Corona di Bali

PKM di Kota Denpasar Dimulai Besok, Pedagang Bermobil Dadakan Minta Difasilitasi Tempat Berdagang

Para pedagang bermobil itu umumnya mereka yang kehilangan sumber penghasilan akibat pandemi covid-19.

Penulis: Adrian Amurwonegoro | Editor: Wema Satya Dinata
Tribun Bali/Adrian Amurwonegoro
Pedagang bermobil di Jalan Cok Agung Tresna, Denpasar, Bali, Kamis (14/5/2020) 

Laporan wartawan Tribun Bali, Adrian Amurwonegoro

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Para pedagang bermobil yang kini marak di Jalanan Kota Denpasar meminta solusi dari Pemerintah Kota untuk nasib mereka selama pemberlakuan kebijakan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PKM).

Para pedagang bermobil itu umumnya mereka yang kehilangan sumber penghasilan akibat pandemi covid-19.

Seorang penjual gula pasir Raffi Kasman Rauf (54) mengaku keberatan jika solusi dari pemerintah mengharuskan ia harus bagi hasil dengan menyewa lahan pemilik toko.

"Untuk kehidupan sehari-hari saja susah, apalagi masih harus bagi hasil, saya mohon toleransi dari pemerintah, agar tetap bisa berjualan di sini namun kami menerapkan protokol kesehatan," kata Raffi kepada Tribun Bali saat dijumpai di Jalan Cok Agung Tresna, Denpasar, Bali, Kamis (14/5/2020)

Jumlah Kasus DBD di Tabanan Melonjak, Selama 4 Bulan Ini Telah Lampaui Kasus Sepanjang Tahun 2019

Kembalikan Fungsi Lapangan Dangin Carik,Ratusan Pedagang Direlokasi ke 2 Terminal Berbeda di Tabanan

PLN Jelaskan Soal Tagihan Listrik pada Pelanggan di Bali, Tegaskan Tak Ada Kenaikan Tarif

Raffi sebelumnya merupakan pedagang baju, ia biasa membuka stand di pasar malam, mall dan pameran-pameran, namun semenjak adanya larangan kegiatan yang menimbulkan massa yang banyak dan menutup kegiatan semacam itu, ia tak lagi ada sumber pendapatan.

Padahal ia harus menghidupi istri dan 3 anak, biaya kos, cost operasional dan lain sebagainya.

 Berjualan gula pasir hanya memberikan ia keuntungan Rp 1.500 per kilogramnya.

Kadang ia hanya bisa mampu menjual 30 kilogram saja, terlebih menjelang PKM dirasakan semakin menurun permintaan dari masyarakat.

Tak jarang ia harus menyewa mobil kepada temannya untuk menawarkan gula pasir ke wilayah luar Kota Denpasar berkeliling dari desa ke desa.

Perantau asal Padang itu mengaku belum menerima sosialisasi langsung dari petugas Satpol PP maupun pihak pemerintah terkait solusi kepada para pedagang selama pemberlakuan PKM.

Untuk itu, Raffi meminta pemerintah kota untuk memberikan fasilitas atau lahan berjualan yang representatif.

"Saya berharap pemerintah mau memfasilitasi, itu masih mending, disediakan pemerintah, keadaan seperti ini kami semua tidak bisa apa-apa, hanya bisa berdagang seperti ini," katanya.

Terkait opsi lain, Raffi mengakatan sama sekali belum terpikirkan bagaimana ia menyambung hidup.

Hingga Saat Ini Belum Ada Desa/Kelurahan yang Ajukan PKM, Pemkot Denpasar: Petugas Jangan Arogan

Perda Penyelenggaraan Kesehatan Disahkan, Pengobatan Tradisional Bali Kini Wajib Ada di Setiap RS

Diundang Dewan, Sejumlah Camat di Badung Keluhkan Anggaran Satgas Covid-19 di Tingkat Kecamatan

"Online memakan waktu, penghasilan tidak seberapa, mengantar ke sana ke sini bisa habis untuk operasional, yang jelas kami usaha hari ini untuk menyambung hidup hari ini, kami sendiri yang membantu diri kami sendiri, tidak ada bantuan dari siapa-siapa," tuturnya.

Hal yang sama dirasakan oleh Jero Anastasia (41) merasa keberatan jika sementara waktu di masa ekonomi yang sulit dilarang berjualan di pinggir jalan tanpa ada fasilitas dari pemerintah.

Ia menjual buah mulai dari harga Rp 8 hingga 15 ribu per hari.

 Selain itu ia juga menjual beras merah dari kemasan 1 kilogram dan 15 kilogram.

"Semakin menurun menjelang PKM dua hari ini, kemarin dapat Rp 200 ribu, ini sampai siang ini baru Rp 30 ribu, mau ambil lagi untuk stok juga takut busuk kalau tidak laku dan tidak diperbolehkan berjualan lagi," katanya.

Wanita asli Singaraja berjualan sejak 5 Mei 2020 yang lalu, sebelumnya ia bekerja di kantin sebuah kantor dinas di Denpasar, namun semenjak diberlakukan kebijakan Work From Home kantinnya sepi pembeli dan beralih dagang buah dan beras.

"Saya sebelumnya di kantin kantor dinas, kantinnya pegawainya sepi, kan WFH, sempat menganggur sejak WFH satu bulan itu baru 5 Mei kemarin jualan ini, kalau suami mengerjakan kusen alumunium yang juga menerima banyak cancel dan pending karena covid-19 ini," kata warga yang tinggal di Denpasar itu.

Jika nantinya tidak diperbolehkan berdagang di pinggir jalan, ia mengaku memiliki opsi berdagang beras merah secara online melalui OLX.

Namun ia berharap ada fasilitas berjualan dari pemerintah.

"Saya paling nanti jual beras merah ini lewat OLX, sudah jalan kemarin, ya nanti lebih aktif, saya yang mengantar pakai sepeda motor, besok tanggal 15 mau seperti apa saya belum tahu," kata dia.

Satu pedagang lainnya, yang berdagang telur dan sembako namun enggan disebutkan namanya mengaku memilih berjualan secara online jika dilarang untuk berjualan di pinggir jalan.

"Kalau saya kasih senyum aja, ya nanti mau coba ganti jual kebaya online aja," ucapnya. (*)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved