Simpang ring Banjar

Di Banjar Junjungan Ubud, Tak Semua Sampah Berakhir di TPA

Kini prajuru setempat tengah merancang pembuatan bank sampah. Sebab mereka meyakini, tidak semua sampah harus berakhir di Tempat Pembuangan Akhir

koleksi Banjar Junjungan, Ubud
Papan Nama di Banjar Junjungan, Ubud 

TRIBUN-BALI.COM, Isu pencemaran lingkungan saat ini menjadi konsen krama Banjar Junjungan, Kelurahan/Kecamatan Ubud.

Setelah berhasil menghentikan perilaku masyarakat membuang sampah rumah tangga di belakang rumah.

Kini prajuru setempat tengah merancang pembuatan bank sampah.

Sebab mereka meyakini, tidak semua sampah harus berakhir di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) tanpa nilai ekonomis.

Kelian Dinas dan Adat Banjar Junjungan, I Wayan Sudiarta mengatakan, sejak tahun 2017 lalu, krama banjarnya tak lagi membuang sampah di belakang rumah. 

Kondisi ini biasanya menyebabkan sungai yang ada di belakang rumah tercemar.

Saat ini, semua sampah rumah tangga telah diangkut truk sampah.

Meskipun pembuangan sampah dengan cara ini, krama harus mengeluarkan uang.

Namun hal tersebut tak menjadi masalah karena semua pihak telah menyadari dampak dari tercemarnya lingkungan.

Astungkara, kami sudah memiliki armada sampah sendiri, itu dikasi minjam sama Yayasan Bina Wisata di Ubud. Semua warga tak ada membuang sampah ke teba (belakang rumah) lagi,” ujarnya.

Namun kata Sudiarta, hal tersebut tidaklah cukup untuk menyelamatkan lingkungan.

Karena itu, di tahun 2019 ini, pihaknya tengah merancang pengadaan bank sampah.

Sampah-sampah hasil rumah tangga tidak semuanya akan dibuang ke TPA.

Namun terlebih dahulu akan dipilah.

Sampah-sampah yang dirasa memiliki nilai ekonomis, dapat ditukar dengan uang atau dijadikan tabungan di bank sampah.

Sampah itu akan dikelola menjadi benda berguna.

Baca: Best Western Premier Ubud Raih Penghargaan Hotel Terbaik Se-Asia

Baca: Bulan Madu di Ubud, Aura Kasih Bagikan Foto-foto Romantisnya Bersama Eryck Amaral

“Tidak semua sampah harus dibuang. Tapi ada yang bisa diolah menjadi benda yang memiliki nilai ekonomis. Karena itu, astungkara, mudah-mudahan tahun 2019 ini, kami sudah memiliki bank sampah,” harapnya.

Sudiarta mengaku, awalnya pihaknya optimistis program ini akan berhasil.

Sebab krama diwajibkan memilah sampahnya.

Pemilahan sampah hampir menjadi sesuatu yang sulit dilakukan hampir di setiap desa Bali.

Namun setelah mensosialisasikannya ke krama banjar, Sudiarta mengaku lega.

Sebab krama mengaku siap menyukseskan program ini.

“Saya katakan, ini program bukan program saya, saya hanya menyarankan. Saya senang krama tertarik, karena ini juga memiliki nilai ekonomis. Meskipun tak seberapa, tapi siapa tahu, layanan pembuangan sampah yang saat ini bayar, dengan adanya program bank sampah ini menjadi gratis,” harapnya. 

Wajib Ikut Tari Kecak

Banjar Junjungan, Kelurahan/Kecamatan Ubud memiliki cara khusus agar krama-nya terlibat dalam pelestarian seni tari kecak.

Yakni, KK wajib menunjuk seorang anggota KK-nya ikut dalam sekaa Kecak Banjar Junjungan.

Hal ini bahkan sudah diterapkan sejak tahun 1998, dan hingga saat ini masih tetap dipertahankan.

Wayan Sudiarta mengatakan, banjar yang berada di perbatasan utara Kecamatan Ubud ini, sejak turun-temurun sangat konsisten dalam melestarikan seni kecak.

Kesenian ini selain dipentaskan dalam acara piodalan, juga ditarikan secara reguler di jaba (areal luar) Pura Desa setempat, setiap hari Senin, yang dimulai dari pukul 19.00 Wita.

Antusiasme penonton cukup tinggi karena kecak Banjar Junjungan tak pernah mengecewakan, khususnya dari segi jumlah.

Dalam kondisi apapun, jumlah penari tetap dalam kisaran 180 orang, yang tentunya jumlah ini membuat aura magis pertunjukan menjadi tinggi.

“Jumlah penari Kecak termasuk tarian pemapar lampan, 180 orang. Sebab masing-masing kepala keluarga di sini, wajib menunjuk salah seorang anggota keluarganya ikut dalam sekaa kecak,” ujarnya.

Baca: Peserta Kirab Pemuda 2018 Disambut Tari Kecak dan Parade Budaya saat Singgah di Gianyar

Baca: Tampil Kembali di Perayaan Deepavali India, Tahun Ini UNHI Denpasar Tampilkan Kecak Ramayana

Penghasilan dari pementasan kecak reguler ini, kata dia, tidak pernah sekalipun dibagi secara perorangan, melainkan dimasukkan ke dalam kas banjar, yang nantinya dipergunakan untuk pembangunan infrastruktur banjar.

Karena hal ini pula, pihaknya mengenai sanksi denda bagi krama yang tak hadir dalam pementasan.

“Dendanya tidak banyak, hanya sekadarnya saja, lebih bersifat untuk mengikat kepedulian krama atas keberlangsungan seni kecak,” ujarnya.

Meskipun sanksi yang dikenakan tidak terlalu merugikan krama, Sudiarta mengatakan selama ini tak pernah ada krama yang mengabaikan pementasan kecak.

Sebab hampir semua krama, bahkan generasi muda sangat aktif dalam tarian ini.

“Bukan hanya orangtua yang teribat, tetapi generasi muda juga antusias. Kalau orangtuanya tak bisa hadir karena suatu halangan, biasanya digantikan anaknya. Saya berharap kesenian kecak tetap lestari, khususnya di Banjar Junjungan,” tandasnya. (*)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved