bisnis
BISNIS UMKM Lesu, Indeks Bisnis Melemah, Dampak Daya Beli Rendah & Sulitnya Akses Pembiayaan!
Hal ini dipengaruhi normalisasi daya beli masyarakat yang masih lesu dan permintaan pasca Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) juga libur sekolah.
TRIBUN-BALI.COM - Bisnis skala usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) masih tak bergairah. Asosiasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Indonesia (Akumindo) menyoroti, daya beli yang masih lemah juga sulitnya akses pembiayaan UMKM menjadi penyebabnya.
Indeks Bisnis UMKM pada kuartal III-2025 yang dirilis BRI Research Institute mengungkap, Indeks Bisnis UMKM melemah ke 101,9 pada kuartal III-2025 dari kuartal sebelumnya 103,7.
Hal ini dipengaruhi oleh normalisasi daya beli masyarakat yang masih lesu dan permintaan pasca Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) juga libur sekolah.
Selain itu, naiknya harga barang input atau dagangan dan curah hujan yang tinggi di beberapa wilayah menyebabkan volume produksi/penjualan menurun, keuntungan usaha tergerus, dan ekspansi sektor pertambangan melambat.
Baca juga: PROYEK PSEL Ditanggapi Warga Pesanggaran, Wali Kota Denpasar Cek Calon Lokasi, Minta Sosialisasi!
Baca juga: SINDIR Investor Lagak Pemilik Pantai, Pemprov & DPRD Bali Bahas Ranperda Perlindungan Sempadan
“Persaingan yang semakin ketat dengan peritel modern dan online (perdagangan), kendaraan pribadi (motor) dan moda transportasi online (pengangkutan), serta cafe yang semakin menjamur (restoran/warung),” tambah tim survei BRI Research Institute dalam publikasinya, Selasa (11/11).
Sekretaris Jenderal Akumindo, Edy Misero membenarkan, daya beli lesu masih menghantui bisnis UMKM hingga saat ini. Masyarakat menurutnya cenderung memprioritaskan barang kebutuhan primer ketimbang sekunder dan tersier.
“Kalau bisa enggak mengeluarkan duit, ya, lebih pilih enggak,” terang Eddy, Senin (17/11). Selain itu, Eddy juga menyoroti sulitnya akses pembiayaan bagi para pelaku UMKM.
Kendati banyak inisiatif-inisiatif yang dilakukan pemerintah untuk menggenjot bisnis UMKM, Eddy melihat realisasinya masih menemui sejumlah hambatan.
Salah satunya ialah realita di lapangan akan akses kredit usaha rakyat (KUR) yang menurutnya masih tak sesuai dengan program yang dicanangkan.
Dia mencontohkan, masih banyak perbankan yang meminta jaminan kepada mereka yang mengajukan pembiayaan di bawah Rp 100 juta.
Padahal, jaminan tersebut baru berlaku bagi debitur yang mengajukan pinjaman di atas Rp 100 juta.
“Peraturannya ada, tetapi tidak mau dilaksanakan oleh pemerintah sendiri dalam hal ini Himbara misalnya, bank pemerintah,” keluhnya.
Dia pun menyerukan, sebaiknya akses pembiayaan UMKM ini dipermudah dan dilakukan sesuai aturan pemerintah. “Peraturannya sudah jelas, kenapa tidak diberlakukan? Berlakukanlah,” pintanya.
Dengan kondisi ini, Eddy melihat, bisnis UMKM yang mengandalkan barang-barang sekunder dan tersier cenderung paling tertekan. Para pelaku UMKM saat ini tengah dalam “surivival mode” atau mode bertahan.
Salah satu langkah yang dilakukan ialah dengan mendiversifikasi usaha dan platform pemasaran bisnisnya dengan beralih secara daring.
“Pelaku UMKM yang mau tetap bertahan harus masuk di era berdagang yang baru secara online. Itu strategi yang sudah menjadi keharusan bagi pelaku-pelaku UMKM,” katanya.
Meski begitu, hingga akhir tahun, Akumindo optimistis bisnis UMKM akan kembali bangkit. Terlebih, secara historis, momentum Hari Raya Natal dan penyambutan tahun baru kerap memantik gairah beli masyarakat. “Jadi pasti akan meningkat untuk akhir tahun ini,” pungkasnya optmistis. (kontan)
Realisasi KUR Tembus Rp 238 Triliun
Sementara itu, Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) hingga 15 November 2025 telah mencapai Rp 238 triliun, atau 83 persen dari target tahunan sebesar Rp 286 triliun.
Dari jumlah tersebut, sebanyak 2,25 juta debitur baru telah menerima KUR, mendekati target 2,34 juta debitur, atau setara 96 % .
Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Maman Abdurrahman menekankan capaian signifikan ini, terutama dari sisi debitur graduasi, yakni pelaku usaha mikro yang naik kelas menjadi usaha kecil.
“Target saya 1,2 juta debitur graduasi. Alhamdulillah, tahun ini tercapai sekitar 1,3 juta debitur, atau 112?ri target,” ujar Maman usai Rapat Koordinasi Komite Kebijakan KUR, Senin (17/11).
Dalam rapat yang dipimpin Menko Perekonomian, pemerintah juga mengevaluasi penyaluran KUR berdasarkan sektor usaha.
Porsi KUR ke sektor produksi tercatat mencapai 60,7?ri total penyaluran, angka tertinggi sejak program KUR digulirkan.
Menurut Maman, capaian ini penting untuk mendukung penyerapan tenaga kerja di sektor informal UMKM.
“Sejak 2020, porsi KUR ke sektor produksi tidak pernah menembus 60 % . Tahun ini alhamdulillah bisa terealisasi. Ini langkah penting untuk mendorong produktivitas dan transformasi UMKM,” katanya.
Ke depan, Kementerian UMKM mendapat penugasan tambahan untuk mempercepat transformasi pelaku usaha dari sektor informal ke formal.
Selain itu, pemerintah menetapkan target penyaluran KUR 2026 sebesar Rp 320 triliun, dengan minimal 65 % dialokasikan ke sektor produksi, sebagai upaya memperkuat basis ekonomi produktif nasional. (kontan)
| DISTAN Jamin Daging Babi Aman Dikonsumsi, BBPOM Denpasar Temukan 6 Produk Mengandung Formalin! |
|
|---|
| PLN Bali Fun Run, Hadirkan Akses Listrik untuk Masyarakat Prasejahtera! |
|
|---|
| INDUSTRI Keramik Kembali Pulih, Produksi Naik 16 Persen Jadi 392,7 Juta M², Disokong Pasar Domestik |
|
|---|
| ALIRAN Modal Asing Hengkang Rp 3,79 Triliun |
|
|---|
| ANTM dan BBRI Teratas, IHSG Terkoreksi Tipis 0,02 Persen |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/bali/foto/bank/originals/Dua-orang-ibu-membatik-di-sebuah-stand-peserta-pameran.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.