Pandemi, Kemerosotan Ekonomi hingga Kerusuhan Masif Jadi Pukulan Besar bagi Amerika Serikat

Dirinya mengungkapkan terdapat tiga catatan yang menggambarkan kelamnya wajah Amerika Serikat sekarang.

Editor: Wema Satya Dinata
ANTARA FOTO/REUTERS/ANDREW KELLY via KOMPAS.COM
Seseorang berjalan di bawah bendera Amerika Serikat di pantai Pulau Coney saat mewabahnya virus corona (Covid-19), di Brooklyn, New York, Amerika Serikat, Minggu (19/4/2020). 

TRIBUN-BALI.COM - Kerusuhan yang terjadi di Amerika Serikat pasca tewasnya George Floyd - seorang warga Minnesota berdarah Afrika-Amerika Serikat yang tewas akibat mengalami kekerasan oleh pihak Kepolisian Minnesota, telah menarik perhatian dunia.

Tidak terkecuali Presiden Republik Indonesia keenam, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Dirinya mengungkapkan terdapat tiga catatan yang menggambarkan kelamnya wajah Amerika Serikat sekarang.

Catan tersebut antara lain kasus virus corona atau covid-19 tertinggi di dunia, kemerosotan ekonomi dan kerusuhan yang semakin masif di sejumlah negara bagian Amerika Serikat.

Disdikpora Bali Sambut Baik Aturan Dana BOS Kini Bisa Dipakai untuk Beli Kuota Internet Siswa & Guru

Mengapa Mudah Sakit Kepala Saat Terpapar Matahari? Begini Penjelasannya

Keamanan AS Tak Stabil Pasca Tewasnya George Floyd, Susilo Bambang Yudhoyono: Are You Ok Amerika?

"Kalau ada acara 'cerdas cermat' dan ditanyakan 3 hal tentang Amerika saat ini, jawaban saya akan cepat. Pertama, korban Covid-19nya tertinggi di dunia; kedua ekonominya tidak cerah; dan ketiga terjadi kerusuhan sosial yang meluas," ungkap SBY dalam siaran tertulis pada Rabu (3/6/2020).

"Tiga-tiganya memang tak sedap untuk didengar. Tapi itulah yang terjadi," tambahnya.

Walau begitu, SBY tidak menyangkal ada yang menolak pendapatnya soal kondisi Amerika Serikat yang kini kedodoran.

Mereka katanya bisa berkilah 'America remains great'

Atau mungkin ditambahkan 'We are OK. We will be fine'.

Tetapi SBY kembali mempertanyakan kebenaran yang terjadi.

Apakah benar demikian.

"Sebenarnya saya ingin fokus ke soal kerusuhan dan keamanan publik di Amerika, namun bagaimanapun perlu disinggung sedikit tentang pandemi dan ekonomi negara itu. Mungkin ada baiknya. Paling tidak bisa jadi bahan pelajaran bagi kita," ungkap SBY.

Meskipun pandemi global ini belum berakhir dan masih berlangsung hingga saat ini, namun rapor awal katanya sudah terlihat.

Hingga Rabu, 3 Juni 2020; jumlah kasus Covid-19 di Amerika mencapai lebih dari 1,87 juta kasus.

5 Cara Menghilangkan Rasa Pedas dengan Cepat, Minum Susu dan Segera Kunyah Nasi

Kunjungan Wisatawan Merosot Akibat Pandemi Covid-19, Kemenparekraf Siapkan Strategi

Rai Mantra Hadiri Pemelaspasan Sekaligus Meresmikan SDN 3 Sanur

Sedangkan jumlah yang meninggal lebih dari 108.000 orang.

Kasus tersebut ditegaskan SBY merupakan angka tertinggi di dunia.

"Kalau ada yang 'usil' bisa saja dia bertanya, apakah ada yang keliru dalam penanganan pandemi di negara ini. Tidakkah Amerika punya segalanya?," ujar SBY.

Amerika Serikat diakuinya memang memiliki kemampuan intelijen dan deteksi dini terhadap kemungkinan penyebaran Covid-19 ke negaranya.

Amerika Serikat pun memiliki sistem pelayanan kesehatan yang cukup maju dan mapan.

Ekonominya juga kuat, sehingga memungkinkan untuk mengeluarkan dana stimulus yang besar.

Bahkan Jumlah dokter, ahli pandemi dan ilmuwan yang dimiliki Amerika Serikat ditegaskan SBY segudang.

Teknologi yang dimiliki juga sangat maju.

"Lantas apa? Apakah ada persoalan dengan kohesi politik, misalnya tidak solid? Apakah kurang akur antara para pemimpin politik dan ilmuwan ahli pandemi? Apakah dukungan publik terhadap kebijakan pemerintah kurang? Apakah ada permasalahan dengan kepemimpinan Presiden Trump?," tanya SBY bersusulan.

"Tapi, soal ini kita serahkan saja kepada bangsa Amerika. Biarlah sejarah yang akan menulisnya kelak. What went right and what went wrong (Apa yang benar dan apa yang salah)," ujar SBY.

Kejatuhan Ekonomi

Kejatuhan dan krisis ekonomi akibat pandemi covid-19 diungkapkan SBY ini sudah menjadi milik dunia.

Artinya, bukan hanya Amerika Serikat yang mengalami resesi dan guncangan ekonomi.

"Namun, ketika ini terjadi di sana - ekonomi terbesar dunia - tetap saja memiliki arti penting," imbuh SBY.

Apalagi lanjutnya, dunia tahu bahwa Presiden Amerika Serikat Donald Trump sangat membanggakan prestasi dan capaian ekonominya selama 3,5 tahun terakhir.

Misal, tentang pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pengangguran yang rendah.

"Nah, ketika fundamental yang dibanggakan ini runtuh, isunya akhirnya bukan hanya soal ekonomi semata, tetapi juga lari ke sosial dan politik," jelas SBY.

Sebagai contoh, lanjutnya, bisa ditelusuri apakah penjarahan yang terjadi di banyak kota ini karena faktor rasial (racism), atau faktor ekonomi.

"Jangan-jangan karena kesulitan ekonomi yang dialami oleh golongan bawah akhirnya memaksa mereka melakukan penjarahan itu," tanya SBY.

Kedua isu tersebut diungkapkan SBY membuat para pemimpin Amerika Serikat pusing.

Sebab, bukan hanya pandemi covid-19 yang banyak korbannya dan belum masuk zona hijau, situasi ekonomi semakin kelam.

Apalagi ditambah dengan goncangan sosial dan keamanan publik pasca tewasnya George Floyd, yang kini menjadi simbul perlawanan rakyat, utamanya komunitas kulit hitam.(*)

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved