Nota Pembelaan Belum Siap, Hakim Tegur Sudikerta dan Tim Hukumnya
Hakim Ketua Esthar Oktavi menegur I Ketut Sudikerta serta tim penasihat hukumnya (PH) karena nota pembelaan belum siap
Penulis: Putu Candra | Editor: Irma Budiarti
Nota Pembelaan Belum Siap, Hakim Tegur Sudikerta dan Tim Hukumnya
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Hakim Ketua Esthar Oktavi menegur I Ketut Sudikerta serta tim penasihat hukumnya (PH) dalam lanjutan sidang di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Selasa (17/12/2019).
Hakim melakukan itu karena tim penasihat hukum Sudikerta menyatakan nota pembelaan belum siap dibacakan.
Sesuai jadwal yang sudah ditentukan, seharusnya tim penasihat hukum membacakan nota pembelaan.
Nota pembelaan diajukan Sudikerta menanggapi tuntutan pidana 15 tahun dari tim Jaksa Penuntut Umum (JPU).
"Maaf Yang Mulia, nota pembelaan kami belum siap," kata Nyoman Darmada.
"Waduh, komitmen dong dengan jadwal yang sudah ditentukan," ujar Hakim Esthar Oktavi dengan nada tinggi.
Hakim memberikan waktu sehari kepada penasihat hukum Sudikerta mempersiapkan nota pembelaan.
Nota pembelaan akan dibacakan, Rabu (18/12/2019).
Namun, jika nota pembelaan tidak dibacakan, sidang dilanjutkan dengan agenda lainnya.
Ditemui seusai penundaan sidang, Nyoman Darmada selaku koordinator tim PH Sudikerta mengatakan, nota pembelaan telah siap.
Hanya Sudikerta meminta waktu untuk lakukan koreksi.
"Ya kami mengikuti permintaan klien. Tadi kami sangat malu sama majelis hakim. Tapi permintaan klien mau mengkoreksi, ya silakan. Tadi sempat ditegur hakim," ujarnya.
• Dijemput Polisi Bersenjata, Perbekel Celukan Bawang Diberhentikan Setelah Dilantik
• Hati-hati Modus Penipuan, Tak Ada CPNS Jalur Indonesia Sehat
Darmada mengatakan, Sudikerta ingin mengetahui seluruh isi pembelaan sebelum dibacakan dalam sidang.
"Mungkin ada penambahan. Biar beliau menambahkan. Itu kan haknya. Besok pasti dibacakan," ujarnya.
Sementara terdakwa Anak Agung Ngurah Agung melalui tim penasihat hukumnya telah membacakan nota pembelaan di persidangan, kemarin.
Ngurah Agung dalam perkara ini dituntut delapan tahun penjara.
Ngurah Agung bersama Sudikerta dinilai bersalah melakukan tindak pidana penipuan dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) senilai Rp 150 miliar dengan korban bos PT Maspion Surabaya, Alim Markus.
Mengenai nota pembelaan yang telah diajukan, Agus Sujoko selaku ketua tim penasihat hukum terdakwa Ngurah Agung menyoroti sejumlah hal.
"Yang pertama, kami sorot adalah kedudukan Alim Markus. Sesuai fakta persidangan Alim Markus mengatakan sebagai komisaris di PT Marindo Investama. Nah, di dalam laporan perkara ini kan PT Marindo Investama yang menyatakan tidak bisa membangun. Di sana artinya ada kesalahan yang dilakukan oleh Alim Markus," urainya.
Agus Sujoko mengatakan, yang seharusnya melapor adalah direktur utama PT Marindo Gemilang, dalam hal ini anak Alim Markus yaitu Sugiharto.
Juga pada saat melaporkan, kata Agus, tidak ada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
"Fakta di persidangan RUPS tidak ada sama sekali," ujarnya.
Terkait pelepasan hak, menurut Agus itu sah.
• Lolos Seleksi Administrasi CPNS 2019, Pelamar Wajib Cetak Kartu Ujian, Ini Jadwalnya
• BMKG Hapus Peringatan Dini Hujan Lebat di Bali, Tetap Imbau Potensi Gelombang Tinggi
Berdasarkan Akta 37 dan 38, terdakwa Anak Agung Ngurah Agung sama sekali tidak terlibat dan tidak tahu-menahu.
"Justru yang menjadi pertanyaan, kenapa yang membayar bukan Alim Markus tapi melalui PT Pecatu Bangun Gemilang. Padahal antara Ngurah Agung dan PT Pecatu itu tidak ada hubungan hukum. Yang ada hubungan hukumnya itu adalah pihaknya Alim Markus dan Ngurah Agung," katanya.
"Sampai sekarang di persidangan tidak pernah ada dokumen hukum yang menyatakan jual beli antara PT Marindo Investama dan PT Pecatu Bangun Gemilang tidak ada satu pun korelasi hukumnya yang menyatakan jual beli. Kemudian sertifikat itu sudah beralih ke PT Marindo Gemilang. Jadi dari Ngurah Agung pelepasannya sudah beralih, dan proses itu tidak terungkap di persidangan," kata Agus Sujoko.
Dia membeberkan, yang menjadi syarat utama dalam dakwaan dijelaskan bahwa Alim Markus telah membayar ke PT Pecatu Bangun Gemilang.
Namun di sisi lain, Ngurah Agung dan Wayan Wakil tidak mau pindah.
"Di dalam dakwaan juga dijelaskan, kenapa Wayan Wakil tidak mau pindah. Itu karena belum dibayar lunas oleh Sudikerta. Itu tidak ada hubungan hukumnya antara Wayan Wakil dan Sudikerta. Makanya saya bilang siapa yang bertanggung jawab. Bukan Wayan Wakil dan Ngurah Agung. Mereka sudah melepaskan haknya," jelasnya.
Agus Sujoko menyatakan, perkara ini masuk ke ranah perdata.
"Ini adalah unsur ganti rugi kerugian yang dialami. Kerugian itu jelas berdasarkan perikatan dan condongnya keperdataaan. Jadi kami menyatakan, perkara ini perdata dan fakta persidangan tidak bisa dibohongi," tegasnya.
Dalam nota pembelaannya, dia meminta kepada majelis hakim agar membebaskan Ngurah Agung dari segala tuntutan dan membebaskannya dari tahanan.
(*)