Human Interest Story
Menganyam Harapan di Balik Bambu Kukusan: Kisah Jatiasih, Si Guru Masa Depan dari Bangli
i Desa Kubu, Bangli, matahari pagi selalu menyambut Ni Made Jatiasih dengan aroma khas bau asap kayu bakar
Penulis: Adrian Amurwonegoro | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
"Memang niat membantu, supaya ibu cepat kerjanya, untuk biaya sekolah saya."imbuh dia
Bantuan Jati tak berhenti di anyaman. Sebelum bergegas ke sekolah, atau sepulang berjalan kaki 30 menit dari sekolahnya, ia mencari kayu bakar di pangkung (lereng jurang) untuk memasak.
Mencuci piring, menyapu, semua dikerjakan tanpa keluhan.
Sambil menganyam, Jati belajar mengatur Rp 10.000 bekalnya yang hanya cukup untuk nasi dan air putih.
Sarapan sering kali didapatkan dari program Makanan Bergizi gratis di sekolah, karena di rumah, waktu tak memungkinkan.
"Ingin Membanggakan Orang Tua," ucap Jati mengungkapkan asanya.
Meskipun biaya serba terbatas dan pernah mengalami keterlambatan bayar, semua kelengkapan sekolah terpenuhi berkat bantuan PIP (Program Indonesia Pintar).
Jati yang menggemari pelajaran Bahasa Indonesia dan PPKN ini pun tetap semangat mengejar mimpinya.
"Pelajaran paling saya suka Bahasa Indonesia dan PPKN," katanya.
Saat ditanya tentang cita-cita, mata Jati berbinar. Ia hanya ingin berada di depan kelas, di balik meja guru, menjadi pahlawan tanpa tanda jasa.
"Saya cita-cita ingin menjadi guru. Ingin membanggakan orang tua, ingin berbagi ilmu," ungkapnya penuh tekad.
Impiannya itu lahir dari kekagumannya melihat cara para guru di sekolah membimbing dan membina.
Ia bahkan ingin melanjutkan ke SMK 4 untuk belajar tari.
Di tengah keterbatasan, sekolah adalah satu-satunya pelabuhan harapan Jati.
Guru BK-nya, Ni Wayan Sri Darmayanti, S.Pd, menyebut bahwa Jati adalah mutiara di sekolah.

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.