Penempatan Aksara Bali Diprotes Polda, Dewan Sebut Tidak Menyalahi Aturan

aturan mengenai aksara Bali dibiarkan berjalan dulu. Kemudian masukan dari Polda Bali akan dikaji bersama-sama kedepan.

Penulis: Wema Satya Dinata | Editor: Huda Miftachul Huda
TRIBUN BALI/ WEMA SATYADINATA
Foto bersama antara pihak Polda Bali, DPRD Bali dan Eksekutif usai menggelar pertemuan tertutup terkait penempatan aksara Bali di Ruang Rapat Gabungan, Kantor DPRD Bali, Rabu (27/11/2019). 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR- Peraturan soal penempatan aksara Bali di atas aksara melayu atau bahasa Indonesia diprotes Polda Bali pada Rabu (27/11/2019). Menyikapi hal itu, kalangan DRPD Bali langsung mereson protes tersebut . 

Lalu apa jawaban dari dewan?

Wakil Ketua DPRD Bali, Nyoman Sugawa Korry mengatakan penggunaan aksara Bali tersebut sebelumnya telah diatur dalam Peraturan Gubernur (Pergub) 80 Tahun 2018 tentang Perlindungan dan Penggunaan Bahasa, Aksara dan Sastra Bali, serta Perda Nomor 1 Tahun 2018 tentang Bahasa, Aksara, dan Sastra Bali.

“Masukannya bagus, dalam konteks pelestarian budaya ini, juga memperkuat nasionalisme. Jadi apa yang menjadi pikiran-pikiran Pak Kapolda kita adopsi dengan baik, kita jadikan masukan dan kemudian aspek regulasi kita perkuat,” kata Sugawa Korry usai menggelar pertemuan tertutup di Ruang Rapat Gabungan Kantor DPRD Bali, Rabu (27/11/2019).

Dikatakannya, penempatan penulisan aksara Bali ini sudah sesuai dengan Perda dan Pergub yang sudah diverifikasi oleh Kemendagri.

Selanjutnya, aturan yang sekarang sudah ada dibiarkan berjalan dulu. Kemudian masukan dari Polda akan dikaji bersama-sama kedepan.

“Usulan dari Polda Bali itu kan untuk mengantisipasi. Untuk itu barang tentu kita akan adakan evaluasi bersama selanjutnya,” ujarnya.

Penempatan Aksara Bali Dianggap Bermasalah, Kapolda Bali: Bahaya Ini

Punya 3 Buku Berbahasa Bali, Bekerja di Kapal Pesiar Alit Juliartha Tetap Berkarya dengan Bahasa Ibu

Yang menjadi usulan untuk dievaluasi adalah masalah penempatan penulisan aksara Bali di Kantor dan fasilitas publik.

Padahal dasar penempatan aksara Bali diatas aksara Latin berbahasa Indonesia  adalah Perda Nomor 1 tahun 2018 dan Pergub nomor 80 tahun 2018.

Menurutnya, semua itu sudah sesuai karena Perda dan Pergub sudah diverifikasi oleh Kemendagri, dan sudah masuk dalam lembaran daerah.

Masukan dari pihak Polda Bali maksudnya agar disamping ada penguatan budaya , juga memperkuat aspek nasionalisme. 

Misalnya tulisan Bandara Ngurah Rai, di atasnya ada aksara Bali. Itu tidak menyalahi karena dasarnya adalah Pergub dan Perda.

“Pergub kan sudah diverifikasi. Kalau ada yang kurang sempurna, ya kita akan perbaiki,” tuturnya.

Peraturan Gubernur (Pergub) 80 Tahun 2018 tentang Perlindungan dan Penggunaan Bahasa, Aksara dan Sastra Bali yang sudah diterapkan dengan menempatkan aksara Bali di atas aksara latin mendapatkan reaksi keras dari Polda Bali.

Polda Bali kemudian mendatangi DPRD Bali untuk memberikan saran dan masukannya. Kabidkum Polda Bali, Kombes Moch Khozin, mengatakan lembaga Kepolisian mempunyai peran untuk mengingatkan lembaga lain baik eksekutif maupun legislatif.

Menurutnya tujuan utama penggunaan aksara Bali ini adalah melestarikan budaya Bali. Hanya saja dalam kesempatan itu pihaknya atas perintah Kapolda Bali, Irjen Petrus Reinhard Golose,melakukan pelurusan terkait penempatan tulisan yang menggunakan aksara Bali di atas huruf Latin Bahasa Indonesia.

Lestarikan Bahasa Bali Secara Digital, BASABali Wiki Raih Penghargaan dari UNESCO

“Tidak ada kita membedakan atau melarang. Ini hanya sama-sama kita meluruskan. Poinnya adalah agar kedepan Bali tidak dijadikan contoh, (masyarakat menganggap ) di sana bisa (Bali), di sini harusnya juga bisa. Di Bali bisa, kenapa kita tidak,” kata Khozin, usai melakukan pertemuan tertutup dengan pihak Dewan dan Eksekutif di Ruang Rapat Gabungan, Kantor DPRD Bali, Rabu (27/11/2019).

Untuk mengantisipasi hal itu, lanjut dia, maka landasan dasar hukum yang digunakan adalah UUD 1945 pasal 36, UU nomor 24 tahun 2009 dan UU nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Maksud dari landasan dasar hukum itu adalah keberadaan aksara Bali menjadi pertimbangan Kapolda agar penempatan penulisannya sesuai dengan aturan dan landasan UUD 1945, UU nomor 24 tahun 2009 dan sumpah pemuda.

Sambungnya, karena Bahasa Indonesia merupakan bahasa persatuan, maka tetap bahasa Indonesia yang menjadi bahasa yang diutamakan, sehingga penempatan aksara latin seharusnya berada di atas aksara Bali.

“Kalau sampai ini nanti, di sini (di Bali) (dianggap) bisa berjalan, karena maunya masyarakat. Tapi takutnya nanti dijadikan contoh oleh daerah-daerah yang lain. Contoh Papua punya bahasa sendiri, Kalimantan punya bahasa sendiri. Begitu juga Aceh dan Jawa,” tuturnya.

Ia menambahkan seharusnya saat membuat Perda atau Pergub, Pemerintah daerah mengundang semua pihak baik dari akdemisi, pengadilan, kejaksaan, kepolisian dan LSM.

“Oo, tiba-tiba Pergub sudah keluar. Bapak Kapolda kemudian membaca, oo bahaya ini. Akhirnya Pak Kapolda memerintahkan kami agar hal ini dikoordinasikan. Dan kalau bisa direvisi supaya tidak dijadikan contoh oleh daerah lain,” ujarnya.

Saat ditanya mengapa baru sekarang pihak Polda mempermasalahkan hal itu, Khozin menyampaikan pihaknya tidak pernah diundang dalam penyusunan Pergub, dan tiba-tiba saja Pergub sudah jadi.

Jika suatu peraturan sudah diterbitkan maka memang harus dijalankan. Namun kalau peraturan itu sudah berjalan tetapi ada masalah, sebagai antisipasi kedepan, bisa saja aturan tersebut direvisi.

Selanjutnya setelah Pergub 80 dibaca oleh Kapolda ditemukan ada kendala. Bahwa dalam penempatan aksara Bali, diatasnya harus Bahasa Indonesia atau aksara latin sebagai bahasa persatuan, baru dibawahnya diisi aksara daerah.

Masukan itu diberikan tujuannya agar daerah lain tidak mencontoh aturan yang ada di Bali. “Contohnya seperti di Yogyakarta, tetap atasnya nama Malioboro, (kemudian) dibawahnya baru aksara Jawa,” imbuhnya.

Adapun kesimpulan dari pertemuan tersebut adalah masukan dan saran yang disampaikan pihak Polda Bali sementara ditampung dulu. Sehingga dari masukan ini akan dibicarakan kembali nanti dengan pihak eksekutif, legislatif dan yudikatif. (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved