Fungsi dan Efektifitas Pararem Desa Adat di Bali untuk Tatanan Kehidupan Baru Menurut Praktisi Hukum

Praktisi Hukum asal Bali I Gusti Agung Mas Rwa Jayantiari menilai efektifitas pararem karena sifat yang luwes, fleksibel dan dinamis

Penulis: Adrian Amurwonegoro | Editor: Wema Satya Dinata
Tribun Bali/Adrian Amurwonegoro
Praktisi Hukum asal Bali I Gusti Agung Mas Rwa Jayantiari 

Laporan wartawan Tribun Bali, Adrian Amurwonegoro

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Pararem Desa Adat dinilai menjadi senjata ampuh Pemerintah Provinsi Bali untuk mengatur pola perilaku masyarakat supaya sesuai dengan protokol kesehatan tatanan kehidupan baru atau new normal.

Praktisi Hukum asal Bali I Gusti Agung Mas Rwa Jayantiari menilai efektifitas pararem karena sifat yang luwes, fleksibel dan dinamis sehingga dapat segera diterapkan di Desa Adat.

Desa Adat di Bali dipandang memiliki eksistensi dalam menyelesaikan persoalan sosial dan efektif berkontribusi dalam berbagai penanganan problem dinamika kehidupan masyarakat untuk membentuk kesadaran bersama.

"Fungsi pararem efektif untuk menyesuaikan dinamika permasalahan yang dihadapi di desa adat, sesuai Perda, desa adat punya otonomi untuk membuat aturannya," kata dia kepada Tribun Bali, Kamis (16/7/2020)

104 Kotak Vitamin C Bantuan Kimia Farma Diterima Polres Badung

Bakti Wiyasa Ajak Anak-anak Mengenal Benda-benda Pertanian Lewat Kegiatan Melukis & Pameran

Begini Respon Nagita Slavina Saat Raffi Ahmad Ditawari Maju di Pilkada Tangsel 2020

Dijelaskan dia, Pararem dibuat sesuai kesepakatan dalam Paruman antara prajuru desa adat dengan krama untuk merumuskan sesuai urgensi dilakukan di Desa Adat dalam hal ini beradaptasi percepatan penanganan covid-19.

"Pararem sangat dimungkinkan untuk mendukung dinamika persoalan covid-19 dengan penyesuaian di masing-masing desa adat," katanya.

Penanganan covid-19 berbasis desa adat bisa dilihat dari terbentuknya Satgas Gotong-Royong yang berfungsi menjadi kekuatan dalam mengatur pola perilaku perubahan sesuai tatanan kehidupan baru.

"Semakin dikuatkan dengan aturan pararem, dan ada sanksinya yang mengikat, produk perangkat hukum yang disiapkan pararem menyesuaikan dengan dinamika yang ada sebagai perwujudan hukum adat yang luwes dinamis dan fleksibel," paparnya

"Fleksibel bukan berarti bisa ditawar tawar tapi dimungkinkan membuat berdasarkan kesepakatan, berbeda dengan hukum positif dibuat misal produk peraturan perundang undangan banyak mekanisme naskah akademik, prolegnas, dan sebagainya," lanjut dia.

Sedangkan, pararem desa adat lebih mudah untuk dibuat perangkat hukumnya kemudian segera diterapkan.

"Substansi yang mengatur menyesuaikan apa yang ingin dinamika yang ada. Misalkan di desa adat, kita lihat banyak aktivitas kebersamaan yang memungkinkan penyebaran covid-19, banyak upacara atau kegiatan adat sehingga dengan pararem polanya diatur ulang, yang pasti mengikuti protokol kesehatan sebagai pakemnya," jelasnya.

Dengan pararem, perangkat desa adat kemudian mengatur pola kelompok orang yang melaksanakan upacara ke Pura serta prosesinya supaya tidak terjadi kerumunan.

"Kalau pakemnya mengikuti protokol kesehatan sudah bisa kita lihat setiap memasuki desa adat, kita wajib menerapkan protokol kesehatan, wajib masker dan sebagainya," tuturnya.

Lanjut Doktor Bidang Ilmu Hukum Universitas Udayana Bali, menyampaikan, Pararem juga dibuat menyesuaikan Desa Kala Patra masing-masing Desa Adat.

Bupati Anas Berbagi Strategi New Normal Pariwisata ke Ratusan Pelaku Wisata Jatim

BREAKING NEWS : Sempat Dirawat Sebagai Pasien Covid-19, Pedagang Nasi Lawar di Bonbiu Meninggal

Janji Sara Connor Setelah Resmi Bebas : Ibu Kalapas, Saya Tidak Akan Masuk Sini Lagi

"Kemudian Desa kalapatranya tidak bisa seragam semua, misal dari segi sanksi, karena tidak semua desa adat, kondisi atau kemampuannya sama, jadi dalam penerapan sanksi bisa disesuaikan, seperti pola aktivitas keagamaan, untuk pakem menyesuaikan kesehatan pencegahan dan penanggulangan yang seragam," katanya.

Terkait sanksi, dikatakan dia, pararem lebih mengedepankan pembinaan dan pendekatan moral. Hal ini menjadi keunggulan nilai hukum adat.

"Sanksinya berupa pembinaan, sanksi lebih banyak dibentuk untuk moral pendekatan moral. Misalnya sanksinya bersih-bersih, dan lainnya.

Sanksi hukum adat di Bali terdiri dari tiga hal, yakni sanksi arta danda berupa materi, jiwa danda berupa fisik dan psikis, serta askara danda atau ritual.

"Pararem ini masuk ke dalam pendekatan artha danda, sanksinya disesuaikan, misal Dalung dengan desa adat lain tidak sama," ujar dia

Pararem memiliki sifat strategis dalam mengatur orang, wilayah hingga aspek keagamaan di Desa Adat di Provinsi Bali dari total ada sebanyak 1.493 Desa Adat.

"Disesuaikan protap kesehatan, pola perilaku masyarakat seperti apa misal Pola Hidup Bersih dan Sehat, kemudian wajib menjaga lingkungan kesadaran satu dengan yang lainnya, malah sekarang kalau kita sadar kita tidak pakai masker menjadi aneh rasanya, pelaksnaan upacara sudah diatur tidak lagi berkerumun artinya sudah mulai dibentuk diarahkan polnya apa yang dirumuskan dalam pararem dasarnya adalah kesepakatan bersama dalam berperilaku," pungkasnya.

Sebelumbya diberitakan, pada Kamis (9/7/2020) pararem Covid-19 akan dilaksanakan secara serentak se-Bali.

Terkait hal tersebut, untuk desa adat di Kota Denpasar sudah memiliki pararem Covid-19 sejak diterapkannya Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PKM).

Namun dikarenakan Provinsi Bali juga meminta desa adat membuat secara serentak, maka Denpasar mengikuti Provinsi Bali.

Hal tersebut dikatakan oleh Bendesa Madya Majelis Desa Adat (MMDA) Kota Denpasar, Anak Agung Sudiana saat dihubungi Rabu (8/7/2020).

"Pararem Covid-19 terkait pelaksanaan PKM sudah dibuat. Namun dalam perjalanannya, provinsi Bali juga membuat untuk seluruh Bali, sehingga pararem disamakan dengan di provinsi sekarang sudah rampung," kata Sudiana.

Sudiana mengatakan, pararem Covid-19 di Kota Denpasar ini telah dilaksanakan begitu penerapan PKM.

Sudiana mengatakan, untuk pelaksanaan pararem ini, lebih menitik beratkan pada pembinaan dan sanksi berupa sanksi moral dan sosial.

Namun ada beberapa desa yang masih berada dalam zona merah agak ketat dalam pemberian sanksi.

"Yang zona merah lebih ketat memberikan sanksi, kalau zona kuning dan hijau masih sifatnya pembinaan," kata Sudiana.

Terkait sanksi yang diberikan, beberapa desa yang masuk zona merah ada yang memberikan sanksi berupa denda beras sebanyak 5 kg.

Akan tetapi denda ini melihat dari orang yang melanggar.

"Jika terus mengulang pelanggaran itu bisa diberikan sanksi denda. Juga dilihat kondisi ekonominya, kalau mampu dan melanggar ya didenda, kalau tidak punya ya tidak. Kan ini masih suasana dampak Covid-19," katanya.

Ia menambahkan, bahwa Denpasar sudah siap menerapkan pararem Covid-19 ini dan semua desa adat sudah punya pararem.

Sudiana mengatakan, sanksi adat ini berlaku untuk semua orang yang ada di wilayah desa adat terkait.

Karena seuai Perda Desa Adat, yang disebut krama desa adat yakni krama desa wed, krama tamiu, dan tamiu.

"Termasuk tamu luar negeri tetap kena. Siapapun yang ada di wilayah desa adat masuk sebagai krama desa adat," katanya.

Ia berharap dengan adanya penerapan pararem ini akan mampu menekan kasus Covid-19.

"Pararem ini dilaksanakan sebaik-baiknya dan seketat-ketatnya dan bisa memberikan kontribusi pencegahan kan bisa kurangi kasus positif Covid-19," katanya. (*)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved