Pesta Kesenian Bali
Prof Dibia Kenalkan Konsep Ngunda Bayu, Teknik dan Pengolahan Tenaga Dalam Menari
Konsep Ngunda Bayu berupa pengaturan keluar masuk tenaga yang bisa diartikan sebagai pengaturan napas
Penulis: I Wayan Sui Suadnyana | Editor: Irma Budiarti
Prof Dibia Kenalkan Konsep Ngunda Bayu, Teknik dan Pengolahan Tenaga Dalam Menari
Laporan Wartawan Tribun Bali, I Wayan Sui Suadnyana
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Bagi kita sebagai masyarakat Indonesia, khususnya Bali, yang terkenal akan keanekaragaman seni dan budaya, maka sudah tak asing lagi melihat orang menari.
Menari sebenarnya sebagai sebuah aktivitas yang sangat menyenangkan dan menyehatkan, namun perlu diketahui bahwa hal ini hanya bisa dicapai apabila seorang penari bisa menikmati gerak yang dilakukannya saat menari.
Saat melakukan aktivitas menari, seringkali para penari merasakan kelelehan yang luar biasa karena terlalu banyak membuang-buang tenaga (ngutang bayu) sebagai akibat dari penggunaan tenaga yang tidak efisien.
Untuk menyiasati hal tersebut, Guru Besar Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar Prof Dr I Wayan Dibia, SST, MA mempunyai teknik dan pengolahan tenaga dalam melakukan aktivitas menari yang disebut dengan Ngunda Bayu.
Istilah Ngunda Bayu berasal dari ngunda yang artinya memindah-mindahkan dan bayu artinya tenaga, angin atau napas.
Dijelaskan olehnya, konsep Ngunda Bayu berupa pengaturan keluar masuk tenaga yang bisa diartikan sebagai pengaturan napas.
Selain itu juga melakukan pengaturan penempatan tenaga di anggota gerak tubuh atau mengatur besar kecilnya tenaga kepada gerakan.
Baca: Taklukkan Borneo FC U-16, Serdadu Tridatu Muda Raih 3 Poin, Babak Penyisihan Elite Pro Academy
Baca: FOTO Peserta Kids Fashion Show Competition Berlenggak-lenggok Pakai Gaun Daur Ulang
“Tiga ini yang menjadi prinsip dalam pengaturan tenaga Ngunda Bayu,” katanya saat ditemui usai melaksanakan workshop Ngunda Bayu dalam seni tari di Kalangan Ratna Kanda Taman Budaya (Art Center) Denpasar serangkaian pelaksanaan Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-41 tahun 2019, Minggu (16/6/2019).
Saat workshop itu, Prof Dibia juga mempersembahkan empat peragaan tari diantaranya Tari Topeng Keras, Tari Topenmg Tua, Tari Jauh ‘Bedahulu’, dan Tari Mapang Barong.
Bagi Prof Dibia, apabila seorang penari Bali bisa paham dengan teknik ngunda bayu tersebut, maka nantinya bisa menari dengan stamina prima dan bisa bertahan lama di atas panggung.
“Sebab jika tidak, kakinya akan goyang, tangannya lemas, dan lain-lain. Sehingga menari kadang kelelahan. Itu karena tidak paham teknik mengatur tenaganya,” jelasnya.
Prof Dibia menambahkan, konsep Ngunda Bayu ini begitu penting untuk diketahui penari muda karena saat ini mereka cenderung hanya menghafalkan gerakan olah fisik, tanpa memahami bagaimana dan dimana seharusnya mengeluarkan tenaga supaya agem tetap metaksu.
“Anak-anak sekarang menggelebag-glebag, menghabiskan tenaga yang tidak perlu. Kalau itu yang terjadi, kan tinggal nunggu saja kapan dia kolaps atau kelelahan di panggung,” jelas Prof Dibia.