17 Tahun Autopsi Mayat Berbagai Kasus di Bali, Dokter Dudut Rustyadi Pernah Alami Hal Mistis?

17 Tahun Autopsi Mayat Berbagai Kasus di Bali, Dokter Dudut Rustyadi Pernah Alami Hal Mistis?

Penulis: M. Firdian Sani | Editor: Aloisius H Manggol
TRIBUN BALI/M. FIRDIAN SANI
Kepala Forensik RSUP Sanglah dr Dudut Rustyadi 

"Jadi prosesnya itu kita ambil sampelnya sedikit, kita ambil darahnya sedikit, kita ambil kencingnya sedikit, kita ambil cairan empedunya untuk diperiksa, kita ambil organnya sedikit-sedikit semua kita ambil mulai dari otaknya, empedunya, lalu kita masukan ke labolatorium sehingga penyebab kematiannya terungkap," jelasnya.

"Jadi ada pemeriksaan luar, pemeriksaan dalam, pemeriksaan penunjang," tambanya.

Setiap kasus tentunya berbeda-beda dalam penanganan, tidak mesti dilakukan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang hanya dilakukan jika pada tahap pemeriksaan dalam mayat masih belum diketahui sebab matinya. Misalnya saja antara mayat pembunuhan karena luka bacok dengan mati kerena teracuni.

"Misalnya kasus pembacokan, misalnya di dadanya, kan sudah tahu kita bahwa itu luka tusuk di dada dan terkena jantung, selesai. Tapi kalau misalnya orang diracun, kalau orang diracun itu kita gak bisa lihat, atau dia sakit kan gak kelihatan sakit apa maka harus dilaboratorium," jelasnya.

Ia juga menjelaskan bagaimana kelengkapan dalam melakukan autopsi.

"Kita memeriksa dengan kelengkapan standar, namanya kita bersentuhan dengan cairan, jenazah itu kan harus menggunakan Alat Pelindung Diri (APD)," ujarnya

Ia mengatakan dalam proses pengautopsian harus menggunakan APD secara lengkap.

"Kita menggunakan APD lengkap mulai dari masker, tutup kepala, gaun, sarung tangan," imbuhnya.

Satu jenazah memerlukan beberapa tim medis, diantaranya terdiri dari satu dokter, ada asisten dokter, asistenya mulai dari teknisi yang membantu periksa, membantu mencatat, dan bantu mendokumentasikan.

"Minimal ada empat tenaga medis untuk mengautopsi satu mayat," kata dokter dua anak ini.

Terkait waktu yang dibutuhkan untuk mengautopsi, ia mengakatakan berbeda-beda, namun biasanya menggunakan waktu tiga jam. (*)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved