Berita Pemkot Denpasar
Pemkot Dukung Pedoman Pelaksanaan Hari Suci Nyepi Caka 1941 yang Diterbitkan PHDI
Pemerintah Kota Denpasar mendukung penuh pedoman pelaksanaan Hari Raya Nyepi yang diterbitkan Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali
Kepala Bagian Kesra Setda Kota Denpasar, Raka Purwantara.
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Sehubungan dengan Hari Raya Nyepi Tahun Saka 1941 yang jatuh pada hari Kamis, 7 Maret 2019.
Pemerintah Kota Denpasar mendukung penuh pedoman pelaksanaan Hari Raya Nyepi yang diterbitkan Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali.
Dalam pedoman itu disebutkan bahwa Hari Suci Nyepi tersebut diawali dengan mengadakan prosesi Melasti/Melis di kawasan pantai, sumber mata air dan danau yang bermakna membersihkan "pratima" atau benda yang disakralkan oleh umat Hindu, selama tiga hari, terhitung dari 4-6 Maret 2019.
"Pedoman tersebut merupakan hasil rapat pengurus harian dan anggota Forum Welaka (kelompok pemikir) PHDI Bali tentang rangkaian kegiatan ritual Hari Suci Nyepi Tahun Baru Saka 1941," kata Ketua PHDI Provinsi Bali Prof Dr I Gusti Ngurah Sudiana di Denpasar.
Ia mengatakan, rangkaian kegiatan ritual Hari Suci Nyepi disesuaikan dengan tempat, waktu dan keadaan di desa pekraman (desa kala patra), termasuk tradisi pada masing-masing desa adat.
Masing-masing desa adat dapat memilih salah satu dari tiga hari yang telah ditentukan tersebut.
Demikian juga melasti tidak hanya ke pantai, dapat dilakukan ke danau atau sumber mata air (kelebutan) yang dinilai suci.
Setelah Melasti, kegiatan berikutnya yang dilakukan adalah Bhatara Nyejer di Pura Desa/Bale Agung di desa adat masing-masing, dilanjutkan dengan Upacara Tawur Kesanga pada hari Rabu, 6 Maret 2019 dengan melaksanakan upacara Mabuu-buu atau lebih dikenal dengan Ngerupuk.
Baca: Diteriaki Ait oleh Anak-anak, Balasan Joglas Justru Menggiringnya ke Polsek Payangan
Baca: Pertama Kali Ikut Kompetisi Internasional, 6 Siswa SMP PGRI 3 Denpasar Lolos ke Bangkok, Thailand
Baca: Tes Kepribadian - Kepalan Tangan Bisa Ungkap Karaktermu Yang Sesungguhnya, Coba Praktekkan
Ngurah Sudiana menambahkan, kegiatan untuk tingkat kabupaten/kota menggunakan upakara Tawur Agung dengan segala kelengkapannya dilaksanakan dengan mengambil tempat pada Catuspata (perempatan jalan) sekitar pukul 12.00 Wita (tengai tepet).
Untuk tingkat kecamatan menggunakan upakara Caru Panca Sanak yakni dengan lima ekor ayam (panca warna) ditambah itik belang kalung beserta kelengkapannya, yang juga dilaksanakan di Catuspata (perempatan jalan) sekitar pukul 12.00 Wita (tengai tepet).
Di tingkat desa menggunakan upacara Caru Panca Sata dengan lima ekor ayam (panca warna) beserta kelengkapannya, atau sesuai dengan kemampuan desa masing-masing dengan mengambil tempat di Catuspata (perempatan jalan) sekitar pukul 18.30 Wita (sandi kala).
Kegiatan ritual tersebut bermakna untuk meningkatkan hubungan yang serasi dan harmonis antara manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa, sesama umat manusia dan manusia dengan lingkungan.
"Tawur Kesanga" yang berakhir pada petang hari itu dilanjutkan dengan "Ngerupuk" yang bermakna mengusir roh jahat, serta menetralkan semua kekuatan dan pengaruh negatif bhutakala.
Jika ada masyarakat membuat ogoh-ogoh hendaknya bersifat etis, estetis, religius dan pelaksanaannya merupakan tanggung jawab desa pekraman, adat dan lingkungan masing-masing.
Baca: Dua Tersangka Pengedar Narkotika Diamankan Polisi, Polisi Temukan Barang Ini Di Bawah Batako
Baca: Foto Mesra Luna Maya Ariel Noah Kembali Muncul, Histeris Kisah Masa Lalunya Dibongkar
Baca: Ombudsman Minta Dinas Pendidikan Mendata Siswa untuk PPDB 2019