EKSKLUSIF Tribun Bali

Kasus Jual ABG, Hukuman Dinilai Ringan tak Timbulkan Efek Jera

Kali ini si pemesannya adalah oknum pegawai negeri sipil (PNS) Staf Tata Usaha (TU) Sekolah Dasar (SD) di Jembrana, I Gede Suardika alias Dek Su (39).

Editor: Iman Suryanto
Kasus Jual ABG, Hukuman Dinilai Ringan tak Timbulkan Efek Jera - 20140630_110757.JPG.JPG
Tribun Bali/ Masnurul Hidayat
Oknum pegawai negeri sipil (PNS) Staf Tata Usaha (TU) Sekolah Dasar (SD) di Jembrana, I Gede Suardika alias Dek Su (39) yang diamankan petugas dalam kasus tersebut

Guru harus memperhatikan daftar presensi siswi yang diicurigai terlibat prostitusi.

Tidak ada salahnya juga sekolahan menyelenggarakan kegiatan hingga sore hari untuk menghindari para siswinya keluyuran.

Namun, jika tindak prostitusi itu dilakukan di luar jam sekolah maka itu sudah menjadi tanggung jawab orang tua masing-masing.

Ingin Hidup Mewah Jadi Pemicu

Sebagai Kepala Sub Psikologi Instalasi Rehabilitasi Medik (IRM) RSUP Sanglah, Retno IG Kusuma, melihat kasus human trafficking yang terjadi di Kabupaten Jembrana ini akibat hedonisme yang dianut oleh para gadis tersebut.

Hedonisme merupakan ajaran atau pandangan bahwa kesenangan atau kenikmatan merupakan tujuan hidup dan tindakan manusia.

Artinya, ketiga remaja yang masih berusia belasan tahun tersebut ingin bergaya hidup mewah dan glamor dengan menghalalkan segala cara.

Dalam kasus ini adalah menjual diri kepada oknum PNS.

"Mereka (para pelaku gadis di bawah umur) ingin mendapatkan uang secara instan dengan cara melupakan moralnya," ungkap Retno, saat dihubungi Tribun Bali melalui ponselnya.

Lanjutnya, pendidikan moral yang pernah mereka dapatkan di sekolah tidak diwujudkan dalam kehidupan sehari-harinya karena memang hanya diajarkan sebatas teoritis.

Sudah semestinya lingkungan pendidikan di sekolah harus mengajarkan pendidikan moral teori sekaligus praktik langsung di lapangan.

Pandangan hedonisme dari gadis yang menginjak remaja ini kemudian dimanfaatkan oleh pelaku penikmat, yaitu oknum PNS.

Pelaku penikmat memahami kebutuhan yang diinginkan oleh mereka yaitu uang.

Karena itulah ada kesepakatan dan transaksi yang terjadi.

Sikap inilah yang tidak dibenarkan.

Sebab menurut perempuan berambut pendek ini oknum PNS adalah pria dewasa yang seharusnya mengayomi, mendidik dan menjadi teladan bagi gadis-gadis tersebut.

"Bukannya memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan," pungkasnya.

Untuk menghindari kejadian seperti itu, diperlukan intensitas komunikasi antar orangtua dan anak.

Sebab lanjut Retno, penanaman pendidikan moral dimulai dari lingkungan terkecil yakni keluarga.

"Sesibuk apapun orangtua, mereka harus sering berkomunikasi dengan anak-anaknya, terutama yang baru menginjak remaja," ungkapnya. (Tribun Bali Cetak)

Info ter-UPDATE tentang BALI, dapat Anda pantau melalui:

Like fanpage >>> https://www.facebook.com/tribunbali

Follow >>> https://twitter.com/Tribun_Bali

Sumber: Tribun Bali
Halaman 4/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved