Gerhana Bulan 31 Januari 2018, Tilem Mecaling Menandakan Ada Penampakan Ini Saat Bulan Mati
Perbedaan tanggal kejadian purnama ini karena adanya perbedaan sistem perhitungan fase bulan antara kalender Saka Bali dan astronomi
Laporan Wartawan Tribun Bali, I Putu Supartika
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR- Purnama kedua di bulan Januari 2018 terjadi tanggal 31 Januari 2018 setelah sebelumnya tanggal 1 Januari 2018.
Baca: Link Live Streaming Super Blue Blood Moon Melalui Pantauan NASA & BMKG, Sudah Terlihat Perubahan!
Menurut Pengamat Geofisika Stasiun Geofisika Sanglah, I Putu Dedy Pratama, kejadian purnama kedua di bulan yang sama ini dikenal dengan istilah bluemoon.
Baca: 2 Purnama Dalam Satu Bulan? Ini Penyebabnya Dilihat dari Kalender Saka Bali
Baca: Gerhana Bulan Total Berwarna Kemerahan Malam Ini Tepat Pukul 20.51 Wita, Dikaitkan Kisah Kala Rau
"Jadi pada saat bluemoon nanti bulan tidak akan nampak biru namun tetap seperti purnama biasanya," kata Dedy.
Baca: BMKG Prediksi Terjadi 5 Kali Gerhana, Tanggal Ini Diyakini Pertemuan Bhatara Bayu dan Bhatara Wisnu
Bulan Februari, karena tidak ada bulan purnama disebut Blackmoon.
Tahun 2018, akan terjadi dua kali bluemoon yaitu pada bulan Januari dan Maret 2018 dengan kejadian purnama yang sama yaitu di tanggal 1 dan 31 secara kalender Bali atau tanggal 2 dan 31 secara astronomis.
Menurut Dedy, perbedaan tanggal kejadian purnama ini karena adanya perbedaan sistem perhitungan fase bulan antara kalender Saka Bali dan astronomi.
"Kalender Bali menggunakan sistem aritmatika sehingga memungkinkan adanya istilah tilem mecaling yang menandakan masih ada kenampakan bulan saat bulan mati," imbuh Dedy.
Baca: MERINDING, Warga Temukan Ni Nyoman Tutur Bersimbah Darah, Ternyata Pelakunya Wanita Ini
Dedy juga menambahkan, gerhana bulan total yang bertepatan dengan bluemoon pernah terjadi 152 tahun yang lalu.
Tepatnya tanggal 31 Maret 1866.
Namun fenomena ini menurutnya bukan siklus perulangan.
Setiap daerah mempunyai waktu kejadian gerhana yang berbeda-beda.
Untuk wilayah Denpasar, gerhana mulai pada pukul 18.49 Wita saat bulan sudah terbit dan hanya beselisih 2 menit dari terbenamnya matahari pada pukul 18.47 Wita.
Baca: Anaknya Tewas Usai Berhubungan Intim di Tabanan, Ibunda: Katanya Cinta Anak Saya, Kok Begitu
Dedy menambahkan, pada tanggal 31 Januari 2018 bulan terbit di Bali pada pukul 18.37 Wita dengan posisi di arah timur sedikit ke utara yaitu pada sudut azimuth 72 derajat terhadap utara.
Tahap keseluruhan gerhana adalah 5 jam 20 menit, namun durasi gerhana bulan totalnya selama 1 jam 17 menit untuk wilayah Denpasar.
"Puncak gerhana terjadi pada pukul 21.30 Wita, bersiaplah menanti 40 menit sebelum dan setelah pukul 21.30 Wita nantinya," imbuhnya.
Dalam rentang tahun 2000-2050 menurut Dedy, telah dan akan terjadi 113 gerhana bulan dimana sembilan di antaranya merupakan gerhana bulan total perige atau gerhana bulan total yang bersamaan dengan supermoon.
Gerhana bulan total yang terjadi saat supermoon sebelumnya terjadi pada 28 September 2015, yang bertepatan dengan berakhirnya gerhana bulan tetrad yaitu empat gerhana bulan total yang terjadi secara berturut-turut.
Gerhana bulan total dan supermoon berikutnya akan terjadi pada 8 Oktober 2033.
Timbulkan Teka-teki
Gerhana bulan (super blue blood moon) yang terjadi tanggal 31 Januari 2018 menimbulkan teka-teki bagi semua orang.
Apa maknanya?
Untuk mengupas hal itu, Tribun Bali pun tangkil (berkunjung) ke Ida Rsi Bhujangga Waisnawa Kertha Bhuana, di Gria Batur Giri Murti, Glogor, Denpasar, Bali.
Di sana diperoleh sedikit pencerahan tentang fenomena ini.
Menurut Ida Rsi, jika dilihat dari sasih yaitu sasih Kewulu (bulan ke delapan dalam perhitungan Bali) menurut sebagian orang bisa dianggap bencana sekaligus berkah.
Sasih kewulu bermula dari 17 januari 2018 dan berakhir tanggal 15 Februari 2018.
Sasih ini menurut Ida merupakan pertemuan antara Bhatara Bayu dan Bhatara Wisnu sehingga ada istilah hujan angin kepitu kewulu.
“Sasih Kewulu, walau dianggap bencana, tapi di lain pihak juga berkah,” kata Ida Rsi.
Hal ini menurut Ida berkaitan dengan pertemuan cuaca, yaitu di selatan panas, di utara dingin sehingga bergerak menuju ke Indonesia khususnya Bali sehingga terjadi fenomena angin seperti sekarang.
Sedangkan gerhana bulan total ini terjadi pada Purnama Kewulu dengan wukunya prangbakat, Batara Bhisma yang melingga.
Ida mengatakan, konon Oktober saat perang Bharata Yudha Rsi Bhisma meninggal.
Dan saat ini sedang mengadakan perjalanan menuju ke utara sampai sasih kesanga sehingga saat sasih kadasa diharapkan sudah bersih.
“Jika dilihat dari tahun China yaitu tahun ayam, sehingga memiliki makna suka bertengkar, suka berkelahi, dan bisa diadu serta bisa juga mengadukan dirinya sendiri seperti saat mencari makanan,” tutur Ida Rsi.
Gerhana ini biasanya sering diikuti oleh peristiwa-peristiwa aneh.
Saat terjadi hal itu, apabila sasihnya tidak baik, para leluhur akan melakukan caru pengalang sasih.
“Kita buatkan carun sasih,” uangkap Ida.
Caru berarti mengharmoniskan lingkungan, sedangkan sasih sama artinya dengan masa.
Sasih atau bulan berarti waktu lamanya bulan mengelilingi bumi yang umumnya adalah 29 seperempat hari.
Bumi mengelilingi matahari, dan bulan mengelilingi bumi akan berpengaruh besar terhadap kehidupan di bumi.
“Agar harmonis perlu sasih mendapat korban berupa caru, dimana pelaksanaannya menggunakan dewasa,” imbuhnya.
Selain itu, menurut Ida, Dewi Durga menciptakan penyakit selama setahun berdasarkan sasih yang ada.
Saat sasih kewulu Dewi Durga mengadakan gering mejer (berak berdarah), tuju rasa (penyakit tuju), dan sakit siksikan.
Hal ini dimaksudkan agar umat manusia selalu ingat dengan Tuhan dan Bhuta Kala.
“Berkaitan dengan Dharma Agama mari kita sikapi sebagai ajang instrospeksi diri. Biar Beliau hanya mengingatkan kita saja, dan seandainya ada bencana tidak menghancurkan, tapi mengingatkan,” kata Ida Rsi.
Beliau mengharapkan agar tetap eling, apa yang terjadi diserahkan semuanya kepada Tuhan.
Intinya yang utama yaitu mendekatkan diri kepada Tuhan, sehingga akan tercipta ketenangan dan keharmonisan.