Diadili Terkait Dugaan Penggelapan dan Pemalsuan Dokumen, Notaris Agus Satoto Enggan Ajukan Eksepsi

Notaris Agus Satoto (53) menjalani sidang perdananya secara virtual di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Kamis (16/7/2020).

Penulis: Putu Candra | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
Tribun Bali/Putu Candra
Notaris Agus Satoto menjalani sidang dakwaan secara virtual. Ia diadili karena diduga menggelapkan dan memalsukan dokumen jual beli tanah. 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Notaris Agus Satoto (53) menjalani sidang perdananya secara virtual di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Kamis (16/7/2020).

Agus Satoto didudukan sebagai terdakwa terkait kasus dugaan tindak pidana penggelapan dan pemalsuan dokumen jual beli tanah.

Di mana dalam perkara ini para korban yang tidak bisa membaca dan menulis mengalami kerugian materiil sebesar Rp 9,5 miliar.

Dalam sidang dengan agenda pembacaan surat dakwaan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Agus Satoto dengan dakwaan alternatif.

Dakwaan pertama, perbuatan terdakwa dianggap melanggar pidana dalam Pasal 264 ayat (1) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

"Terdakwa Agus Satoto bersama saksi Esti Yuliani (penuntutan dalam berkas terpisah) yang melakukan, menyuruh melakukan atau turut serta membuat surat dalam bentuk akta-akta autentik palsu atau memalsukan surat dalam bentuk akta-akta autentik berupa enam buah akta autentik yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan, atau pembebasan utang atau yang diperuntukan sebagai bukti dari pada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat dalam bentuk akta-akta tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu," papar Jaksa Dewa Anom Rai dalam dakwaan pertama.

Mobil Goyang di Depan Rumah Dinas Wakil Bupati, Satpol PP Temukan ABG Tengah Berduaan

Mandiri Syariah Mudahkan Masyarakat Berkurban dari Handphone

Selundupkan 8 Kg Ganja dari Medan ke Bali, Untung Diganjar 18 Tahun Penjara

Atau dakwaan kedua, bahwa terdakwa bersama saksi Esti Yuliani (berkas terpisah) yang melakukan, menyuruh melakukan atau turut serta dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu betupa dua buah Sertifikat Hak Milik (SHM) masing-masing No. 2933/Desa Kutuh dan No.2941/Desa Kutuh yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan I Wayan Rumpiak, I Wayan Satih, I Made Landa dan I Made Ramia tapi ada dalam kekuasaan terdakwa bukan karena kejahatan melainkan kerena penitipan.

"Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 372 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana," terang Jaksa Anom di sidang dengan majelis hakim pimpinan Hakim I Wayan Gede Rumega.

Terhadap dakwaan jaksa, terdakwa Agus Satoto yang menjalani sidang dari Polres Badung, melalui tim penasihat hukumnya enggan mengajukan eksepsi atau keberatan. "Kami tidak mengajukan eksepsi, Yang Mulia," ucap penasihat hukum terdakwa, Alfano Edward Blegur didampingi Anna Endahwati dan Junia A Blegur.

Dengan tidak diajukannya eksepsi, majelis hakim menunda sidang. Sidang akan kembali dilanjutkan pekan depan dengan agenda pemeriksaan keterangan para saksi yang dihadirkan jaksa.

Sebagaimana diuraikan singkat dalam berkas perkara, tindak pidana penggelapan SHM No.2933 dan SHM No.2941 atau membuat surat autektik palsu atau memalsukan surat autektik dilakukan oleh tersangka Agus Satoto. Korbannya adalah I Wayan Rumpiak, I Wayan Satih, I Made Landa, dan I Made Ramia.

Setelah Bebas Sara Connor Pelaku Pembunuhan Polisi di Kuta Belum Bisa ke Australia, Ini Sebabnya

11 Data dan Fakta Sara Connor, WNA Pelaku Pembunuhan Polisi Bebas, Janji Tidak Ingin Mengulangi Lagi

Tabanan Rancang Paket Wisata, Hindari Kerumunan dan Siapkan Sistem Tiket Elektronik

Tindak pidana penggelapan terjadi pada tanggal 22 Pebruari 2017 dan tindak pidana membuat surat autektik palsu atau memalsukan surat autektik terjadi pada 23 Desember 2016. Keduanya terjadi di Kantor Notaris Agus Satoto, Jalan Prof IB Mantra, Ketewel, Gianyar.

Tersangka kelahiran Denpasar, 24 Agustus 1967 ini melakukan tindak pidana dengan cara memanfaatkan kondisi Pelapor dan para korban yang tidak bisa membaca dan menulis.

Dengan membuat dua Perjanjian Ikatan Jual Beli (PIJB) yang isinya tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.

Yakni menyatakan saksi Esti Yuliani (terdakwa berkas terpisah) selaku pembeli telah membayar lunas kepada korban I Wayan Rumpiak, I Wayan Satih, I Made Landa, dan I Made Ramia. Faktanya saksi Esti sama sekali belum melakukan pembayaran.

Halaman
12
Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved