Sampah di Bali

Suwirta Ungkap Pernah Setiap Hari Naik Truk Sampah, 87 Persen Warga Klungkung Taat Pilah Sampah

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Anggota DPRD Bali Nyoman Suwirta sedang melakukan pemilahan sampah di rumahnya di Kamasan, Klungkung, Rabu 6 Agustus 2025.

TRIBUN-BALI.COM, KLUNGKUNG - Pasca larangan membuang sampah organik ke TPA Suwung, permasalahan sampah di Bali kian pelik.

Ditambah masyarakat di Bali belum terbiasa dalam memilah sampah secara mandiri di rumah tangga, semakin membuat persoalan sampah menjadi polemik.

Anggota Komisi IV DPRD Bali yang juga mantan Bupati Klungkung 2 periode I Nyoman Suwirta, ikut menyampaikan pendapat dan pengalamannya dalam upaya menuntaskan masalah sampah.

Menurutnya permasalahan sampah di Bali tidak akan pernah selesai jika hanya dibicarakan tanpa eksekusi nyata.

Ia tidak memungkiri pengelolaan sampah yang hingga kini masih menjadi tantangan besar di Bali.

Suwirta yang dinilai cukup gencar mengatasi mengatasi masalah sampah saat menjadi Bupati Klungkung menceritakan pengalamannya.

Baca juga: Viral Video Bule Soal Sampah Diduga di Ubud, Ini Klarifikasi Pemkab Gianyar

Hingga Klungkung sempat beberapa kali mendapatkan bantuan Dana Insentif Daerah (DID) dari upaya mengatasi permasalahan sampah.

Mengawali karier sebagai Bupati Klungkung pada 2013, Suwirta mengisahkan, setiap hari dirinya harus berhadapan dengan masalah TPA Sente yang sering terbakar.

Dari sanalah ia mulai serius memikirkan solusi jangka panjang terhadap sampah.

Baca juga: Polemik Penutupan TPA Suwung, Sampah Campuran Organik dan Anorganik Datang: Kije Abe?

“Segala sesuatu harus melalui proses. Awalnya saya coba berbagai cara, seperti ecobrick, tapi hasilnya tidak maksimal,” ujar Suwirta saat ditemui di kediamannya, Rabu (6/8/2025).

Solusi mulai tampak saat ia bertemu dengan tim dari STT PLN yang memperkenalkan konsep listrik kerakyatan, mengubah sampah menjadi briket bahan bakar untuk genset.

Ia pun bekerja sama dengan Indonesia Power untuk mewujudkan konversi sampah menjadi energi terbarukan.

Namun, upaya tersebut terhenti di tengah jalan karena produksi briket tidak terserap sesuai harapan.

“Banyak kami memproduksi briket, setengah jalan katanya briket ini mau dibeli, tapi ini tidak jalan,” jelas Suwirta.

Tak menyerah, Suwirta lalu mengembangkan konsep pengolahan sampah organik menjadi kompos Osaki.

Halaman
123

Berita Terkini