Peran Adat Penting Cegah TPPO di Bali, Grab Dukung Program KPAI dan LPSK Cegah Perdagangan Orang
Jika pengemudi Grab menjemput atau membawa anak di bawah umur, maka bisa ditanyakan tujuannya.
Penulis: Wema Satya Dinata | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Grab Indonesia menggelar seminar pencegahan Tindak Perdagangan Orang (TPPO) dengan tema ‘Anak sebagai Agen Perubahan dalam Pencegahan Perdagangan Orang’ di The Colony Creative Hub, Plaza Renon Denpasar, Kamis (16/1/2020).
Seminar ini merupakan kelanjutan dari MoU antara KPAI, LPSK dan Grab Indonesia yang diresmikan tahun lalu sebagai upaya pencegahan dan pelaporan dugaan kasus TPPO dan eksploitasi seksual komersial anak di Indonesia.
Deputi Menteri Bidang Perlindungan Hak Perempuan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI, Prof. Vennetia Danes, mengatakan Bali sebagai daerah tujuan wisata nasional dan internasional berpotensi sebagai daerah tujuan dan sumber TPPO.
Lanjut dia, meski kasus perdagangan manusia di Bali belum mengkhawatirkan, namun fenomena ini penting untuk diantisipasi.
• Terindikasi DBD, 30 Warga Jembrana Dirawat Sejak Desember 2019
• Akan Digunakan Februari Mendatang, SMPN 13 Denpasar Baru Miliki Ruang Kelas dan Padmasana
“Bali sebagai daerah pariwisata harus ada antisipasi TPPO. Ada peran adat yang bisa dipakai mencegah terjadinya TPPO di Bali,” kata Prof. vennetia.
Selain itu, cara lain untuk mencegah TPPO adalah membentuk community watch, yang artinya tetangga memperhatikan tetangga.
Di hadapan peserta seminar yang didominasi para pelajar se-Kota Denpasar, ia menjelaskan sejumlah penyebab terjadinya TPPO, antara lain faktor ekonomi, faktor pendidikan, faktor kesempatan kerja yang minim dan gaya hidup yang tinggi.
"Hal ini umumnya dialami korban berusia muda. Keinginan untuk hidup yang lebih hedon atau karena faktor ekonomi, membuat korban dengan mudah tergiur dengan tawaran pelaku TPPO. Faktor lainnya ketidaksetaraan gender dan diskriminasi. Faktanya, banyak lapangan kerja yang lebih membutuhkan tenaga kerja laki-laki," ungkapnya.
• Tower Telkomsel di Desa Kayubihi Bangli Disatroni Maling
Di samping itu, terjadinya TPPO juga diakibatkan karena korban hidup terpisah dengan keluarga.
Berikutnya, faktor Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang membuat korban menjadi pribadi yang lemah.
Berdasarkan data laporan dari KPAI selama tahun 2011-2019, kasus kekerasan anak yang terjadi di lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif mencapai total 7.047 kasus.
Kasus terbanyak terjadi pada 2013 sebanyak 931 kasus.
Sedangkan kasus trafficking dan eksploitasi selama 2011-2019 mencapai total 2.385 kasus.
Jumlah kasus tertinggi terjadi pada 2017 yang mencapai 347 kasus.
TPPO tertinggi berada di daerah Kalimantan karena di sana ada istilah ‘kawin kontrak’.