Sampah di Bali

DEMO Pengendara Puluhan Motor Pengangkut Sampah, Parkir Berjejer di Depan Kantor Gubernur

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

MINTA SOLUSI - Puluhan motor pengangkut sampah terlihat berjejer di depan Kantor Gubernur Bali, Senin (4/8). Pengendara motor tersebut meminta solusi untuk penanganan sampah.

TRIBUN-BALI.COM - Puluhan motor pengangkut sampah tampak berjejer di depan Kantor Gubernur Bali, Senin (4/8). Motor pengangkut sampah sengaja diparkir di depan Kantor Gubernur Bali oleh pengendaranya. 

Hal ini sebagai bentuk aksi protes ditolak membuang sampah di TPA Suwung. Saat dijejerkan, puluhan motor pengangkut sampah tersebut masih berisikan sampah-sampah organik dan non organik. Puluhan motor pengangkut sampah tersebut berasal dari Jayagiri, Sumerta, Tainsiat dan Ayani.

Para petugas pengangkut sampah itu berkumpul untuk meminta solusi. Karena sejak 1 Agustus 2025, mereka tidak diperbolehkan membuang sampah ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Regional Sarbagita Suwung, Kota Denpasar.

Motor-motor tersebut sudah dijejer sejak pukul 10.00 Wita. Dan hingga pukul 12.00 Wita motor pengangkut sampah terus berdatangan. Akhirnya puluhan motor pengangkut sampah ini ditinggal berjejer tanpa pengendara. 

Seorang petugas, Wayan Sanu mengatakan, mereka melakukan aksi spontanitas untuk minta solusi. Karena motor pengangkut sampah pengangkut sampah tidak diijinkan masuk membuang sampah TPA Suwung. “Kami bukan demo, tapi minta solusi. Ke mana kami harus buang sampah?,” kata dia. 

Baca juga: Bupati Badung Ragukan Efektivitas Incenerator Atasi Sampah, Tunda Anggaran Pembelian

Baca juga: Kejari Buleleng Selidiki Laporan Dugaan Korupsi di Desa Sudaji

Menurutnya, para petugas pengangkut sampah ini dari dua desa. Yakni Depo dan Batuyang, Denpasar. Ia membandingkan dengan truk swakelola yang bisa buang sampah ke TPA. Namun, mengapa Mocin alias Motor China tidak bisa membuang sampah ke TPA Suwung. Menurutnya, ini tidak adil.

“Kami kok tidak bisa? Masak sampah masyarakat diperketat, sedangkan sampah negara dipelihara. Kami sebenarnya membantu pemerintah, tetapi kenapa kami dipersulit,” imbuhnya. 

Pengendara lainnya, I Wayan Suka Merta mengaku kecewa karena Mocin pengangkut sampah organik tidak bisa masuk ke TPA Suwung. Padahal, sampah yang dibawanya sudah dipilah dari sampah anorganik. “Kami datang ke sini untuk mencari solusi, ke mana kami harus membawa sampah masyarakat yang kami angkut ini?” kata Suka Merta.

Pengelola sampah di Kota Denpasar kebingungan membuang sampah organik setelah TPA Suwung tidak lagi menerima kiriman sampah organik mulai 1 Agustus 2025. Warga kebingungan membawa sampah organik mereka karena tidak memiliki lahan untuk teba di rumah masing-masing.

Koordinator Aksi Widana mengatakan, hal ini dilakukan untuk kejelasan di mana membuang sampah organik dari masyarakat. Sementara itu, di satu sisi Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) hanya mengambil sampah berserakan di seputaran Jalan Hayam Wuruk. 

“Kok di sana saja diambil, padahal sampah organik dan anorganik di sana. Sedangkan di jalan-jalan yang lain nggak diambil DLHK. Sedangkan kita membuang sampah di Depo Yangbatu disuruh memilah plastik saja, sampah lain dibawa ke mana?” tanya, Widana. 

“Sementara ini diberitahu untuk mediasi tanggal berapa biar tidak mengganggu seperti ini baunya. Mediasi dengan Bapak Kepala DLHK Provinsi Bali. Dicarikan waktu kapan dan perwakilan 3-4 orang biar ada jawaban. Kalau sekarang ini karena spontanitas teman-teman ke sini karena tidak bisa buang (sampah),” imbuhnya. 

Widana mengaku pembuangan sampah organik ini telah ditolak oleh Depo Yangbatu dan Kreneng sejak 31 Juli 2025 lalu. “Minimal ada mediasi bertemu dengan bapak. Saya tidak buang ke TPA Suwung, cuma di Depo Yangbatu dan Kreneng. Karena tidak menerima organik di satu sisi jangankan mocin, truk-truk yang membawa sampah organik disuruh balik ke rumah masing-masing,” ujarnya. 

Setelah melakukan aksi ini, puluhan pengemudi pengangkut sampah ini akan mediasi dengan Kepala DLHK Provinsi Bali, I Made Rentin. Setelah mendapatkan informasi akan dilakukan mediasi, puluhan motor pengangkut sampah ini pun dikembalikan. Saat konfirmasi, Rentin belum memberikan keterangan terkait aksi sopir motor pengangkut sampah ini. Beberapa kali dihubungi Rentin tak menjawab.

Sebelumnya, menanggapi beredarnya video viral terkait dugaan dibukanya kembali TPA Regional Suwung untuk menerima sampah organik, Rentin dengan tegas membantah informasi tersebut. “Tidak benar bahwa TPA Suwung dibuka kembali untuk sampah organik. TPA Suwung memang tutup, tetapi hanya untuk jenis sampah organik. Sampah anorganik dan residu tetap bisa masuk sesuai ketentuan,” tegas Made Rentin dalam keterangannya di Denpasar, Jumat (1/8).

Penutupan TPA Suwung untuk sampah organik ini, jelas Rentin, merupakan implementasi dari Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Nomor 921 Tahun 2025 tentang Penghentian Pengelolaan Sampah dengan Metode Open Dumping, yang harus dihentikan paling lambat 180 hari sejak diterbitkan pada 23 Mei 2025. 

Sebagai tindak lanjut, Pemerintah Provinsi Bali telah mengeluarkan Surat Gubernur Bali Nomor B.24.600.4/3664/PSLB3PKLH/DKLH tertanggal 23 Juli 2025, yang menyatakan bahwa mulai 1 Agustus 2025, TPA Regional Suwung hanya menerima sampah anorganik dan residu. Sementara sampah organik wajib dikelola langsung dari sumbernya, baik di rumah tangga maupun di tingkat desa.

“Pemerintah telah mensosialisasikan kebijakan ini secara intensif sejak dua bulan lalu melalui Duta PSBS dan tim PSP PSBS kepada seluruh desa dan bendesa adat. Namun, kami akui masih terjadi miskomunikasi di lapangan, terutama antara pemerintah desa dan pihak swakelola sampah,” ujarnya.

Akibat belum tersampaikannya informasi secara utuh, beberapa truk pengangkut sampah masih membawa muatan campuran, termasuk sampah organik, sehingga terjadi antrean di pintu masuk TPA dan gangguan lalu lintas di sekitarnya.

“Sebagai bentuk toleransi di hari pertama penerapan kebijakan, kami memberikan kelonggaran bagi truk yang membawa maksimal 70 persen muatan untuk tetap masuk. Namun, semua pihak telah menandatangani kesepakatan bahwa mulai besok (nya) aturan akan dipatuhi sepenuhnya,” jelas Rentin.
Rentin kembali menegaskan kebijakan ini tidak berubah: mulai 1 Agustus 2025, TPA Suwung tidak menerima sampah organik. Hanya sampah anorganik dan residu yang diizinkan masuk. 

Ia pun mengimbau kepada para kepala desa, lurah, dan bendesa adat untuk terus menginformasikan serta menyosialisasikan kebijakan ini kepada masyarakat. Rentin mendorong penerapan sistem pengelolaan sampah berbasis sumber melalui teknologi pengolahan seperti Teba Modern dan inovasi lainnya agar transisi ini berjalan lancar. “Ini adalah bagian dari komitmen kita bersama untuk menjaga lingkungan Bali yang bersih, sehat, dan Lestari,” pungkasnya.

Sementara itu Koordinator Pokja PSP PSBS, Dr. Luh Riniti Rahayu menjelaskan pemberlakuan Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup tersebut. Menurutnya keputusan tersebut wajib dilaksanakan dan ditindaklanjuti oleh pemerintah daerah. 

“Jika dalam waktu 180 hari tidak dihentikan open dumping-nya ancaman pidana menanti. Khan sangat tidak bijak gara-gara pemerintah tidak menjalankan SK menteri itu dan memberikan kemudahan membuang sampah lalu pejabat DKLH menjadi tersangka,” katanya. 

Ia menjelaskan Pergub Bali No 47 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber sudah 6 tahun berlaku. Sudah waktunya tegas agar masyarakat patuh dan sadar mengenai pengelolaan sampah demi kebaikan Bali. Ia menyampaikan jika tidak sekarang, sampai kapan lagi memberikan waktu untuk masyarakat Bali agar siap mengelola sampahnya sendiri. 
Gianyar Tak Berdampak

Penutupan TPA Suwung tidak berdampak dengan penanganan sampah di Kabupaten Gianyar. Hal tersebut dikarenakan selama ini Gianyar tidak membuang sampah ke TPA Suwung. Hal ini, karena Gianyar telah memiliki TPA Temesi dan puluhan TPS3R (Tempat Pengolahan Sampah Reduce, Reuse, Recycle) yang tersebar di masing-masing desa. 

Berdasarkan data Pemkab Gianyar, diketahui pada Juli 2025, data timbulan sampah di Kabupaten Gianyar sekitar 539,9 ton per hari. Sampah tersebut berasal dari sampah rumah tangga dan sejenisnya. Dari volume tersebut terdiri dari sampah perkotaan 239,58 ton per hari, sampah pedesaan 299,32 ton per hari, dan 0,50 ton per hari berupa limbah bahan berbahaya dan beracun (B3).

Dari total tersebut, sampah yang berhasil diolah dari sumber sebanyak 73,9 ton per hari. Sedangkan sampah perkotaan dan desa yang belum memiliki TPS3R masih membawa sampah atau residu sampah ke TPA Temesi rata-rata sebanyak 466 ton per hari.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Gianyar, Ni Made Mirnawati mengatakan, selama ini Gianyar memang tidak pernah membawa sampah ke TPA Suwung. Hal tersebut atas berbagai pertimbangan, salah satunya adalah efisiensi anggaran bahan bakar minyak (BBM).

“TPA Suwung adalah TPA Regional, yang digunakan oleh Sarbagita. Namun selama ini, Kabupaten Gianyar tidak mengirim sampah ke TPA Suwung, dengan pertimbangan Gianyar sudah memiliki TPA dan efesiensi anggaran BBM serta waktu pengiriman sampah ke Suwung,” ujarnya, Senin (4/8).

Karena hal tersebut, Mirna menilai, penutupan TPA Suwung tidak berpengaruh pada kondisi sampah di Gianyar. Meski demikian, pihaknya meminta agar masyarakat mengurangi penggunaan sampah sekali pakai untuk mengantisipasi TPA Temesi overload. Pihaknya juga terus mendorong agar TPS3R yang ada di setiap desa, bisa berjalan efektif untuk mengurangi volume sampah yang dibuang ke TPA Temesi. (sar/weg)
Badung Tunda Pembelian Incinerator

Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Badung meragukan kemampuan incinerator dalam menyelesaikan persoalan sampah di wilayahnya. Hingga kini, pengelolaan sampah dengan alat pembakar tersebut dinilai belum memberikan hasil signifikan. Incinerator merupakan alat yang digunakan untuk membakar sampah atau limbah, terutama limbah padat, dengan tujuan mengurangi volume dan memusnahkan material berbahaya. Hal itu dari proses pengolahan sampah di Samtaku Jimbaran dan Mengwitani. Pengolahan sampah di dua tempat tersebut belum bisa dengan skala besar. 

