Hadapi Era New Normal, Ini yang Harus Dilakukan Seniman Bali

Tubuh manusia Bali sangat lekat dengan nuansa komunal, bekerja secara kolektif di bawah naungan desa/banjar adat, kini mereka sedang dihadapkan wabah

Dok. Tribunnews
Ilustrasi Budaya Bali 

Laporan wartawan Tribun Bali, Adrian Amurwonegoro

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Pariwisata dan kebudayaan Bali menjadi satu kesatuan anatomi pesona, daya tarik dan pancaran keindahan Pulau Dewata yang tak dapat dipisahkan.

Tubuh manusia Bali sangat lekat dengan nuansa komunal, bekerja secara kolektif di bawah naungan desa/banjar adat, kini mereka sedang dihadapkan pandemi virus corona atau covid-19.

Pandemi ini akhirnya mengharuskan masyarakat Bali mengadopsi nilai-nilai baru seperti social distancing, pakai masker dan tidak bersentuhan satu sama lain atau menjaga jarak.

Kondisi ini dalam jangka panjang dikhawatirkan dapat mengubah kebudayaan Bali yang tidak sesuai dengan bahasa tubuh manusia Bali selama ini.

Seniman Bali sebagai salah satu penyangga kebudayaan dituntut lebih kreatif dengan menghasilkan karya-karya sesuai tuntutan jaman.

dr Tjokorda Gede Agung Adalah Sosok Dibalik Perubahan Nama Kota Klungkung Menjadi Semarapura

BREAKING NEWS - Mantan Bupati Klungkung ke-3 dr Tjokorda Gede Agung Meninggal Dunia

Monumen Perjuangan Bajra Sandi di Denpasar Perpanjang Penutupan Sementara Akibat Pandemi Covid-19

Pusat Penelitian (Puslit) Kebudayaan Unud Jumat (29/5/2020) kemarin, melaksanakan Webinar 2 yang dipandu Koordinator Puslit Kebudayaan Prof. Dr. Nyoman Darma Putra, M.Litt, dibuka oleh Rektor Unud Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, SP.S(K) dan menghadirkan pembicara pakar Budaya Prof. Dr. I Made Bandem dan kolumnis Dr. Jean Couteau.

Webinar tersebut didukung Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Unud dan Jurnal Kajian Bali (terakreditasi Sinta-2) yang tahun ini sudha berusia 10 tahun.

Hasil diskusi hangat dari Webinar 2 tersebut dalam keterangan pers yang diterima Tribun Bali, Sabtu (30/5/2020) ini menjelaskan bahwa dalam aspek Budaya Pertanian Prof. Bandem berpendapat kebudayaan Bali berkembang dari budaya pertanian sehingga sepanjang pertanian di Bali tetap berjalan baik maka kebudayaan Bali tidak akan punah, namun kurang relevan dengan situasi terkini.

Selama Momen Ramadan dan Idul Fitri 2020, Trafik Layanan Data Telkomsel Tumbuh Hingga 22,8 Persen

Sejak Mei 2020, Pemuda Muhammadiyah Rutin Gelar Aksi Penyemprotan Fogging Gratis di Buleleng

Pekerja Konstruksi di Denpasar Diwajibkan Menggunakan APD di Masa Pandemi Covid-19

Sementara itu secara evolusi sosiologis, menurut Jean Couteau, peran pertanian dalam menyangga perekonomian masyarakat Bali semakin surut dalam kontribusi pertanian terhadap PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) Bali hanya 20%.

Jika sebelumnya budaya pertanian sebagai acuan ideologis karena kontribusi pertanian sangat tinggi, dewasa ini telah terjadi pergeseran budaya pertanian ke budaya urban.

“Tanah, tenaga kerja, dan kebudayaan telah menjadi komoditas. Hal ini menimbulkan guncangan psikologis jika tidak ditangani dengan baik menimbulkan radikalisme,” terang Jean penulis asal Prancis dan menetap di Bali itu.

Diakuinya, pencegahan radikalisme akibat cultural shock dapat dilakukan dengan penanaman kesadaran bahwa masalah sosial kemasyarakatan ini semakin kompleks.

Agar tidak terjadi kesalahpahaman maka perlu adanya upaya pemilahan masalah sosial dan masalah budaya, selanjutnya dicarikan solusi masing-masing masalah tersebut.

Selain itu, Dr. Jean Couteau memaparkan orang Bali rentan tertular COVID-19 karena orang Bali itu khas yang sangat akrab dengan alam dan lingkungan.

Halaman
123
Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved