Anggota Polda Bali Ditembak Teroris di Poso, Minta ke Bali Saat Kondisi Memburuk, Kaki Diamputasi

Anggota Polda Bali Ditembak Teroris di Poso, Minta ke Bali Saat Kondisi Memburuk, Kaki Diamputasi

Ilustrasi ditembak 

Selain itu, ada pula bekas luka tembak di bagian paha yang bersarang pada 2007 lalu.

Sidik jari jenazah tersebut pun identik dengan milik Santoso.

"Informasi yang saya dapat, sidik jarinya identik dengan sidik jari dia (Santoso) yang kami punya. Sudah bisa kami simpulkan 100 persen yang bersangkutan Santoso," ujar Tito.

Namun, masih ada satu tes yang belum dijalani, yakni tes DNA.

Polisi akan mengambil sampel DNA itu dari anak Santoso.

Penguasa Gunung Biru

Selama persembunyiannya, Santoso diketahui menguasai kawasan Gunung Biru di Kecamatan Tangkura, Kabupaten Poso.

Pegunungan tersebut merupakan hamparan hutan belantara yang luas dan berbukit-bukit.

Medan yang dilalui untuk bisa masuk ke sana saja sulit.

Di sana pula Santoso melatih kemampuan menembak para anggotanya.

Menurut Tito, mencari Santoso ibarat mencari jarum di tumpukan jerami.

Wajar saja Satuan Tugas Tinombala yang terdiri dari gabungan personil Polri dan TNI membutuhkan waktu cukup lama untuk memburu kelompok ini.

Santoso mampu merekrut puluhan orang untuk bergabung di kelompoknya.

Tak hanya orang Indonesia, tapi juga bangsa Uighur.

Bahkan, ada warga di kaki Gunung Biru yang menjadi simpatisan kelompok ini.

Mereka diam-diam memasok makanan dan logistik.

Kelompok teroris lain seperti Mujahidin Indonesia Barat pun terafiliasi dengan kelompok ini.

Berganti-ganti Sandi Operasi

Operasi pengejaran kelompok Santoso sempat berkali-kali berganti sandi.

Mulanya operasi pengejaran itu dinamakan "Camar Maleo".

Camar Maleo I dimulai pada 26 Januari 2015 hingga 26 Maret 2015.

Kemudian dilanjutkan dengan sandi Camar Maleo II hingga 7 Juni 2015.

Sandi berganti lagi menjadi Camar Maleo III yang dimulai sejak 9 September 2015 itu.

Camar Maleo IV berlangsung setelah itu dan berakhir 9 Januari 2016.

Setelah itu, sandi Camar Maleo tak lagi digunakan, berganti operasi Tinombala.

Operasi dengan sandi baru ini dimulai sejak 10 Januari 2016 dan berakhir 8 Mei 2016 lalu dan diperpanjang hingga 8 Agustus 2016.

Setelah dievaluasi, tim gabungan merombak beberapa personil mereka dengan orang-orang baru dan mengganti strategi.

Muncul Friksi

Satu per satu anggota kelompok Santoso berhasil ditangkap dan juga menyerahkan diri.

Sebagian alasannya karena mereka kelaparan akibat diputusnya pasokan logistik.

Di sisi lain, ternyata ada gesekan di internal.

Ada kecemburuan sosial dari para anggota terhadap Santoso yang mengistimewakan keluarganya.

Anggota keberatan dengan perintah Santoso untuk melindungi keluarganya dan memperlakukan istrinya secara khusus.

Operasi Belum Berakhir

Tewasnya Santoso tak berarti operasi Tinombala berakhir.

Setidaknya 19 anggota kelompok tersebut masih berkeliaran di hutan belantara Poso, termasuk istri Santoso.

Bahkan, kelompok ini memiliki "panglima" cadangan yang diduga kuat akan menggantikan Santoso memimpin kelompok.

Mereka adalah Basri dan Ali Kalora, dua orang kepercayaan Santoso.

Basri disebut memiliki kemampuan yang tidak jauh berbeda dengan Santoso.

Sementara Ali Kalora dianggap tak memiliki kemampuan, kompetensi, dan kepemimpinan layaknya Basri dan Santoso.

Kedekatan mereka lantaran kesamaan nasib sebagai orang-orang yang terjebak dalam konflik Poso. B

Basri dan istri Santoso akhirnya ditangkap kepolisian.(*)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved