Ketika Semuanya Hening Dan Tanpa Gerak, Inilah Hari Suci Nyepi di Bali

Kalau sempat berkunjung ke salah satu kota di Bali pada hari Raya Nyepi itu, Anda akan merasakan suasana yang lain dari biasa.

Editor: Eviera Paramita Sandi
Tribun Bali/ Rizal Fanany
Suasana di kawasan lapangan Puputan Badung, Denpasar, Bali 

TRIBUN-BALI.COM – Pada Hari Raya Nyepi 7 Maret 2019, selama 24 jam penuh, umat Hindu akan hidup dalam diam, hening, dan gelap.

Ada kegiatan apa di balik itu?

Kalau sempat berkunjung ke salah satu kota di Bali pada hari Raya Nyepi itu, Anda akan merasakan suasana yang lain dari biasa.

Jalanan kosong dan sepi. Gonggong anjing menjadi nyaring meski di siang bolong.

Udara segar nyaris tanpa asap yang biasa menyembur dari knalpot kendaraan bermotor.

Warung-warung, kedai-kedai, toko-toko, pasar swalayan, menutup pintunya rapat-rapat.

Bila malam tiba, Bali menjadi hitam.

Gelap gulita. Nyaris tidak ada sinar lampu setitik pun.

Seluruh pintu gerbang masuk ke pulau ditutup sejak tengah malam sebelumnya.

Pulau yang biasa dipadati manusia dari berbagai bangsa itu seperti pulau mati tak berpenghuni. Suasana magis terasa semakin pekat.

Mobil ambulans, kendaraan antar-jemput tamu hotel, dan kendaraan ABRI, termasuk kepolisian, dengan dispensasi khusus, hari itu boleh merdeka tanpa diganggu kemacetan.

Hanya kendaraan-kendaraan seperti itu yang diizinkan berjalan.

Termasuk wartawan yang mengantungi izin khusus.

Aturan memang berkata demikian. Selain pecalang, tidak ada umat lain yang dapat menyaksikan secara langsung lengang dan gelapnya Bali

Dengan berpakaian adat, pecalang yang ditunjuk oleh warga desa adat memang diberi tugas menjaga keamanan setiap sudut desa.

Halaman
1234
Sumber: Grid.ID
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved