Tambah Wawasan Nelayan Soal Cuaca di Perairan, BMKG Mengadakan Sekolah Lapang Nelayan

Untuk menambah pengetahuan nelayan terkait kondisi cuaca di perairan Bali, BMKG melalui stasiun maritim mengadakan Sekolah Lapang Nelayan

Penulis: Firizqi Irwan | Editor: Irma Budiarti
Tribun Bali/Rino Gale
Malik (56), nelayan asal Makassar saat ditemui di Pantai Kedonganan sedang mempersiapkan perahunya untuk berlayar mencari ikan, Minggu (14/4/2019). 

"Nelayan saat ini sudah menggunakan informasi dari kita ya, seperti medsos dan sudah diterapkan," tuturnya.

Ia bersama dengan pakar yang terlibat dalam SLN juga memberikan informasi daerah ikan yang mengalami cuaca buruk kepada nelayan.

Hal ini memberikan manfaat bagi para nelayan, dimana unsur keselamatan tentu menjadi perhatian bagi BMKG Provinsi Bali.

"Misalnya ada daerah tangkapan ikan, ada cuaca buruk, jadi disitu ditanya mana yang dipentingkan (keselamatan). Jadi apakah mau menangkap atau ditunda dulu. Informasi ini memang harus disinergitaskan, mungkin dari BMKG, DKP sehingga nelayan itu bisa sejahtera dan sekaligus selamat," lanjutnya.

Sebelum dan saat SLN ini berlangsung, ia bersama jajaran selalu menyampaikan kepada nelayan dan publik, kapan awal musim hujan, kapan musim kemarau berlangsung.

Baca: Ini Alasan Solskjaer Tetap Membela David De Gea Meskipun Melakukan Blunder

Baca: Pengprov PBVSI Bali Hanya Kirim Tim Voli Putra Ikuti Pra PON 2019

Namun ia menjelaskan, akhir bulan ini seharusnya sudah memasuki musim kemarau, tapi pada kenyataannya ada beberapa faktor sehingga terjadi perubahan iklim.

Diantara faktor itu yakni faktor global, regional (nasional) dan lokal.

"Globalnya tidak signifikan, regionalnya normal, lokalnya juga tidak terlalu. Tapi ada juga dari gangguan lainnya, seperti gangguan dinamika atmosfer yang secara periodik berubah signifikan," tambahnya.

Lebih lanjut M Taufik Gunawan menuturkan, tiga faktor itu menjadi penyebab terjadinya perubahan iklim yang ada saat ini.

"Jadi bisa mengganggu seperti 3 faktor tadi, ketika seharusnya musim kemarau ternyata ada dinamika atmosfer yang memungkinkan pembentukan awan hujan yang ekstrem, makanya seperti terjadi sekarang ini, terjadi banjir dimana-mana. Kalau di Bali hanya di bagian (wilayah) tengah ya," tuturnya.

Dikatakan Dr Urip Haryoko, nelayan yang datang mengikuti SLN berjumlah 25 orang dari berbagai kabupaten dan kota di Provinsi Bali.

Kegiatan ini tidak hanya diikuti para nelayan dan menghadirkan ahli di bidang informasi cuaca, tetapi juga para penyuluh.

Dengan harapan, penyuluh-penyuluh tersebut bisa menyalurkan informasi yang diterima saat SLN kepada lingkungan terdekatnya.

(*)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved