TRIBUN-BALI.COM - Kabupaten Karangasem menjadi satu diantara 42 daerah di Indonesia, yang melaporkan KLB (kejadian luar biasa) Campak.
Penanganan cepat telah dilakukan Dinas Kesehatan, untuk mencegah penyakit yang disebabkan oleh virus rubeola tersebut mewabah di Karangasem.
Kepala Dinas Kesehatan Karangasem dr. I Gusti Bagus Putra Pertama mengatakan, ditemukan 33 kasus Campak di Karangasem. Tersebar di wilayah Kelurahan Subagan, Kelurahan Karangasem dan Desa Bungaya Kangin.
Baca juga: TRUK Terguling di Kaliasem Buleleng, Gegara As Pendek Patah, Bermuatan Pupuk Kandang
Baca juga: TABRAK Lari Aipda Sudi Hingga Tewas, Polisi Kejar Pelaku dan Telusuri Kamera CCTV di Radius 13 Km
Dari jumlah itu, ada dua daerah yang ditetapkan KLB (kejadian luar biasa), yakni di wilayah Kecicang Islam, Desa Bungaya Kangin dengan jumlah 25 kasus dan 8 kasus positif.
Kemudian status KLB juga ditetapkan di Lingkungan Karangsokong dengan 16 kasus, dan 7 kasus positif. Anak yang terinfeksi Campak di Karangasem, berusia antara 0-10 tahun. Pasca temuan kejadian ini, Dinas Kesehatan melakukan investigasi epidemologi dengan cepat.
"Tim surveilans Dinas Kesehatan dan puskesmas segera turun ke lapangan. Melakukan pendataan kasus, pelacakan kontak, dan pemetaan wilayah terdampak. Kejadian di Karangasem di Bungaya Kangin," ungkapnya, Selasa (26/8/2025).
Dinas Kesehatan Karangasem langsumg merespon KLB Campak ini, dengan Outbreak Response Immunization (ORI). Sementara secara umum cakupan imunasi Campak di Kabupaten Karangasem masih 55,5 persen, dari target 95 persen.
"Imunisasi tambahan diberikan kepada anak-anak dan kelompok rentan di sekitar lokasi kasus. Dilakukan untuk mencegah penularan lebih lanjut," ungkap dr. I Gusti Bagus Putra Pertama.
Selain itu monitoring kasus baru dilakukan ketat setiap hari. Bagi pasien mendapat pengobatan sesuai SOP. Sementara kasus dengan gejala berat dirujuk ke fasilitas kesehatan lanjutan.
Termasuk dilakukan penyuluhan ke masyarakat tentang gejala campak, dan pentingnya segera berobat. Terutama pentingnya imunisasi lengkap sesuai jadwal, melibatkan sekolah, desa, dan tokoh masyarakat dalam penyebaran informasi.
"Laporan perkembangan KLB Campak disampaikan secara berkala ke Dinas Kesehatan Provinsi Bali dan Kemenkes RI, saat ini kasusnya sudah mulai menurun," ungkapnya.
Dokter I Gusti Bagus Putra Pertama menambahkan, gejala Campak mencakup demam tinggi yang biasanya mendadak dan berlangsung 4–7 hari disertai batuk, pilek, dan mata merah/berair (konjungtivis), Bercak Koplik (bintik putih keabu-abuan di dalam mulut, khas campak).
Ditemukan ruam kemerahan (rash) muncul 3–5 hari setelah demam, mulai dari wajah lalu menyebar ke seluruh tubuh. "Gejala umum lain, seperti badan lemah, tidak nafsu makan," jelasnya.
Seperti penyakit yang disebabkan virus, pada umumnya belum ada obat khusus untuk membunuh virus campak. Pengobatan yang diberikan bersifat suportif, seperti istirahat yang cukup, pemberian cairan yang cukup untuk mencegah dehidrasi, obat penurun panas (antipiretik) bila demam tinggi, vitamin A sesuai dosis anjuran, untuk mempercepat pemulihan dan mencegah komplikasi, serta obat simtomatik (misalnya obat batuk/pilek sesuai kebutuhan).
"Rujukan ke RS bila muncul komplikasi seperti pneumonia, diare berat, kejang, atau tanda dehidrasi," jelas dr. I Gusti Bagus Putra Pertama. (mit)