Melarat di Pulau Surga
Hidup dari Hasil Membuat Canang, Pasutri Disabilitas di Seraya Timur Serba Kekurangan
Pasangan suami istri ini adalah penyandang disabilitas. Fisik yang terbatas membuat mereka hidup serba kekurangan
Penulis: Saiful Rohim | Editor: Irma Budiarti
TRIBUN-BALI.COM, AMLAPURA - Ni Nengah Genten dan Wayan Palit hanya menunduk saat ditemui di gubuknya di Banjar Tanah Barak, Desa Seraya Timur, Kecamatan Karangasem, Rabu (15/5/2019).
Pasangan suami istri ini adalah penyandang disabilitas.
Fisik yang terbatas membuat mereka hidup serba kekurangan.
Pasutri ini tinggal di gubuk kecil beratapkan bedeg dan berlantai tanah.
Palit buta sejak lahir.
Sedangkan Genten cacat di bagian kaki dan saat ini sedang hamil.
Karena keterbatasan fisik, Palit dan Genten tak bisa bekerja maksimal seperti orang biasa.
Baca: Rekrutmen CPNS 2019 Dibuka Oktober Mendatang, Bali Bakal Usul Formasi Guru Bahasa Bali & Agama Hindu
Baca: Pencairan THR PNS, Polri, TNI, dan Pensiunan Kemungkinan Tidak Tepat Waktu, Ini Penjelasannya
Saat ini Palit hanya mengandalkan penghasilan dari membuat sarana upacara seperti membuat ketupat, canang, dan sarana lainnya.
Mereka pindah dari Bangli ke kampung halamannya sejak lima bulan lalu.
Palit dan Genten sempat tinggal di rumah orangtuanya.
Bulan lalu, mereka pindah dan tinggal di gubuk berukuran sekitar 2x3 meter.
"Kami bertemu di Bangli. Sebelum kembali ke kampung halaman saya bekerja jadi tukang pijat di Bangli selama tiga tahun. Sejak lima bulan lalu saya berhenti jadi tukang pijat karena bos beralih usaha dan saya kembali ke Seraya," ujar Wayan Palit.
Ia tak bisa melanjutkan pekerjaannya sebagai tukang pijat karena sepi.
Baca: Terduga Pelaku Mutilasi di Pasar Diam Saat Anjing Pelacak Datang, Polisi Lalu Iseng Panggil Sugeng
Baca: 7 Upacara Hindu untuk Menghormati Lingkungan Hidup
Selain membuat sarana upacara, Palit juga memelihara ayam di sekitar gubuk untuk memenuhi kebutuhan.
"Sempat memelihara babi tetapi mati," kata Palit.