Berita Jembrana

Masyarakat Diminta Waspadai Demam Berdarah, DBD di Jembrana Tembus 424 Kasus dalam 10 Bulan

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

ILUSTRASI: Masyarakat Diminta Waspadai Demam Berdarah, DBD di Jembrana Tembus 424 Kasus dalam 10 Bulan

Salah satunya perubahan iklim yang ekstrem tahun ini, terutama dengan adanya fenomena El Nino dan siklon di selatan Indonesia. 

Baca juga: Kasus DBD di Denpasar hingga Agustus 2023 Capai 1.278, Meningkat Hampir 2 Kali Lipat


"Kemudian dipengaruhi dengan adanya siklus lima tahunan yang terjadi rutin dalam beberapa dekade ini. Jadi harus diwaspadai dan diantisipasi tentunya," ungkapnya. 


Dia menjelaskan, perubahan iklim ekstrem yang terjadi saat ini cenderung menyebabkan laju percepatan kembang biak nyamuk Aedes Aegypti semakin masif.

Jika dulunya nyamuk berkembang biak dalam waktu beberapa pekan, kini kurang dari 10 hari sudah menjadi nyamuk dewasa. 

Baca juga: Buleleng Kasus DBD Tertinggi di Bali, 10 Juta Nyamuk Wolbachia Akan Dilepas


"Sehingga proses kembangbiaknya lebih cepat dari normal. Ini menjadi salah satu penyebab (meningkatnya kasus)," ungkapnya. 


Selain itu, kata dia, penyebab tingginya kasus demam berdarah saat ini adalah tingginya mobiltas penduduk pascapandemi.

Ini sangat mempengaruhi laju migrasi virus dari satu daerah ke daerah lain.

Misalnya ketika seseorang terjangkit virus DBD di suatu wilayah kemudian pindah ke wilayah lainnya dan digigit nyamuk akan menyebabkan penyebaran kasus.


"Nyamuk yang menggigit warga terinfeksi DBD ini kemudian menggigit yang belum terinfeksi. Sehingga mobilitas ini juga sangat berpengaruh terhadap melonjaknya kasus tahun ini," ungkapnya.


"Mari kita lakukan PSN secara rutin di rumah dan lingkungan masing-masing. Sebaiknya minimalisir adanya genangan air baik dari tempat penampungan lama dan sampah plastik," tandasnya. (*)

 

 

Berita lainnya di Demam Berdarah Dengue
 
 
 
 


Berita Terkini