Corona di Indonesia
Memprediksi Pergerakan Covid-19 di Indonesia dengan Model Matematis, Ini Hasil Kajian Peneliti
Prediksi ini dilakukan melalui permodelan matematis yang menghitung perkiraan puncak wabah. Tujuannya, agar langkah-langkah antisipatif
TRIBUN-BALI.COM - Beberapa peneliti dan ahli memprediksi puncak wabah virus corona di Indonesia.
Prediksi ini dilakukan melalui permodelan matematis yang menghitung perkiraan puncak wabah. Tujuannya, agar langkah-langkah antisipatif bisa dimaksimalkan.
Peneliti dan perekayasa muda di Pusat Teknologi Pengembangan Sumber Daya Wilayah (PTPSW) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Anisah melakukan prediksi melalui permodelan yang disebut Grey Forecasting Model atau GM (1,1) dan Grey Model Verhulst.
Pada kedua Grey Model tersebut, Anisah memasukan data kasus Covid -19 di Indonesia dengan jumlah kasus baru yang muncul dan telah terkonfirmasi dengan pasien positif Covid-19, serta sumber data dari kemenkes RI yang diambil dari laman http://covidtrack.bppt.go.id.
• Hadapi New Normal Pendidikan, Badung Akan Terapkan Sistem Shift dan Kurangi Jam Belajar Siswa
• Nekat Jadi Tukang Tempel Sabu, Wayan Agus Dituntut 13 Tahun Penjara
• Pemkot Denpasar Kembali Lakukan Tes Swab Kepada 71 Orang PMI
"Penggunaan grey model dapat memprediksi deret waktu dengan data kasus baru, serta keunggulannya hanya membutuhkan data yang terbatas," ungkap Anisah saat webinar PTPSW- BPPT bertajuk Model Matematis dan Covid-19 di Indonesia melalaui zoom meeting, Kamis (28/5/2020).
Untuk fitting kurva GM 1.1 (garis biru) dan modifikasinya (garis merah) memperlihatkan bahwa kedua garis kurva terus mengalami peningkatan semenjak kasus pertama Covid-19 di Indonesia pada Maret 2020.
Pada hari ke-80, mencapai titik puncak dengan menyentuh angka 1000 jumlah kasus positif.
Selain itu, fitting kurva ini juga menunjukkan prediksi akan peningkatan kasus baru Covid-19 untuk 30 hari ke depan yang bisa dilihat dari garis merah panjang keatas yang melampaui titik puncak kasus positif.
Begitu pula terjadi pada fitting kurva grey model verhulst dan modifikasinya.
Puncak jumlah kasus terlewati
Meski grafik memperlihatkan puncak jumlah kasus positif Covid-19 sudah terlewati, hanya saja prediksi kenaikan kasus positif Covid-19 dalam jangka waktu satu bulan ke depan, jumlahnya tidak akan melebihi titik puncak.
"Dengan hasil kurva fitting grey model ini, kita optimis bahwa kita sudah melampaui puncak (kasus baru positif Covid-19), tapi tetap perlu diperhatikan karena prediksi 30 hari ke depan trennya masih naik," sebut Anisah.
Data Driven SIR
Berbeda dengan Anisah yang menggunakan Grey Model, peneliti PTPSW BPPT Dr Albert Sulaiman menggunakan Data Driven SIR (Susceptible, Infectious, Recovered) Model Fit New Normal.
• New Normal di Sekolah, Begini Rekomendasinya, Hilangkan Jam Istirahat dan Belajar Hanya 4 Jam
• PKK Denpasar dan Dinas Pertanian Bagikan Bibit Hortikultura Gratis di Empat Kecamatan
• Pemkot Denpasar Terima Sertifikat Tanah Pelabuhan Matahari Terbit Sanur dari BPN
Pada fitting kurva SIR Model, menunjukkan ada satu titik pertemuan antara garis merah (pergerakan kasus positif covid 19) dan garis hijau (pergerakan pulih) yang diprediksi pada titik pertemuan tersebut Indonesia bisa dikatakan sudah masuk pada tahap new normal.
"Mungkin ini titik di mana kita boleh melakukan new normal. Tapi ini bukan kewenangan saya untuk menginterpretasikan hal ini. Kita harus bergantung kepada ahli epidemiologi," ucapnya.
Metode System Dynamic
Selain dua peneliti tersebut, ada juga Dr Sri Handoyo Mukti yang menggunakan metode system dynamic
untuk menghasilkan simulasi model Covid-19 dengan tujuan menganalisis kebijakan dan teknologi.
Menurut Sri Handoyo Mukti, Penggunaan metodologi system dynamics lebih ditekankan untuk tujuan peningkatan pemahaman kita tentang bagaimana tingkah laku muncul dari struktur kebijaksanaan dalam sistem itu. Pemahaman ini sangat penting dalam perancangan kebijaksanaan yang efektif.
Merujuk pada kasus Covid-19 di Indonesia, dengan menggunakan metode system dynamics terlihat adanya hubungan kausal atau sebab akibat yang ditimbulkan.
"Model ini menggambarkan penduduk potensial atau rentan terpapar Covid-19, nantinya yang rentan (terdeteksi atau tidak terdeteksi Covid-19) menularkan ke orang lain," paparnya.
"Kemudian terbagi lagi menjadi pasien terkonfirmasi positif dan tidak (berdasarkan hasil test). Dari terkonfirmasi ada yang sembuh dan ada yang meninggal," imbuh Sri Handoyo.
Dalam menggunakan metode system dynamics, Handoyo memasukan beberapa parameter asumsi awal, diantaranya jumlah penduduk yang berpotensi tertular (rentan awal) dan durasi penularan.
Handoyo juga menjelaskan, model ini telah ia jalankan sejak 10 Februari (sekitar 20 hari sebelum kasus pertama).
"Biasanya sebelum kasus ditemukan, kontak penularannya terjadi dua minggu sebelumnya," ujarnya.
Handoyo menambahkan, bahwa hasil simulasi model ini juga bisa berpengaruh terhadap suatu intervensi atau suatu kebijakan yang diambil ditengah-tengah fenomena yang sedang terjadi.
Intervensi yang ada misalnya social distancing atau PSBB akan menghalangi percepatan penyebaran Covid-19. Nah menjelang Idul Fitri orang jenuh, tiba-tiba terjadi pelonggaran PSBB.
"Makanya ada kurva yang sudah turun mendadak naik lagi. Biasanya setelah 70-80 hari (setelah kasus pertama ditemukan dan penerapan social distancing), rata-rata angka kasus positifnya turun," ujar Handoyo.(*)