Perupa Agus Kama Loedin Pamerkan 31 Karya Seni Berbahan Kawat, Ambil Bentuk Ikonografi Jawa Klasik
Agus Kama Loedin merupakan seorang perupa yang berasal dari Indonesia tetapi lama tinggal di luar negeri. Sebelumnya, ia merupakan seorang fotografer
Penulis: Wema Satya Dinata | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
“Saya merasa tidak mampu bertanding dengan digital, karena saya analog. Mau ngomong ekonomi lebih mahal dibanding digital, analog saya harus beli film, harus cetak dan sebagainya,” kata dia.
Belum lagi kalau salah, maka pekerjaannya menjadi sia-sia karena kalau analog tidak bisa diedit.
Sedangkan jika menggunakan digital kalau salah tinggal delete saja.
“Kalau cetak salah, sudah selesai kita tidak bisa diperbaiki,” tutur pria yang pernah mengikuti pameran di Filipina dan Italia ini.
Kini, sudah sekitar 12 tahun dirinya menekuni seni rupa dengan media kawat.
Dikatakannya, perpindahan ke seni rupa kawat merupakan suatu pilihan.
Adapun karya terakhir Agus dalam seni fotografi adalah memfoto konstruksi jalan tol di Filipina.
Kesulitan yang dialami saat membuat karya seni dengan kawat adalah tangan menjadi sakit, lecet-lecet dan sebagainya.
• Dibantu Damkar Badung, BPBD Denpasar Tangani Kebakaran Rumah Kos di Padangsambian Kelod
Ia mengatakan tidak bisa memastikan waktu penyelesaian sebuah karya, karena tergantung dorongan dan keinginan untuk mengerjakan.
Sebuah karya bisa diselesaikan 2 minggu hingga 1 bulan.
Jumlah karya yang dipamerkan berjumlah 31 buah, terdiri dari 4 karya dua dimensi dan 27 karya tiga dimensi.
Adapun seluruh judul karya-karya yang dibuatnya berkaitan dengan Hindu Budha, seperti Abhaya Mudra, Witarkhamudra, Dharma Cakra Mudra, Moksa, Reikarnasi, Stupa, Roda Dharma, Pembukaan Teratai, Lingga Yoni, Vajra, Mayura, dan sebagainya.
Salah satu Penulis Buku Jaga Raga, Bara Jiwa, Anak Agung Sagung Mas Ruscitadewi menceritakan bahwa Agus Kama Loedin sangat ingin berkolaborasi dengan seorang sastrawan Bali yaitu Alm. Ida Bagus Palguna, namun hal itu tidak tercapai karena Palguna sudah lebih dulu berpulang.
Agus dikatakan pernah membantu Palguna di Leiden saat meneliti tentang naskah dan lontar.
Aguslah yang memberitahukan Palguna tentang konsep-konsep Hindu Budha yang ada dalam lontar tersebut, karena kebetulan latar belakang pendidikannya arkeologi.
Agus kemudian meminta Gung Mas untuk mendampinginya selama acara pameran di Bali.
“Dia merasa was-was ketika harus masuk ke budaya yang baru padahal Bali sangat welcome,” aku Gung Mas. (*)