Peneliti LIPI Temukan Katak Mini Jenis Baru di Sumatera Selatan, Diberi Nama Micryletta sumatrana
Dua lokasi tersebut adalah kawasan Hutan Harapan Jambi, Sumatera Selatan serta di suaka margasatwa Gumai Pesamah, Sumatera Selatan
TRIBUN-BALI.COM - Peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menemukan spesies katak jenis baru.
Dilansir lipi.go.id, katak jenis baru itu ditemukan di 2 lokasi di Sumatera Selatan.
Dua lokasi tersebut adalah kawasan Hutan Harapan Jambi, Sumatera Selatan serta di suaka margasatwa Gumai Pesamah, Sumatera Selatan.
Katak jenis baru ini diberi nama Micryletta sumatrana.
• 15 Sekolah di Tabanan Terapkan PPDB Online, Disdik Minta Kepsek Pastikan Semua Siswa Terdaftar
• Koster Ingin Pembangunan Pertanian, Pariwisata dan Kerajinan di Bali Berjalan Seimbang
• Masa Pendemi Covid-19, Menteri Agama Minta Masyarakat Berikhtiar, Berdoa, Bersabar dan Tawakal
“Meski demikian, masih terdapat kemungkinan bahwa katak mini Micryletta sumatrana juga hidup di daerah dataran rendah lainnya di selatan Sumatera,” ujar peneliti Pusat Penelitian Biologi LIPI, Amir Hamidy di Cibinong pada Kamis (11/6/2020).
Amir mengatakan ukuran katak ini memang tergolong mini.
“Katak jantan hanya memiliki tubuh 17,4 milimeter, sedangkan betinanya berukuran 22,8 milimeter,” ujar Amir.
Amir menjelaskan, katak mini tersebut juga memiliki ciri morfologi bagian punggung (dorsal) yang berwarna coklat keemasan dengan sedikit bintik-bintik gelap.
“Bagian perut atau ventral berwarna cokelat gelap disertai corak berwarna putih krem,” kata Amir.
Menurut Amir, karakter morfologi tersebut menjadi ciri atau pembeda utama dengan sesama anggota katak marga Micryletta lainnya.
Baik dengan jenis Micryletta inornata yang dapat ditemukan di bagian utara Sumatera (Medan, Aceh) ataupun jenis Micryletta lainnya yang tersebar di kawasan India, Indochina, dan Taiwan.
“Selain itu, bagian samping kepala dari jenis baru ini berwarna coklat gelap dengan bintik-bintik putih-krem di bibir dan wilayah tengah atau tympanum. Jika tungkai belakang diluruskan, bagian artikulasi tibiotarsal dapat mencapai depan mata,” ungkap Amir.
Amir mengungkapkan bahwa ada perbedaan mencolok pertama kali terlihat dari pola sentral antara katak mini Micryletta sumatrana dengan katak Micryletta yang hidup di utara Sumatera. “
Terdapat pola menyerupai batik atau jaring pada bagian perut katak yang ditemukan di selatan Sumatera. Sedangkan katak yang ada di utara Sumatera tidak memiliki pola tersebut," terang Amir.
• SIM Keliling Tidak Beroperasi, Pelayanan SIM di Gedung Satpas Satlantas Polresta Denpasar Normal
• Diakui sebagai Anjing Ras Dunia, Anggaran Pemuliabiakan Anjing Kintamani hanya Rp 45 Juta
• 10 Destinasi Wisata Banyuwangi Simulasi New Normal, Mulai Kawah Ijen hingga Hutan Alas Purwo
Tak hanya itu, setelah penelitian terhadap DNA, Micryletta sumatrana justru lebih menyerupai katak yang ada di Vietnam.
“Bahkan perbedaan DNA-nya sudah mencapai level beda jenis. Sehingga secara ilmiah ini dapat dipertanggungjawabkan sebagai jenis baru,” tutur Amir.
Sejauh ini, penemuan katak jenis baru asal Sumatera berhasil dilakukan karena adanya teknologi molekuler.
Teknologi molekuler memungkinkan para peneliti lebih mudah mengindetifikasi DNA katak tersebut.
“Setelah dites DNA-nya, ternyata benar beda jenis antara populasi yang ada di Sumatera bagian selatan dengan yang ada di Sumatera bagian utara,” pungkas Amir.
KATAK NYARIS PUNAH DITEMUKAN DI GUNUNG SALAK
Sementara itu, sebelumnya kodok merah yang nyaris punah juga kembali ditemukan di gunung salak pada Selasa (3/6/2020) malam.
Sebelum akhirnya ditemukan kembali, hewan tersebut sudah menghilang selama 5 tahun dari Gunung Halimun Salak.
Akun instagram resmi TNGHS @halimunsalak_np, mengabarkan hal tersebut, Kamis (5/6/2020).
Hewan langka nyaris punah yang kembali muncul itu adalah kodok merah
Kodok merah adalah satwa langka endemik pulau jawa yang ada di Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS).
Beberapa volunteer dan petugas TNGHS yang tergabung dalam tim survei keanekaragaman hayati berhasil mendokumentasikan kemunculan Kodok Merah (Leptophryne cruentata) di sisi timur Gunung Salak pada 3 Juni 2020.
Satwa yang dalam bahasa Inggris disebut bleeding toad ini memiliki karakteristik pola corak kulit tubuh berwarna merah seperti darah.
Spesies ini merupakan satu-satunya amfibi yang dilindungi oleh Pemerintah Indonesia.
Menurut The International Union for Conservation of Nature (IUCN), populasinya di alam berada dalam kondisi kritis atau critrically endangered.
Pada lokasi yang sama "kodok berdarah" ini terakhir dijumpai pada tahun 2015, dan TNGHS terus berusaha mencari keberadaannya.
Akhirnya pencarian selama dua tahun belakangan ini membuahkan hasil.
Kodok merah itu ternyata masih hidup dengan baik di TNGHS.
Selama masa pandemi covid-19 ini TNGHS memang menutup kunjungan umum.
Aktivitas pengelolaan kawasan juga dilakukan dengan terbatas, namun petugas tetap bekerja di lapangan.
TIKUS GUNUNG CIREMAI
Sementara itu, sebelumnya, petugas Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) menemukan seekor tikus yang belum dapat diidentifikasi jenisnya.
Hal tersebut dikabarkan lewat akun resmi instagram Taman Nasional Gunung Ciremai @gunung_ciremai.
Dari foto yang diposting, tikus itu tampak berbulu cokelat dengan sedikit bulu hitam.
Ukurannya tubuhnya kecil, dan memiliki buntut panjang dengan motif kotak di sepanjang buntut.
Dalam tulisan yang diposting @gunung_ciremai dan ditulis oleh Robi Gumilang, disebutkan bahwa jenis tikus yang ditemukan ini belum tercatat di data TNGC.
Berdasarkan pencocokan dokumentasi dan buku panduan mamalia diperkirakan jenis tersebut adalah Tikus Ranai (Haeromys sp.) atau Nyingnying (Chiropodomys sp.).
Dalam kolom komentar, pihak TNGC menjelaskan bahwa identifikasinya masih awal dan belum yakin karena keterbatasan pustaka.
Oleh karena itu proses identifikasi masih terus berlanjut.
Selain itu, pihak TNGC juga memberikan kesempatan bagi untuk menjelaskan jika ada pembacanya yang mengetahui jenis tikus tersebut.
Sekadar diketahui, sepanjang 2007 - 2017, TNGC mencatat ada 12 jenis tikus dan cucurut di kawasan Gunung Ciremai.
Sehingga, bisa jadi tikus yang kini belum terindentifikasi jenisnya in akan menjadi jenis ke 13 yang ada di Gunung Ciremai. (*)
