7 Hal Seputar Rangkaian Galungan dan Kuningan di Bali yang Belum Banyak Diketahui
Setiap perayaan Galungan dan Kuningan siswa sekolah akan diliburkan selama 2 minggu.
Penulis: Putu Supartika | Editor: Eviera Paramita Sandi
Lamanya tak ada dewasa ini yakni 42 hari.
21 hari sebelum Hari Raya Galungan merupakan batas akhir untuk seseorang melakukan upacara pernikahan.
Setelah itu, sampai dengan Rabu Kliwon Pahang atau biasa disebut Pegatwakan tidak ada lagi dewasa atau hari baik untuk melangsungkan upacara pernikahan.
Menurut Wakil Ketua PHDI Bali, Pinandita Ketut Pasek Swastika, saat 21 hari sebelum Galungan atau yang disebut selikur dina Galungan banyak orang yang melangsungkan upacara pernikahan.
Menurutnya, ada lima alasan kenapa banyak orang yang menikah pada saat 21 hari sebelum Galungan.
"Pertama hal itu merupakan dresta atau kebiasaan di Bali bahwa 21 Galungan merupakan batas waktu orang melangsungkan upacara pernikahan. Sehingga sebelum itu hingga saat 21 hari sebelum Galungan banyak orang yang akan melangsungkan pernikahan," katanya.
Kedua, pelaksanaan pernikahan sebelum Galungan ini erat kaitannya dengan upacara mepinton atau melapor secara niskala kepada Bhatara Kawitan.
Mepinton ini dilaksanakan melalui merajan, Pura Pemaksan, Pura Dadia, Pura Panti, dan Pura Kawitan, juga Pura Kahyangan Tiga atau pura lain yang ditunjuk sesuai kebiadaan di daerah masing-masing.
Sebelum mepinton dilaksanakan upacara makalakalaan dan widiwidana di Sanggah Pakamulan yang selanjutnya adalah mepinton.
Ketiga, orang menikah memiliki tujuan untuk melahirkan anak suputra.
Ini berarti, jika dilaksanakan setelah Galungan akan terlalu lama untuk menunggu Galungan berkutnya karena tidak ada dewasa.
"Jadi untuk menunggu Galungan berikutnya pasti sudah berhubungan badan sehingga bibit atau manik sudah terproses namun belum mendapat ijin dari Bhatara Kawitan karena belum mepinton. Karenanya pernikahan dilaksanakan 21 hari sebelum Galungan sekaliguas mepinton sehingga manik yang terbentuk dalam kandungan sudah mendapat ijin Bhatara Kawitan," katanya.
Keempat, ada istilah Pegatwakan dimana selama 42 hari dari 21 hari sebelum Galungan sampai Budha Kliwon Pahang tidak ada dewasa.
"Kalau nganten di Manis Galungan atau Manis Kuningan berarti tidak boleh melangsungkan widiwidana atau manusa yadnya. Tidak tertutup kemungkinan setelah perempuan dipinang akan berhubungan badan, artinya tidak sah karena tidak dibolehkan oleh sastra berhubungan badan kalau belum diresmikan," paparnya.
Kelima, berkaitan dengan Tumpek Wariga atau Tumpek Bubuh.
"Alam ini diciptakan oleh Tuhan beserta isinya dan ada namanya Tumpek Wariga atau Tumpek bubuh. Berarti manusia bagian dari ciptaan itu supaya diberikan roh agar terlahir anak yang suputra," jelasnya.
Terkait hal ini, ia mengatakan salah satunya termuat dalam Lontar Ngemban Wong Beling dan ada pada beberapa lontar lainnya.
"Itulah kenapa selikur Galungan banyak orang yang nganten, setelah itu sudah tidak ada dewasa atau hari baik. Untuk pelaksanaan Dewa Yadnya masih bisa, sedangkan untuk Manusa Yadnya tidak boleh terkecuali otonan atau nyambutin karena membawa dewasa sendiri," jelasnya. (*)