Wacana Jembatan Jawa-Bali Sejak 15 Tahun Silam, Pemerintah Lebih Sarankan Ini
Bali sudah sangat padat kendaraan. Dengan adanya jembatan menambah kendaraan dari luar ke Bali.
Penulis: A.A. Gde Putu Wahyura | Editor: Ida Ayu Made Sadnyari
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Pemerintah Provinsi Bali menolak gagasan yang diwacanakan Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas, untuk membangun jembatan di Selat Bali menghubungkan Jawa-Bali sebagaimana Surabaya-Madura (Suramadu).
Hal ini disampaikan Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Bali, Cok Ngurah Pemayun, menolak wacana yang sudah bergulir sejak 15 tahun lalu ini karena tidak masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Bali.
(PHDI Jembrana Tolak Wacana Pembangunan Jembatan Jawa-Bali, Ini Kekhawatirannya!)
“Kita belum bisa menerima itu. Ini sebenarnya sudah berkembang 15 tahun yang lalu. Prinsipnya, pemerintah daerah belum ada rencana untuk membangun jembatan itu,“ tegas Cok N Pemayun melalui telepon di Denpasar, Rabu (16/3/2016).
(Netizen Ramai Tolak Wacana Jembatan Jawa-Bali, 'Ingat Sejarah Kenapa Dulu Dipisah')
Menurutnya, perbaikan dermaga dan time schedule di Pelabuhan Ketapang dan Gilimanuk seharusnya lebih ditingkatkan daripada membangun jembatan Jawa-Bali.
“Seharusnya ada time table, berapa lama kapal menyandar. Di sana itu ada lima dermaga dan kapal-kapal menunggu giliran bersandar. Ini yang kita lihat belum tertata bagus,” jelas mantan Kepala Bappeda Provinsi Bali ini.
Dia mengakui, banyak kapal-kapal kecil yang diizinkan oleh pemerintah pusat sehingga volume kapal di area Pelabuhan Ketapang cukup banyak.
Pemayun menceritakan pengalaman pribadinya pernah berada di tengah laut selama 2 jam, padahal waktu tempuh untuk melewati Selat Bali hanya 40-45 menit.
Selain itu, tidak adanya jadwal keberangkatan kapal yang jelas sehingga kapal yang berangkat menumpuk pada jam-jam tertentu.
“Kondisi ini yang harus diuraikan terlebih dahulu. Jadwalnya harus diatur, misalnya kapal bersandar 30 menit lalu jalan. Jadi, waktunya jelas. Jangan menunggu penuh karena akan datang kapal lain dengan penumpangnya, pasti tidak bisa bersandar,” ujarnya.
Pemayun menilai, membangun jembatan Jawa-Bali berisiko tinggi karena arus sangat deras.
Selain itu, Bali sudah sangat padat kendaraan. Dengan adanya jembatan menambah kendaraan dari luar ke Bali.
“Menurut saya harus ada revitalisasi dermaga, selain itu petugas disiplin mengatur waktu, terutama kapal bersandar. Selama ini Syahbandar sebagai pengelola belum memperlihatkan inovasi pelayanan,” tandasnya.
Untuk diketahui, selain beralasan mengurai kemacetan di Pelabuhan Ketapang dan Gilimanuk, Bupati Anas menyebut alasan lain perlunya membangun jembatan Jawa-Bali untuk mendorong percepatan sikulasi perekonomian, pariwisata dan sosial dari Bali ke Jawa atau sebaliknya.