Berkaca dari itu, Bupati Badung I Wayan Adi Arnawa belum menyetujui pengadaan insinerator pada APBD Induk Tahun Anggaran (TA) 2025. Pihaknya mengaku masih memilah-milah alat pengolahan sampah yang benar-benar menyelesaikan masalah.

“Terkait anggaran di induk 2025 ada pengadaan incenerator, sampai saat ini kita tidak saya klik, karena saya ragu alat ini benar tidak bisa mengatasi sampah. Karena saya tidak mau sekadar membuat proyek saja, tetapi saya pastikan dulu itu alat bisa menyelesaikan masalah. Maka saya terus lihat dulu, kalau memang belum pas buat apa pengadaan alat itu,” ujar Adi Arnawa, Senin (4/8).

Adi Arnawa mencontohkan beberapa lokasi yang telah menggunakan incinerator seperti Mengwitani dan Samtaku Jimbaran, namun belum menunjukkan hasil maksimal. Situasi ini menurutnya menunjukkan perlunya evaluasi menyeluruh terhadap strategi pengelolaan sampah di Badung. “Ya, salah satunya Mengwitani dan Samtaku yang menggunakan alat itu belum berhasil maksimal mengatasi sampah, sehingga pengelolaan sampah perlu dievaluasi lagi,” tambahnya.

Adi Arnawa juga tidak memungkiri adanya sejumlah wilayah di Badung, salah satunya Kecamatan Kuta, belum memiliki Tempat Pengolahan Sampah Reduce, Reuse, Recycle (TPS3R). Saat ini, hanya Seminyak dan Kedonganan yang telah membangun fasilitas tersebut. Di luar itu, kata Adi Arnawa, pengelolaan sampah masih belum jelas arahnya.

“Kita ini harus akui secara jujur pemetaan. Setelah saya evaluasi, ternyata wilayah yang hingga kini belum bisa membangun TPS3R, seperti di Kecamatan Kuta, yang baru bisa membangun adalah Seminyak dan Kedonganan. Di luar itu tidak ada. Tetapi sampah di luar itu ada, ke mana sampah ini sekarang?” ungkapnya.

Adi Arnawa menyampaikan, pihaknya telah memanggil Pelaksana tugas (Plt) Kepala DLHK beserta Sekretaris untuk melakukan evaluasi menyeluruh. Ia pun menyiapkan solusi jangka pendek, yakni memanfaatkan lahan seluas 32 are di kawasan belakang Kuburan Cina, Tuban, Kecamatan Kuta untuk pembangunan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST). “Jadi, berharap sampah dari masyarakat langsung diangkut ke sana sebelum adanya pengelolaan sampah yang lebih representative,” katanya.

Di tengah tawaran berbagai teknologi pengolahan sampah, Adi Arnawa menegaskan pentingnya uji coba terlebih dahulu. Menurutnya, tidak boleh langsung percaya dengan teknologi yang diklaim bisa menyulap sampah hilang begitu saja.

“Banyak yang menawarkan teknologi ke sana. Menawarkan ini, menawarkan itu, bimbim salabim langsung hilang. Silakan trial dulu, buktikan dulu. Kalau itu teknologi benar bisa mengatasi sampah, saya akan replikasi, diterapkan ke seluruh wilayah,” tegasnya.

Sebagai bentuk keseriusan, Bupati juga menyatakan akan melakukan pemantauan langsung ke desa-desa untuk mengecek keberfungsian TPS3R secara operasional. “Saya akan melakukan pemantauan di desa-desa, apakah TPS3R jalan atau tidak. Jangan sampai, nama saja TPS3R tetapi secara operasional tidak jalan,” tegasnya. (gus)

 

Berita Terkini