CPNS 2018

Sistem Rangking SKD Jadi Langkah Mundur, Akademisi Unud Kritisi Inkonsistensi Perekrutan CPNS 2018

Dalam Permenpan RB ini, pemerintah memutuskan menggunakan sistem rangking untuk para peserta agar dapat mengikuti SKB

Penulis: Wema Satya Dinata | Editor: Irma Budiarti
Tribun Bali/Rizal Fanany
TES CPNS - Seorang peserta mengikuti tes Seleksi Kompetensi Dasar CPNS 2018 di Makodam IX/Udayana Denpasar, belum lama ini. Hasi tes SKD kini menggunakan sistem rangking. 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Terbitnya Peraturan Menpan RB Nomor 61 Tahun 2018 tentang penetapan optimalisasi pemenuhan kebutuhan formasi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) 2018 mendapat kritikan dari akademisi sosial di Bali.

Dalam Permenpan RB ini, pemerintah memutuskan menggunakan sistem rangking untuk para peserta agar dapat mengikuti Seleksi Kompetensi Bidang (SKB).

Pengamat Sosial sekaligus Dekan FISIP Universitas Udayana, Dr. I Gusti Putu Bagus Suka Arjawa, mengatakan penerbitan Permenpan RB itu menunjukkan adanya inkonsistensi panitia seleksi, dalam hal ini Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB), dan Badan Kepegawaian Nasional (BKN) dalam proses rekrutmen CPNS tahun 2018.

Baca: Polisi Temukan Goa hingga Tumpukan Permata dan Uang Senilai Rp 325 T di Rumah Bandar Narkoba

Baca: Lupa Cara Menang, Manajer Persib Bandung Tak Lagi Salahkan Wasit, Umuh: Kita Teledor

“Kalau ada inkonsistensi didalam perekrutan CPNS, saya kira itu merupakan langkah mundur. Sejak awal sudah dipatok demikian, tetapi ketika seleksi CPNS sudah berlangsung dan rekrutmennya berjalan, malah ketentuannya diubah. Secara sosial, itu bisa menimbulkan macam-macam kecurigaan, dan juga ada protes di masyarakat,” kata Suka Arjawa saat ditemui di Gedung Pasca Sarjana Universitas Udayana, Denpasar, Jumat (23/11/2018).

Berdasarkan Permenpan RB Nomor 61 Tahun 2018, peserta yang tak memenuhi nilai ambang batas atau passing grade pada tes Seleksi Kompetensi Dasar (SKD), tetap diberikan kesempatan untuk mengikuti tes SKB.

Pemerintah akan memakai sistem rangking, dengan nilai kumulatif tes SKD minimal 255 untuk formasi umum.

Masing-masing untuk jabatan dokter spesialis, instruktur penerbang, petugas ukur, rescuer, anak buah kapal, pengamat gunung api, penjaga mercusuar, pelatih/pawang hewan, dan penjaga tahanan.

Nilai kumulatif terendah 225 juga berlaku formasi putra/putri lulusan terbaik (cumlaude) dan diaspora.

Namun, khusus untuk formasi penyandang disabilitas, putra/putri Papua dan Papua Barat, tenaga guru dan tenaga medis/paramedis dari eks tenaga honorer Kategori-II, dibedakan.

Khususnya untuk tiga formasi ini nilai komulatif saat mengikuti tes SKD minimal 220.

Meski begitu, tidak semua bisa melangkah ke tahap selanjutnya.

Baca: Tradisi Perang Papah dan Nyepi Adat di Desa Pengotan Diiringi Musik Duwe Kenyung

Merujuk pasal 5 (a) peserta yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, dan berperingkat terbaik sesuai dengan jenis formasi jabatan diikutsertakan sejumlah paling banyak tiga kali jumlah alokasi formasi.

Sebelumnya, Kepala BKN Bima Haria Wibisana menjelaskan, dalam kebijakan baru tentang sistem rangking SKD CPNS 2018 ini, ada dua kelompok yang dapat ikut SKB.

"Kita menggunakan sistem rangking untuk kelompok yang tidak lulus passing grade. Sementara untuk yang lulus passing grade prosesnya tetap tidak ada perubahan,” kata Bima.

Dengan demikian, ada dua kelompok untuk peserta SKB.

Kelompok pertama adalah yang lulus passing grade.

Kelompok kedua, kelompok yang diambil dari yang tidak lulus pasing grade tapi memiliki total nilai yang tinggi.

"Mereka akan bersaing dalam kelompoknya masing-masing, jadi tidak dicampur," kata Bima.

Peserta SKD yang sudah lolos passing grade tidak perlu khawatir akan dikalahkan oleh yang tidak lolos.

"Ini diharapkan dapat memberikan keadilan bagi yang sudah lulus passing grade," tandasnya.

Namun bagi Suka Arjawa, pengelompokan peserta tes antara yang lulus passing grade dan dengan sistem perangkingan tetap menimbulkan pertanyaan.

Seharusnya, kata dia, kebijakan ini sudah diumumkan atau dilaksanakan sejak awal tes.

“Pengelompokan passing grade dan rangking itu sudah dipikirkan oleh pemerintah, cuman proses itu tidak dipikirkan sejak awal. Jadi orang-orang mempertanyakan. Ini ada apa? Dan itu akan terus menimbulkan kecurigaan,” terangnya.

Menurutnya, tujuan seleksi ketat rekrutmen PNS sebenarnya untuk mendapatkan SDM terbaik.

Hal ini karena PNS banyak mendapat kritikan, karena itu sistem seleksi terus diperbaharui pemerintah.

“Maka dari itu, seharusnya pemerintah konsisten sejak awal seleksi. Tidak gampang mengubah ketentuan,” tandasnya.

Isi Formasi Kosong

Sementara itu, Sosiolog Universitas Udayana, Wahyu Budi Nugroho, merespon positif langkah yang diambil pemerintah dengan menggunakan sistem perangkingan dalam seleksi CPNS 2018.

Hal ini bertujuan agar jangan sampai ada formasi yang kosong, akibat banyak peserta yang tidak memenuhi passing grade.

“Mau tidak mau, jalur alternatif untuk rangking ini jadi tidak terhindarkan daripada formasi CPNS-nya kosong,” ujarnya di Denpasar, kemarin.

Disebutkan berdasarkan Permenpan RB, sistem rangking ini sudah diatur sedemikian rupa.

Ketika satu formasi kosong, yang dirangking adalah tiga kali lipatnya.

“Misalnya, kalau ada dua formasi kosong maka dirangking sampai enam, tapi kalau satu formasi kosong yang dirangking sampai tiga saja untuk tahap berikutnya yaitu SKB,” terangnya.

Seperti diketahui, banyak peserta CPNS 2018 yang gugur massal dalam ujian SKD lantaran tak lolos passing grade yang telah ditetapkan pemerintah.

Sementara di sisi lainnya, masih banyak formasi jabatan yang belum terisi baik di tingkat pemerintah pusat maupun daerah.

Kini dengan Permenpan RB, peserta yang tak memenuhi passing grade bisa tetap lolos lewat sistem rangking.

Namun penerapan sistem rangking tersebut hanya untuk formasi yang kosong atau kurang peserta untuk menuju tahap SKB.

"Kita tidak berorientasi pada passing grade, tapi berorientasi pada rangking," kata Menteri Menpan RB, Syafruddin.

Syafruddin mengatakan, pemerintah tidak menurunkan passing grade yang sudah ditetapkan sejak awal.

Sebab, penurunan passing grade dikhawatirkan justru akan menurunkan kualitas SDM aparatur negara.

"Jangan sampai ini mundur karena itu kita kembali ke sistem rangking saja," kata dia.

Syafruddin mencontohkan, apabila sebuah lembaga membutuhkan 100 aparatur, maka di tes awal ini akan dilakukan pemeringkatan nilai tertinggi dari 1-300.

Selanjutnya, 300 peserta itu akan mengikuti seleksi tahap berikutnya.

Syafruddin memastikan sistem pemeringkatan ini akan dilakukan transparan.

Peserta CPNS bisa memantau langsung berapa nilai mereka dan para pesaingnya.

Informasi Sensitif

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BKD Provinsi Bali, Ketut Lihadnyana, belum bisa memberikan keterangan terkait Permenpan RB No 61 Tahun 2018.

Ia baru akan berangkat ke Jakarta untuk mendengarkan arahan dari Kemenpan RB terkait kebijakan baru soal sistem rangking untuk CPNS 2018 tersebut.

“Mengenai seleksi CPNS ini kebijakannya di pusat, tunggu dulu yang pasti. Saya besok (hari ini, red) berangkat ke Jakarta untuk rapat itu, setelah besok baru ada penjelasan karena untuk informasi ini sensitif,” kata Lihadnyana kepada Tribun Bali, Jumat (23/11/2018).

Mengenai adanya informasi nilai akumulasi SKD tertentu untuk bisa lulus, ia pun mengaku belum mendapat penjelasan resmi dari Menpan RB.

Hal ini karena status di daerah hanya sebagai pelaksana.

Seleksi CPNS semuanya tersentral di pemerintah pusat.

“Kita hanya melaksanakan tok, karena sistem, mekanisme dan sebagainya itu ditentukan oleh pusat, termasuk juga soal dan hasilnya,” imbuhnya.

Terpisah, panitia seleksi (pansel) penerimaan CPNS di Kabupaten Badung yang juga Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM), I Gede Wijaya, juga belum bisa memberi penjelasan lebih jauh.

Saat ini pihaknya masih mempelajari peraturan baru tersebut untuk menentukan langkah selanjutnya.

“Aturannya sudah terbit 19 November 2018 kemarin. Kami pun di panitia daerah sedang mempelajari isinya. Sejauh ini kami belum menerima undangan dari pusat membahas masalah ini," ujarnya sembari mengatakan kalau di daerah lain sudah ada yang diundang.

Pejabat asal Kerobokan, Kuta Utara itu membenarkan pemerintah memberlakukan sistem perangkingan dengan melihat nilai komulatif tes SKD.

“Aturan yang saya baca memang peserta yang boleh mengikuti ke SKB dengan melihat perangkingan hasil SKD, yaitu nilai kumulatif. Untuk formasi umum nilai 255,” ungkap Wijaya.

Menyiasati perolehan kumulatif yang sama, maka pada Pasal 5 (b) pemerintah pusat memberikan ketentuan lebih lanjut.

Yakni, apabila terdapat peserta yang mempunyai nilai kumulatif SKD sama, penentuan didasarkan secara berurutan mulai dari nilai Tes Karakteristik Pribadi (TKP), Tes Intelegensi Umum (TIU), dan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK); dan (c) apabila terdapat peserta yang mempunyai nilai TKP, TIU, dan TWK sama, serta berada pada batas jumlah 3 (tiga) kali alokasi formasi, keseluruhan peserta dengan nilai sama tersebut diikutsertakan.

“Kami belum bisa menjabarkan lebih lanjut, soalnya kami belum menerima petunjuk langsung dari pusat. Hanya aturan baru ini akan kami jadikan acuan,” terang mantan Kabag Humas Setda Badung itu. (wem/gus)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved