lainnya. Kalaupun tersedia dana domestik, tapi OMS tidak bisa mengaksesnya karena terbentur belum adanya peraturan yang memberi ruang pelibatan OMS dalam pembangunan, termasuk dalam program HIV/AIDS,” papar Perwakilan Pihak IAC yang juga selaku fasilitator media gathering, Made Suprapta.

“Situasi ini berlangsung bertahun-tahun, meskipun diketahui bahwa kontribusi OMS dalam pengentasan HIV/AIDS sangat signifikan. Hal ini sangat dipahami pemerintah tingkat pusat,” sambungnya.

Ketua Yayasan Spirit Paramacitta, Putu Utami menyampaikan, pendanaan program penanggulangan HIV/AIDS di Bali di awal penemuan kasusnya pada 1987 sampai sekitar tahun 2013 hampir 95 persen didanai oleh donor asing seperti USAID dan AusAID melalui skema G to G.

Setelah tahun 2013 pendanaan donor asing secara nasional hanya menyisakan dukungan dari The Global Fund, membiayai kombinasi pencegahan AIDS, Tuberkulosis dan Malaria yang sering disingkat GFATM.

“Dana donator luar negeri menurun, pemerintah sudah seharusnya terdorong mengambil alih beban pendanaan tersebut sebab masalah HIV/AIDS sampai saat ini belum bisa dikatakan tuntas apalagi target eliminasi 95-95-95 ditetapkan tahun 2030 sudah begitu dekat,” jelasnya.

Perwakilan Bappeda Kota Denpasar, AA Mahendra menyebut, dalam perkembangannya, proses pendanaan skema Swakelola Tipe 3 yang tengah bergulir di Pemkot Denpasar untuk anggaran tahun 2023.

“Sudah melibatkan dua OMS yaitu Yayasan Gaya Dewata (YGD) dan Yayasan Spirit Paramacitta (YSP) yang siap mengikuti siklus Musrenbang tahun 2023 untuk penganggaran kegiatan tahun 2024. Swakelola ini dibuka untuk Ormas yang punya kepentingan, ada pintu masuk untuk respons peraturan ini, bukan hanya HIV, namun Ormas lain sesuai persyaratan,” jelas Mahendra.

Perwakilan Dinas Kesehatan Kota Denpasar, AA Gede Dharmayudha optimistis anggaran tersebut dapat terserap dengan baik, salah satunya untuk kegiatan-kegiatan OMS dalam kaitannya untuk menurunkan risiko HIV/AIDS dan mengapus stigma serta diskriminasi di masyarakat.

Sebab, kata dia dengan menekan stigma dan diksriminasi bisa mempercepat pengobatan orang-orang dengan HIV/AIDS untuk pulih dan bisa beraktivitas normal di tengah-tengah masyarakat.

“Dana serapan anggaran, 60 persen untuk operasional, kalau bicara kegiatan sangat banyak kegiatan, jadi melalui dana Swakelola tipe 3 ini dana pemerintah bisa diakses OMS dengan mengajukan proposal masuk ke agenda Musrenbang diproses diterima sebagai program pemerintah dan OSM menjadi eksekutornya,” kata Gede Dharmayudha. (ian)

Kumpulan Artikel Bali

Berita Terkini