EKSKLUSIF Tribun Bali

Ini Siasat Sekolah Buru "Fulus" dari Buku

di sekolah-sekolah negeri di Bali praktik mewajibkan murid-muridnya membeli buku pendamping dan LKS masih berjalan, sehingga memunculkan keluhan

Penulis: Miftachul Huda | Editor: Iman Suryanto
Tribun Bali/Istimewa
Ilustrasi Buku 

Tergiur Fee
Masih adanya praktik pewajiban pembelian buku dan LKS di sekolah-sekolah negeri, terutama tingkat SD, karena sekolah atau oknum guru ingin menikmati fee atau potongan harga yang ditawarkan oleh pihak penerbit atau pemasok buku. Fee atau pun diskon yang didapat minimal 10 persen, dan maksimal 40 persen dari total nilai buku yang terjual di sekolah.

Seorang kepala toko buku di Denpasar mengatakan, pemberian fee/diskon kepada sekolah, khususnya oknum kepala sekolah (kepsek), terkait pengadaan buku adalah hal biasa.

Ide pembelian buku untuk dijual kembali secara wajib kepada murid-murid justru dari pihak sekolah sendiri atau oknum kepala sekolahnya, kendati ada juga sekolah yang tergiur fee/potongan karena diming-imingi penerbit dan pemasok buku.

Kepala toko buku itu bercerita, kalau pemasok atau penerbit mendapat pengadaan buku dan LKS untuk kelas satu, misalnya, tinggal dihitung berapa murid kelas satu itu. Sejumlah murid itulah jumlah buku yang akan terjual.

“Dari total nilai yang terjual itu, sekolah melalui kepala sekolah akan dapat persentase fee,” jelas kepala toko buku itu kepada Tribun Bali.

Semakin pintar tenaga penjualan (sales) pihak penerbit/pemasok buku dalam meyakinkan sekolah mengenai pentingnya buku mereka bagi sekolah, maka biasanya akan semakin kecil persentase fee yang diberikan ke oknum kepala sekolah.

Namun, kata dia, ada juga kepala sekolah yang ngotot minta fee dalam persentase tertentu yang cukup besar dan tak mau ditawar jika pemasok/penerbit ingin bukunya dijual di sekolahnya. “Yang ngotot minta fee 40 persen juga ada,” kata dia.

Tetapi, ada pula yang cukup sopan. Pihak sekolah atau kepala sekolah tidak minta fee. Mereka hanya minta penerbit/pemasok yang menjual buku di sekolahnya untuk membantu pengadaan fasilitas sekolah seperti kipas angin untuk dipasang di kelas-kelas.

“Namun, ada juga sekolah atau oknum guru yang minta penerbit dan pemasok untuk membiayai kegiatan kunjungan atau pelesirnya,” kata dia.

Guna mengecoh, pemasok buku siap menempelkan barcode harga pada buku-buku yang diwajibkan beli untuk siswa-siswa. Dengan begitu, orang tua siswa tidak curiga, karena harga buku dinilai sudah transparan.(Tribun Bali Cetak)

Sumber: Tribun Bali
Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved