Simpang Ring Banjar

Merusak Tapi Disakralkan, Dilema Keberadaan Kera untuk Petani

Kera yang kerap menyerang lahan persawahan warga jumlahnya bahkan telah mencapai ribuan ekor

Penulis: Muhammad Fredey Mercury | Editor: Irma Budiarti
Tribun Bali/Muhammad Fredey Mercury
Suasana pematang sawah di Banjar Tegallalang, Kelurahan Kawan, Bangli. 

Mulai dari penanganan secara pribadi, maupun meminta bantuan pada pemerintah kabupaten.

Di pemerintahan setempat, pihaknya mengatakan bahwa kera bukan meruapakan golongan hama, sehingga tidak ada anggaran untuk serangan kera.

Pihaknya kemudian meminta bantuan pada pemerintah provinsi.

Memang, diakui sudah sempat ada tanggapan dari pemerintah provinsi, namun hanya langkah awal tanpa ada tindak lanjut.

“Sekitar enam tahun lalu sudah ada tanggapan. Upaya penanganan dikatakan step by step, dengan langkah awal berupa persembahyangan. Hanya saja, pasca dilakukan persembahyangan tidak ada lagi upaya lanjutan. Bahkan hingga saat ini. Lantas bagaimana cara meningkatkan produktifitas petani, apabila keluhan-keluhan yang ada di kalangan masyarakat, khususnya petani tidak diselesaikan hingga tuntas,” ujarnya.

Di sisi lain, oleh masyarakat setempat kera-kera tersebut dipercaya sebagai binatang sakral.

Hal ini diperkuat dengan pengakuan sejumlah masyarakat yang pernah membawa pulang, maupun menembak kera.

Terlepas dari kepercayaan masyarakat sekitar, menurut Sang Rencana, apabila upaya penanganan dilakukan dengan baik-baik, tentu tidak akan mendapat suatu hambatan.

“Kenapa tidak? Pada dasarnya kera juga termasuk binatang ciptaan tuhan, namun segala kegiatan harus diawali dengan persembahyangan. Artinya meminta izin pada tuhan, apabila memang binatang itu merupakan makhluk gaib, mohon izin untuk dikembalikan. Sebaliknya, apabila binatang itu meruapakan hewan liar, mohon izin juga pada tuhan untuk dilakukan relokasi,” ucapnya.

Mohon Kelancaran Tatkala Upacara

Pura Nyeti, Banjar Tegallalang, Kelurahan Kawan, Bangli.
Pura Nyeti, Banjar Tegallalang, Kelurahan Kawan, Bangli. (Tribun Bali/Muhammad Fredey Mercury)

Salah satu keunikan yang ada di wilayah Banjar Tegallalang yakni dengan keberadaan Pura Nyeti.

Bisa dikatakan, tempat peribadatan ini tidak begitu luas.

Namun yang istimewa, Pura Nyeti menjadi tujuan masyaarkat mulai dari puri maupun masyarakat lainnya untuk memohon kelancaran tatkala hendak menggelar sebuah upacara.

Jero Mangku Pura Nyeti mengatakan, seluruh masyarakat Desa Tegallalang percaya bahwa sebelum pelaksanaan upacara agama apapun wajib didahului dengan melakukan persembahyangan di Pura Nyeti.

Sebab apabila tidak melakukan persembahyangan, upacara yang digelar tidak akan pernah selesai ataupun berjalan dengan lancar.

Halaman
123
Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved