EKSKLUSIF Tribun Bali

Kasus Jual ABG, Hukuman Dinilai Ringan tak Timbulkan Efek Jera

Kali ini si pemesannya adalah oknum pegawai negeri sipil (PNS) Staf Tata Usaha (TU) Sekolah Dasar (SD) di Jembrana, I Gede Suardika alias Dek Su (39).

Editor: Iman Suryanto
Kasus Jual ABG, Hukuman Dinilai Ringan tak Timbulkan Efek Jera - 20140630_110757.JPG.JPG
Tribun Bali/ Masnurul Hidayat
Oknum pegawai negeri sipil (PNS) Staf Tata Usaha (TU) Sekolah Dasar (SD) di Jembrana, I Gede Suardika alias Dek Su (39) yang diamankan petugas dalam kasus tersebut

Mereka sebatas mengetahui bahwa ada rasa nyaman ketika berhubungan seksual dan akan memiliki banyak uang apabila mau melakukannya.

Sedangkan oknum PNS berusia 39 tahun yang semestinya sebagai orang dewasa wajib melindungi anak di bawah umur.

"Semestinya oknum PNS harus menggunakan logikanya bahwa para gadis ini masih di bawah umur. Jadi tidak ada alasan pembenaran karena atas dasar suka sama suka atau karena ia (pelaku PNS) membayar gadis untuk berhubungan seksual. Ini sebenarnya termasuk kasus pedofilia loh," jelasnya.

Ia pun mencontohkan kasus yang lain, yaitu ketika ada razia para pekerja seks komersial (PSK) yang dilakukan Satpol PP maupun pihak kepolisian.

Kebanyakan mereka hanya mengungkapkan keberhasilannya menjaring para PSK di berbagai lokasi seperti prostitusi, klub dan lainnya.

Sementara para penikmatnya tidak pernah diungkapkan dan dipertontonkan saat para PSK ini dijaring.

"Mereka (para PSK) ini dikumpulkan dan menjalani pengadilan Tindak pidana ringan (Tipiring) di muka umum, media dan sebagainya, lalu membayar denda Rp 50 ribu. Tapi pernahkah aparat mengungkapkan keberhasilannya menjaring para pelaku penikmatnya di muka umum? Jika itu sering dilakukan, saya rasa kasus seperti ini tidak akan pernah terjadi," katanya lagi.

Dari contoh kasus di atas, perempuan berambut panjang ini mengartikan bahwa sebuah kasus human trafficking bisa saja terputus mata rantainya apabila hakim menjatuhkan vonis hukuman yang tepat bagi para pelaku penikmatnya.

Vonis hukuman yang tepat menurutnya adalah pidana penjara minimal 20 tahun dan maksimal seumur hidup.

Karena itulah ia bersama Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) sedang berjuang untuk merevisi UU Perlindungan Anak Pasal 82, dari yang semula hukuman pidana penjara 5 sampai 15 tahun menjadi minimal 15 tahun dan maksimal seumur hidup, melalui Anggota Dewan Provinsi Bali.

Perjuangan tersebut dilakukan karena Indonesia dalam keadaan darurat dengan kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur.

"Ini sudah menjadi pelanggaran HAM berat," pendeknya.

Selama revisi itu belum berjalan, ia berharap hakim supaya menggunakan hak luar biasanya dalam mengambil keputusan di pengadilan terhadap pelaku human trafficking tersebut.

Hak yang dimaksud adalah referensi putusan hakim terdahulu dalam memutuskan kasus serupa yang terjadi pada saat ini.

"Artinya hakim mempunyai hak untuk menjatuhkan vonis hukuman di atas maksimal pidana yang sudah diatur dalam peraturan perundangan. Dengan begitu, human trafficking tidak akan pernah terjadi lagi di Indonesia, khususnya Bali," tegasnya.

Sumber: Tribun Bali
Halaman 2/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved